Saturday, December 24, 2022

Artikel Pancasila Di Era Globalisasi


A.     PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia didirikan untuk maksud melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa Indonesia telah pula bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat demokratis yang berdasarkan ideologi Pancasila. Dalam upaya mewujudkan cita-cita tersebut tentu banyak permasalahan, tantangan, bahkan ancaman yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang harus dihadapi itu beraneka ragam corak dan dimensinya. Salah satunya adalah globalisasi yang di sisi lain menguntungkan tapi juga dapat merugikan  bangsa Indonesia.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah, Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk). Globalisasi juga merupakan proses sejarah yang tak terelakan, kita tidak mungkin lari atau menolak globalisasi begitu saja, namun dengan adanya globalisasi juga memberikan peran dalam kemajuan negara. Pandangan masyarakat akan semakin luas yang meliputi seluruh dunia ini, sehingga masyarakat tidak hanya berorientasi pada negaranya sendiri karena hilangnya batasan batasan antar negara. Akan tetapi, globalisasi juga dapat mengancam ketahanan bangsa apabila tidak disertai ideologi yang mendasar. Karakter bangsa akan punah dan menghilang begitu saja karena masyarakat lebih memilih budaya yang mendunia.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi dalam peradaban umat manusia eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi sesuai dengan kepentingan penguasa. Pancasila tidak lagi digunakan sebagai pedoman hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai muncul adanya indikasi degradasi nilai-nilai luhur pancasila. Penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila mulai marak terjadi dimasyarakat. Hal ini tentu dapat berakibat sangat fatal terhadap bangsa ini. Yang jika tidak segera ditangani dapat melemahkan peranan ideologi serta yang lebih serius dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina dan dipelihara sejak dulu.
Oleh karena itu, apabila masyarakat Indonesia tidak mendasarkan tindakan dan pemikirannya berdasarkan ideologi Pancasila maka globalisasi dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Globalisasi juga dapat menjadi sebuah bentuk penjajahan baru pada Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya yang lemah ideologinya. Dengan demikian bangsa Indonesia harus memiliki dasar dari Pancasila yang kuat agar tidak mudah terbawa oleh arus globalisasi dan pemerintah juga harus memiliki kebijakan yang tepat untuk menangani berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari globalisasi.
B.     KAJIAN TEORI
1.      Makna Pancasila
Arti Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta ,memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya peraturantingkah laku yang baik atau penting.kata kata tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan“susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas.
Oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah  “pancasyila” dengan vokal i yang memilikimakna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki limaunsur”. adapun istilah “pancasyiila” dengan huruf  Dewanagari i bermakna “lima aturantingkah laku yang penting”Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. Ajaran budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakanajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakanlima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakanoleh para penganutnya.
Istilah “Pancasila” telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad XIV, yaitu terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Tetapi baru dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila sebagaidasar negara dalam sidang Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia.1. Dari Segi Etimologi (Menurut Lughatiya)Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (bahasa Brahmana India) yang artinyaa. Panca = Lima b. Sila / syila = batu sendi, ulas atau dasar.
2.      Ruang Lingkup Pancasila
Telah sejak lama pendidikan disadari sebagai bekal utama dan sarana terbaik dalam menyampaikan dasar ideologis bangsa sekaligus membentuk karakternya. Tidak heran jika setiap negara memiliki strategi sendiri untuk mengatasi problema krisis ideologi didaerah modern. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dibekalkan kepada generasi muda Indonesia melalui institusi formal dipandang sebagai cara paling strategis untuk menanamkan Pancasila kepada pribadi Indonesia.
Soekarno di dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 merumuskan lima nilai dasar Pancasila. Kelimanya tersusun di dalam sebuah kesatuan yang berasal dari jati diri pribadi bangsa Indonesia. Pancasila dalam model paling awal ini memiliki lima prinsip utama; kebangsaan, internasionalisme, dasar mufakat, dasar perwakilan, dan dasar permusyawaratan, kesejahteraan, dan ketuhanan.
a.       Sila pertama berisi tentang prinsip kebangsaan Indonesia; dengan segenap perasaan yang melekat erat dalam setiap sanubari Indonesia Soekarno ingin bahwa mereka atau kita semua menganggap diri kita sebagai satu kebangsaaan, yakni bangsa Indonesia. Tidak ada lagi persepsi tentang kebangsaan Jawa, kebangsaan Sumatera, kebangsaan Sulawesi maupun kebangsaan-kebangsaan yang lainnya.
b.      Sedikit berbeda dengan konsep pertama, konsep kedua mengedepankan posisi bangsa Indonesia di dunia internasional. Internasionalisme, Soekarno menekankan bahwa hal ini sangat penting mengingat bekal kebangsaan di sila pertama ternyata dapat menjerumuskan perasaan nasionalis yang tertanam pada diri Indonesia apabila kita berpikiran sempit. Indonesia memang sebuah kebangsaan yang harus kita banggakan dan perjuangkan tetapi kita juga harus membuka mata bahwa dunia itu luas dan kita tidak hidup sendiri. Maka selain dapat memperjuangkan diri di negeri sendiri kita juga harus dapat unjuk gigi di dunia internasional.
c.       Prinsip ketiga dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; melalui Badan Perwakilan Rakyat Soekarno berpesan bahwa mereka yang mengembang amanah itu untuk bekerja secara maksimal sehingga menghasilkan sesuatu yang memuaskan dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Bekerja secara maksimal melalui permusyawaratan yang mencapai kata mufakat akan menimbulkan sistem perwakilan yang solid dan utuh.  Mufakat adalah kesepakatan yang dihasilkan setelah melakukan proses pembahasan dan perundingan bersama.
d.      Kesejahteraan sebagai prinsip keempat secara terang-terangan menolak kapitalisme. Soekarno menggarisbawahi bahwa dengan adanya Badan Perwakilan Rakyat tidak akan serta merta menjamin kesejahteraan bagi rakyat Indonesia mengingat kapitalisme justru merajalela di Barat dengan sistem pemerintahan yang demokratis dan berbadan perwakilan. Demokratis di sisi Barat hanya sebatas pada masalah politik tidak meliputi dimensi ekonomi dan sosial. Inilah yang ingin Soekarno ubah dari paham demokratis Barat bahwa seharusnya demokratis yang terbangun di dalam bangsa Indonesia merangkul seluruh aspek politik, ekonomi maupun sosial.
e.       Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan prinsip terakhir dari Pancasila. Soekarno yang beragama Islam menjunjung tinggi kebebasan dalam memeluk agama yang dituangkan melalui prinsip kelima ini. Dalam beragama bangsa Indonesia diberi kebebasan untuk memilih agama apa yang ingin dianutnya dan diberi kebebasan untuk menjalankan segala macam ibadah yang berkaitan dengan masing-masing agama.
Menurut Soekarno Pancasila dapat diperas menjadi Trisila dan dimampatkan lagi menjadi Ekasila. Prinsip kebangsaan dan internasionalisme melebur menjadi satu kesatuan yang saling mendukung. Prinsip ketiga (demokrasi; pengambilan keputusan mufakat melalui musyawarah) dan prinsip kesejahteraan membentuk elemen demokrasi Indonesia yang sarat akan kesejahteraan. Kedua perasan dari prinsip pertama hingga prinsip keempat digabungkan dengan prinsip ketuhanan membentuk Ekasila: socio-nationalisme, socio-democratie, dan ketuhanan. Dari ketiga sila tersebut ditarik satu benang ulur yang membuahkan sebuah prinsip yang mulia menurut Soekarno, yaitu “Gotong-Royong”. Bangsa Indonesia diharapkan dapat membangun negara ini dengan bergotong-royong membentuk pribadi yang bagus melalui kebersamaan. Menurut beliau, segala sesuatu yang dikerjakan untuk membangun bangsa apabila dilaksanakan bahu-membahu dalam satu rasa perjuangan akan mewujudkan Indonesia yang luar biasa. Pemerasan sila-sila ini tidak serta merta menghilangkan nilai utama dalam Pancasila karena sejatinya Pancasila berasal dari sebuah kesatuan yang diwujudkan ke dalam lima butir sila.
Selain Soekarno, ada tokoh nasionalis Indonesia lain yang mengungkapkan konsep gotong-royong. Beliau adalah Moh. Hatta yang menyoroti kapitalisme, kolonialisme, dan liberalisme. Kapitalisme menyerap kekayaan Indonesia yang mendatangkan keuntungan besar bagi negeri yang menyerap sumber kekayaan bangsa Indonesia tetapi ironi bagi bangsa Indonesia bahwa kita yang memiliki kekayaan itu justru hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara itu kolonialisme Belanda yang hidup selama berabad-abad di bumi Indonesia sama sekali tidak memberi ruang bagi demokrasi untuk tumbuh. Hal ini yang selalu menghalangi Indonesia untuk memerdekakan diri dari pemerintahan colonial.
Penolakan kapitalisme dan kolonialisme diiringi dengan jiwa liberalisme tetapi bercorak kolektif. Jiwa liberalisme dihidupkan dalam lingkup demokrasi politik yang memberikan kebebasan semua kalangan dari bangsa Indonesia untuk berpartisipasi dalam dunia politik apabila memang sudah memenuhi syarat. Liberalisme Barat berbahaya apabila berujung pada kapitalisme. Oleh karena itu bangsa Indonesia hendaknya memiliki tipe demokrasi sendiri yang asli Indonesia dengan kemerdekaan individu namun tetap menjunjung tinggi persamaan dan persaudaraan.
Dari pidato Soekarno dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa gotong-royong sebagai prinsip utama Ekasila menjadi pokok penting dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang maju. Sedangkan di dalam pidato Hatta diungkapkan bahwa bangsa Indonesia hendaknya berdemokrasi melalui caranya sendiri. Mengatur segala urusan rumah tangga sendiri dan menaruh kekebasan pada setiap individu tetapi tetap menjunjung persamaan dan persaudaraan. Dengan kata lain persamaan dan persaudaraan adalah gotong royong. Kedua pidato tersebut menyiratkan pesan yang sama bahwa bangsa Indonesia harus bergotong-royong untuk membangun bangsa.
Gotong-royong menjadi aspek penting yang sering diremehkan dalam membangun karakter bangsa. Apalagi ancaman patologi budaya Indonesia semakin mengikis karakter Pancasila bangsa Indonesia. Ancaman patologi budaya Pancasila menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan ketika kesadaran budaya Pancasila bangsa Indonesia mulai menurun. Patologi budaya Pancasila merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam sila Pancasila yang seharusnya menjadi topik perbincangan terbuka di kalangan masyarakat. Hal ini diperlukan untuk mengatasi berbagai pengaruh buruk atas keberadaan patologi budaya Pancasila. Kesadaran akan budaya Pancasila diaplikasikan dalam kehidupan nyata sebagai ‘sesuatu yang wajib dikerjakan’, dengan maksud bahwa tidak dilaksanakan maka mereka yang merasa sebagai bangsa Indonesia akan merasakan ada sesuatu yang kurang dalam tindakan mereka. Oleh karena itu untuk menanamkan kesadaran budaya Pancasila yang kuat Perguruan Tinggi membawa peran penting sebagai salah satu lembaga pendidikan. Melalui perguruan tinggi, diharapkan pengamalan dan pengembangan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dapat membudaya. Pendidikan Pancasila yang diberikan kepada mahasiswa diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan membuka mata bangsa Indonesia akan ancaman patologi budaya Pancasila yang harus diperangi. Dalam memerangi patologi budaya Indonesia dibutuhkan tiga konsep pilar, yaitu konsistensi, koherensi, dan korespondensi.
Konsistensi diperlukan dalam memerangi patologi budaya Pancasila.  Konsistensi yang dimaksud adalah pelaksanaan dan pengamalan Pancasila yang dilakukan secara menyeluruh dari setiap lapisan masyarakat dari bangsa Indonesia. Koherensi merupakan acuan sikap yang benar secara intersubjektif yang berarti bahwa benar dan baik bagi suatu subjek juga benar dan baik bagi subjek yang lain. Sementara korespondensi merupakan konsep bahwa kebenaran dan kebaikan menurut suatu subjek juga harus benar dan baik dalam hubungannya dengan alam semesta.
Semangat perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya sejak Proklamasi kemerdekaan didengungkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Perjuangan fisik sebagai bukti cinta tanah air dan keinginan untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia merupakan watak spiritual yang tumbuh di dalam darah pejuang Indonesia. Akan tetapi pergeseran zaman dan sentuhan globalisasi menjadikan makna perjuangan beserta semangat yang terkandung di dalamnya berubah. Tidak hanya sekedar berubah, semangat perjuangan bangsa Indonesia pun terkikis akibat perputaran generasi. Banyak pemuda Indonesia yang kehilangan esensi kebangsaannya. Pendidikan Kewarganegaraan dibekalkan kepada mahasiswa untuk mengatasi krisis watak spiritual ini sehingga kelak di masa depan bangsa Indonesia akan terus hidup dengan jiwa yang utuh dan tidak rapuh.
Kompetensi yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan kepada mahasiswa ialah kemampuan untuk mengambil tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Mahasiswa juga diharapkan memiliki jiwa patriotik cinta tanah air dengan perjuangan non-fisik yang memgang teguh nilai segala aspek kehidupan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif, memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan, dan berpikir objektif serta rasional.

C.     PEMBAHASAN
1.      Faktor-faktor Runtuhnya Pancasila di Era Globalisasi.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Oleh karena itu sangat perlu adanya perbaikan ketahanan ideologi bangsa, dalam upaya perbaikan ketahanan ideologi di era globalisasi saat ini maka kita harus mengkaji terlebih dulu apa yang menjadi penyebab mulai punahnya nilai-nilai pancasila saat ini. Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan mulai punahnya nilai-nilai Pancasila di era globalisasi.
a.       Pembangunan
Pembangunan memang berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat indonesia. Apalagi dalam era globalisasi ini negara telah dituntut agar lebih maju dan mengikuti perkembangan zaman agar tak tertinggal dengan kemajuan dunia. Akan tetapi kebijakan dalam pembangunan saat ini masih kurang sesuai karena  lebih condong kepada paham liberalisme. Begitu pula dengan arah pembangunan Indonesia yang akan dicapai kedepan sudah tidak memiliki pondasi kuat sebagaimana ketika di Orde Baru dengan GBHN dan REPELITA-nya. Akbatnya saat ini masyarakat lebih mementingkan kepentingan individual daripada  kepentingan bersama, nilai-nilai ini sudah sangat tidak sesuai dengan ideologi bangsa kita yang lebih mementingkan nilai gotongroyong daripada individualisme.
b.      Kurangnya Sosialisasi Pancasila
Materi wawasan kebangsaan, P4 dan BP-7 yang dulu dipakai sebagai pemersatu kini sudah tidak dipakai lagi. Kemerosotan moral dikalangan pemuda, kekerasan, kemiskinan dan kesenjangan sosial, sebagai dampak dari serangan-serangan globalisasi yang tidak disertai dengan adanya sosialisasi pancasila pada seluruh kalangan masyarakat. Sehingga masyarakat mudah terombang-ambing oleh arus globalisasi yang mengandung nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Pancasila.
c.       Lemahnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum menyebabkan konspirasi dan kolusi dikalangan birokrasi, militer dan ahirnya penegak hukum semakin sulit bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang bisa berdiri sendiri sesuai dengan ideologi Pancasila sehingga mempermudah intervensi asing untuk mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Akibat lemahnya penegakan hukum juga menyebabkan tingkat kriminalitas di Indonesia tidak teratasi dengan rapi sehingga tingkat kriminalitas ini yang tidak sesuai dengan budaya Pancasila makin meningkat.
2.      Upaya Mengatasi Pengaruh Negatif Globalisasi
Menurut Rahmad Hidayad dalam jurnalnya Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme Pancasila, pengaruh negatif globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme Pancasila terhadap bangsa. Berikut adalah pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme Pancasila :
1.      Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
2.      Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.      Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.      Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5.      Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Maka dari berbagai pengaruh negatif di atas dapat kita simpulkan bahwa ada berbagai cara untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh negatif globalisasi, yaitu sebagai berikut :
1.         Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri dan mencintai budaya dalam negeri;
2.         Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya, seperti sifat-sifat gotong royong agar tidak terjadi individualisme pada masyarakat;
3.         Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya;
4.         Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya;
5.         Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa;
            Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa Sesuai dengan dasar Negara Kita Pancasila.
3.      Upaya Menyeluruh untuk Ketahanan Ideologi Pancasila
Bangsa dan negara Indonesia tidak bisa menghindari akan adanya tantangan globalisasi, dengan menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi globalisasi bangsa Indonesia akan tetap bisa menjaga eksistensi dan jatidiri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, bangsa indonesia perlu menyadari pentingnya Pancasila sebagai landasan untuk menghadapi globalisasi agar tidak mudah terbawa oleh arus globalisasi yang membawa nilai-nilai dan budaya luar. Masyarakat dan pemerintah harus dapat memunculkan upaya yang menyeluruh untuk menghadapi globalisasi dimana bangsa Indonesia nantinya akan tetap mendapat keuntungan dari globalisasi namun dapat menghindar dari dampak negatif globalisasi.
Pertama, pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan pembangunan yang berdasarkan Demokrasi Pancasila. Apabila Pemerintahan era Soeharto menerapkan pembangunan dengan acuan GBHN dan Repelita, maka saat ini pemerintah indonesia dalam pembangunan menggunakan acuan RPJP (rencana pembangunan jangka panjang), RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), Rencana Pembangunan Tahunan. Maka pemerintah Indonesia sebaiknya harus mengevaluasi hasil pembangunan saat ini apakah sudah bersesuaian dengan nilai-nilai pancasila. Lalu juga mendasarkan pembuatan acuan dan pelaksanaan  pembangunan tersebut dengan Pancasila. Dengan demikian pembangunan dapat berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat tanpa membuat dasar-dasar Pancasila terlupakan.
Kedua, perhatian masyarakat yang kini mulai memudar pada pancasila membuat masyarakat tidak mendasarkan tindakannya berdasar Pancasila. Akibatnya banyak generasi muda yang mulai melupakan jati diri bangsanya dan mereka lebih senang kepada budaya luar negeri. Saat ini sosialisasi Pancasila hanya diberlakukan di lingkungan pendidikan saja. Sosialisasi Pancasila pada seluruh kalangan masyarakat juga sangat diperlukan misal dalam lingkungan perkantoran/pekerjaan, masyarakat desa/kota, dan pemerintahan. Dengan demikian diharapkan masyarakat memiliki filter untuk menyaring budaya-budaya luar yang dibawa oleh globalisasi dan tetap tercipta masyarakat dan negara yang berbudaya Pancasila untuk selamanya.
Ketiga, tindakan-tindakan kriminal dikalangan masyarakat merupakan dampak negatif dari globalisasi karena masyarakat tidak memiliki filter dari Pancasila. Begitu juga dilingkungan pemerintah saat ini masih banyak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pemerintah harus berupaya tegas dalam menciptakan penegakan hukum agar masyarakat dan birokrat dapat menaati Pancasila dan mengurangi tindakan-tindakan yang melawan hukum. Karena pada intinya semua tindakan yang melawan hukum merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan pancasila. Selain itu juga perlu perlu diciptakan penegakan hukum yang transparan agar masyarakat dapat menilai dan mengawasi penegakan hukum itu sendiri.
Dari berbagai upaya diatas diharapkan dapat memberikan dampak  positif bagi bangsa Indonesia dalam upaya ketahanan ideologi Pancasila di era globalisasi.

D.    PENUTUP
Dalam upaya perbaikan ketahan ideologi Pancasila maka perlu diperhatikan berbagai faktor yaitu kebijakan dalam pembangunan saat ini masih kurang sesuai karena  lenih condong kepada paham liberalisme, tidak adanya sosialisasi pancasila pada seluruh kalangan masyarakat, dan lemahnya penegakan hukum dan penegakan hukum yang kurang transparan.
Dari berbagai faktor diatas dapat kita pahami bahwa saat ini bangsa indonesia sangat memerlukan berbagai upaya yang menyeluruh untuk memperbaiki ketahanan ideologi Pancasila. Ada berbagai upaya yang dapat kita simpulkan yaitu pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan pembangunan yang berdasarkan Demokrasi Pancasila juga mendasarkan pembuatan acuan dan pelaksanaan  pembangunan tersebut dengan Pancasila, Sosialisasi Pancasila pada seluruh kalangan masyarakat juga sangat diperlukan misal dalam lingkungan perkantoran/pekerjaan, masyarakat desa/kota, dan pemerintahan, kemudian pemerintah harus berupaya tegas dalam menciptakan penegakan hukum agar masyarakat dan birokrat dapat menaati Pancasila dan mengurangi tindakan-tindakan yang melawan hukum. Selain itu juga perlu perlu diciptakan pegakan yang transparan agar masyarakat dapat menilai dan mengawasi penegakan hukum itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Tasa Ridwan, ”Pemuda dan Nasionalisme: Refleksi 101 Tahun Kebangkitan Nasional”, Yogyakarta: Pustaka Timur, 2009.

Hidayad Rahmad, “Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme Pancasila”. Jurnal, Yogyakata: STIMIK Amikom, 2011.

Syahar, S.H, Drss. H. Syardus. Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia. Bandung: Alumni, 1975.

No comments:

Post a Comment