A. PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia didirikan untuk maksud
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa Indonesia telah pula
bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat demokratis yang
berdasarkan ideologi Pancasila. Dalam upaya mewujudkan cita-cita tersebut tentu
banyak permasalahan, tantangan, bahkan ancaman yang harus dihadapi.
Masalah-masalah yang harus dihadapi itu beraneka ragam corak dan dimensinya.
Salah satunya adalah globalisasi yang di sisi lain menguntungkan tapi juga
dapat merugikan bangsa Indonesia.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat
yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah, Globalisasi pada hakikatnya
adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk
diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan
bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
(Menurut Edison A. Jamli dkk). Globalisasi juga merupakan proses sejarah yang
tak terelakan, kita tidak mungkin lari atau menolak globalisasi begitu saja,
namun dengan adanya globalisasi juga memberikan peran dalam kemajuan negara.
Pandangan masyarakat akan semakin luas yang meliputi seluruh dunia ini,
sehingga masyarakat tidak hanya berorientasi pada negaranya sendiri karena
hilangnya batasan batasan antar negara. Akan tetapi, globalisasi juga dapat
mengancam ketahanan bangsa apabila tidak disertai ideologi yang mendasar.
Karakter bangsa akan punah dan menghilang begitu saja karena masyarakat lebih
memilih budaya yang mendunia.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi
dalam peradaban umat manusia eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi sesuai
dengan kepentingan penguasa. Pancasila tidak lagi digunakan sebagai pedoman
hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai muncul adanya indikasi degradasi nilai-nilai
luhur pancasila. Penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila mulai marak
terjadi dimasyarakat. Hal ini tentu dapat berakibat sangat fatal terhadap
bangsa ini. Yang jika tidak segera ditangani dapat melemahkan peranan ideologi
serta yang lebih serius dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
yang telah lama dibina dan dipelihara sejak dulu.
Oleh karena itu, apabila masyarakat Indonesia
tidak mendasarkan tindakan dan pemikirannya berdasarkan ideologi Pancasila maka
globalisasi dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Globalisasi juga dapat menjadi sebuah bentuk penjajahan baru pada Indonesia dan
negara-negara berkembang lainnya yang lemah ideologinya. Dengan demikian bangsa
Indonesia harus memiliki dasar dari Pancasila yang kuat agar tidak mudah
terbawa oleh arus globalisasi dan pemerintah juga harus memiliki kebijakan yang
tepat untuk menangani berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari
globalisasi.
B. KAJIAN TEORI
1. Makna
Pancasila
Arti Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India
(kasta brahmana). sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta
,memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima,
syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal
i panjang artinya peraturantingkah laku yang baik atau penting.kata kata
tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan“susila”
yang memiliki hubungan dengan moralitas.
Oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila”
yang dimaksud adalah istilah “pancasyila”
dengan vokal i yang memilikimakna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara
harfiah “dasar yang memiliki limaunsur”. adapun istilah “pancasyiila” dengan
huruf Dewanagari i bermakna “lima
aturantingkah laku yang penting”Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam
perpustakaan Budha India. Ajaran budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan
Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakanajaran moral untuk mencapai surga.
ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakanlima aturan (larangan) atau five
moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakanoleh para penganutnya.
Istilah “Pancasila” telah dikenal di Indonesia
sejak zaman majapahit abad XIV, yaitu terdapat pada buku Negara Kertagama
karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Tetapi
baru dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu
Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila sebagaidasar negara dalam sidang Badan
Penyidik Usaha-Usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia.1. Dari Segi Etimologi
(Menurut Lughatiya)Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (bahasa Brahmana
India) yang artinyaa. Panca = Lima b. Sila / syila = batu sendi, ulas atau
dasar.
2.
Ruang Lingkup Pancasila
Telah sejak lama pendidikan disadari sebagai
bekal utama dan sarana terbaik dalam menyampaikan dasar ideologis bangsa
sekaligus membentuk karakternya. Tidak heran jika setiap negara memiliki
strategi sendiri untuk mengatasi problema krisis ideologi didaerah modern.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dibekalkan kepada generasi muda
Indonesia melalui institusi formal dipandang sebagai cara paling strategis
untuk menanamkan Pancasila kepada pribadi Indonesia.
Soekarno di dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni
1945 merumuskan lima nilai dasar Pancasila. Kelimanya tersusun di dalam sebuah
kesatuan yang berasal dari jati diri pribadi bangsa Indonesia. Pancasila dalam
model paling awal ini memiliki lima prinsip utama; kebangsaan,
internasionalisme, dasar mufakat, dasar perwakilan, dan dasar permusyawaratan,
kesejahteraan, dan ketuhanan.
a.
Sila pertama berisi tentang prinsip kebangsaan
Indonesia; dengan segenap perasaan yang melekat erat dalam setiap sanubari
Indonesia Soekarno ingin bahwa mereka atau kita semua menganggap diri kita
sebagai satu kebangsaaan, yakni bangsa Indonesia. Tidak ada lagi persepsi
tentang kebangsaan Jawa, kebangsaan Sumatera, kebangsaan Sulawesi maupun
kebangsaan-kebangsaan yang lainnya.
b.
Sedikit berbeda dengan konsep pertama, konsep
kedua mengedepankan posisi bangsa Indonesia di dunia internasional.
Internasionalisme, Soekarno menekankan bahwa hal ini sangat penting mengingat
bekal kebangsaan di sila pertama ternyata dapat menjerumuskan perasaan
nasionalis yang tertanam pada diri Indonesia apabila kita berpikiran sempit.
Indonesia memang sebuah kebangsaan yang harus kita banggakan dan perjuangkan
tetapi kita juga harus membuka mata bahwa dunia itu luas dan kita tidak hidup
sendiri. Maka selain dapat memperjuangkan diri di negeri sendiri kita juga
harus dapat unjuk gigi di dunia internasional.
c.
Prinsip ketiga dasar mufakat, dasar perwakilan,
dasar permusyawaratan; melalui Badan Perwakilan Rakyat Soekarno berpesan bahwa
mereka yang mengembang amanah itu untuk bekerja secara maksimal sehingga
menghasilkan sesuatu yang memuaskan dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Bekerja secara maksimal melalui permusyawaratan yang mencapai kata mufakat akan
menimbulkan sistem perwakilan yang solid dan utuh. Mufakat adalah kesepakatan yang dihasilkan
setelah melakukan proses pembahasan dan perundingan bersama.
d.
Kesejahteraan sebagai prinsip keempat secara
terang-terangan menolak kapitalisme. Soekarno menggarisbawahi bahwa dengan
adanya Badan Perwakilan Rakyat tidak akan serta merta menjamin kesejahteraan
bagi rakyat Indonesia mengingat kapitalisme justru merajalela di Barat dengan
sistem pemerintahan yang demokratis dan berbadan perwakilan. Demokratis di sisi
Barat hanya sebatas pada masalah politik tidak meliputi dimensi ekonomi dan
sosial. Inilah yang ingin Soekarno ubah dari paham demokratis Barat bahwa
seharusnya demokratis yang terbangun di dalam bangsa Indonesia merangkul
seluruh aspek politik, ekonomi maupun sosial.
e.
Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan prinsip terakhir dari Pancasila. Soekarno
yang beragama Islam menjunjung tinggi kebebasan dalam memeluk agama yang
dituangkan melalui prinsip kelima ini. Dalam beragama bangsa Indonesia diberi
kebebasan untuk memilih agama apa yang ingin dianutnya dan diberi kebebasan
untuk menjalankan segala macam ibadah yang berkaitan dengan masing-masing
agama.
Menurut
Soekarno Pancasila dapat diperas menjadi Trisila dan dimampatkan lagi menjadi
Ekasila. Prinsip kebangsaan dan internasionalisme melebur menjadi satu kesatuan
yang saling mendukung. Prinsip ketiga (demokrasi; pengambilan keputusan mufakat
melalui musyawarah) dan prinsip kesejahteraan membentuk elemen demokrasi
Indonesia yang sarat akan kesejahteraan. Kedua perasan dari prinsip pertama
hingga prinsip keempat digabungkan dengan prinsip ketuhanan membentuk Ekasila:
socio-nationalisme, socio-democratie, dan ketuhanan. Dari ketiga sila tersebut
ditarik satu benang ulur yang membuahkan sebuah prinsip yang mulia menurut
Soekarno, yaitu “Gotong-Royong”. Bangsa Indonesia diharapkan dapat membangun negara
ini dengan bergotong-royong membentuk pribadi yang bagus melalui kebersamaan.
Menurut beliau, segala sesuatu yang dikerjakan untuk membangun bangsa apabila
dilaksanakan bahu-membahu dalam satu rasa perjuangan akan mewujudkan Indonesia
yang luar biasa. Pemerasan sila-sila ini tidak serta merta menghilangkan nilai
utama dalam Pancasila karena sejatinya Pancasila berasal dari sebuah kesatuan
yang diwujudkan ke dalam lima butir sila.
Selain
Soekarno, ada tokoh nasionalis Indonesia lain yang mengungkapkan konsep
gotong-royong. Beliau adalah Moh. Hatta yang menyoroti kapitalisme,
kolonialisme, dan liberalisme. Kapitalisme menyerap kekayaan Indonesia yang
mendatangkan keuntungan besar bagi negeri yang menyerap sumber kekayaan bangsa
Indonesia tetapi ironi bagi bangsa Indonesia bahwa kita yang memiliki kekayaan
itu justru hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara itu kolonialisme Belanda
yang hidup selama berabad-abad di bumi Indonesia sama sekali tidak memberi
ruang bagi demokrasi untuk tumbuh. Hal ini yang selalu menghalangi Indonesia
untuk memerdekakan diri dari pemerintahan colonial.
Penolakan
kapitalisme dan kolonialisme diiringi dengan jiwa liberalisme tetapi bercorak
kolektif. Jiwa liberalisme dihidupkan dalam lingkup demokrasi politik yang
memberikan kebebasan semua kalangan dari bangsa Indonesia untuk berpartisipasi
dalam dunia politik apabila memang sudah memenuhi syarat. Liberalisme Barat
berbahaya apabila berujung pada kapitalisme. Oleh karena itu bangsa Indonesia
hendaknya memiliki tipe demokrasi sendiri yang asli Indonesia dengan
kemerdekaan individu namun tetap menjunjung tinggi persamaan dan persaudaraan.
Dari pidato
Soekarno dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa gotong-royong sebagai prinsip
utama Ekasila menjadi pokok penting dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang
maju. Sedangkan di dalam pidato Hatta diungkapkan bahwa bangsa Indonesia
hendaknya berdemokrasi melalui caranya sendiri. Mengatur segala urusan rumah
tangga sendiri dan menaruh kekebasan pada setiap individu tetapi tetap
menjunjung persamaan dan persaudaraan. Dengan kata lain persamaan dan
persaudaraan adalah gotong royong. Kedua pidato tersebut menyiratkan pesan yang
sama bahwa bangsa Indonesia harus bergotong-royong untuk membangun bangsa.
Gotong-royong
menjadi aspek penting yang sering diremehkan dalam membangun karakter bangsa.
Apalagi ancaman patologi budaya Indonesia semakin mengikis karakter Pancasila
bangsa Indonesia. Ancaman patologi budaya Pancasila menjadi hal yang sangat
mengkhawatirkan ketika kesadaran budaya Pancasila bangsa Indonesia mulai
menurun. Patologi budaya Pancasila merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang
terkandung di dalam sila Pancasila yang seharusnya menjadi topik perbincangan
terbuka di kalangan masyarakat. Hal ini diperlukan untuk mengatasi berbagai
pengaruh buruk atas keberadaan patologi budaya Pancasila. Kesadaran akan budaya
Pancasila diaplikasikan dalam kehidupan nyata sebagai ‘sesuatu yang wajib
dikerjakan’, dengan maksud bahwa tidak dilaksanakan maka mereka yang merasa
sebagai bangsa Indonesia akan merasakan ada sesuatu yang kurang dalam tindakan
mereka. Oleh karena itu untuk menanamkan kesadaran budaya Pancasila yang kuat
Perguruan Tinggi membawa peran penting sebagai salah satu lembaga pendidikan.
Melalui perguruan tinggi, diharapkan pengamalan dan pengembangan Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dapat membudaya. Pendidikan Pancasila
yang diberikan kepada mahasiswa diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dan membuka mata bangsa Indonesia akan ancaman patologi budaya Pancasila yang
harus diperangi. Dalam memerangi patologi budaya Indonesia dibutuhkan tiga
konsep pilar, yaitu konsistensi, koherensi, dan korespondensi.
Konsistensi
diperlukan dalam memerangi patologi budaya Pancasila. Konsistensi yang dimaksud adalah pelaksanaan
dan pengamalan Pancasila yang dilakukan secara menyeluruh dari setiap lapisan
masyarakat dari bangsa Indonesia. Koherensi merupakan acuan sikap yang benar
secara intersubjektif yang berarti bahwa benar dan baik bagi suatu subjek juga
benar dan baik bagi subjek yang lain. Sementara korespondensi merupakan konsep
bahwa kebenaran dan kebaikan menurut suatu subjek juga harus benar dan baik
dalam hubungannya dengan alam semesta.
Semangat
perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya sejak Proklamasi kemerdekaan
didengungkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Perjuangan fisik sebagai bukti cinta
tanah air dan keinginan untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia
merupakan watak spiritual yang tumbuh di dalam darah pejuang Indonesia. Akan
tetapi pergeseran zaman dan sentuhan globalisasi menjadikan makna perjuangan
beserta semangat yang terkandung di dalamnya berubah. Tidak hanya sekedar
berubah, semangat perjuangan bangsa Indonesia pun terkikis akibat perputaran
generasi. Banyak pemuda Indonesia yang kehilangan esensi kebangsaannya.
Pendidikan Kewarganegaraan dibekalkan kepada mahasiswa untuk mengatasi krisis
watak spiritual ini sehingga kelak di masa depan bangsa Indonesia akan terus
hidup dengan jiwa yang utuh dan tidak rapuh.
Kompetensi
yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan kepada mahasiswa ialah
kemampuan untuk mengambil tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari
seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai
masalah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan
konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Mahasiswa
juga diharapkan memiliki jiwa patriotik cinta tanah air dengan perjuangan
non-fisik yang memgang teguh nilai segala aspek kehidupan, menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif,
memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan, dan berpikir objektif serta
rasional.
C. PEMBAHASAN
1.
Faktor-faktor Runtuhnya Pancasila di
Era Globalisasi.
Bangsa
dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga
budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap
bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus,
sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati
sanubari rakyat dinilai usang. Oleh karena itu sangat perlu adanya perbaikan
ketahanan ideologi bangsa, dalam upaya perbaikan ketahanan ideologi di era
globalisasi saat ini maka kita harus mengkaji terlebih dulu apa yang menjadi
penyebab mulai punahnya nilai-nilai pancasila saat ini. Berikut adalah
faktor-faktor yang menyebabkan mulai punahnya nilai-nilai Pancasila di era
globalisasi.
a. Pembangunan
Pembangunan memang berdampak positif bagi kesejahteraan
masyarakat indonesia. Apalagi dalam era globalisasi ini negara telah dituntut
agar lebih maju dan mengikuti perkembangan zaman agar tak tertinggal dengan
kemajuan dunia. Akan tetapi kebijakan dalam pembangunan saat ini masih kurang
sesuai karena lebih condong kepada paham
liberalisme. Begitu pula dengan arah
pembangunan Indonesia yang akan dicapai kedepan sudah tidak memiliki pondasi
kuat sebagaimana ketika di Orde Baru dengan GBHN dan REPELITA-nya. Akbatnya
saat ini masyarakat lebih mementingkan kepentingan individual daripada kepentingan bersama, nilai-nilai ini sudah
sangat tidak sesuai dengan ideologi bangsa kita yang lebih mementingkan nilai
gotongroyong daripada individualisme.
b. Kurangnya Sosialisasi
Pancasila
Materi wawasan kebangsaan, P4 dan BP-7 yang dulu
dipakai sebagai pemersatu kini sudah tidak dipakai lagi. Kemerosotan moral
dikalangan pemuda, kekerasan, kemiskinan dan kesenjangan sosial, sebagai dampak
dari serangan-serangan globalisasi yang tidak disertai dengan adanya
sosialisasi pancasila pada seluruh kalangan masyarakat. Sehingga masyarakat
mudah terombang-ambing oleh arus globalisasi yang mengandung nilai dan budaya
luar yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Pancasila.
c. Lemahnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum menyebabkan konspirasi
dan kolusi dikalangan birokrasi, militer dan ahirnya penegak hukum semakin
sulit bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang bisa berdiri sendiri sesuai
dengan ideologi Pancasila sehingga mempermudah intervensi asing untuk
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Akibat lemahnya penegakan hukum juga
menyebabkan tingkat kriminalitas di Indonesia tidak teratasi dengan rapi
sehingga tingkat kriminalitas ini yang tidak sesuai dengan budaya Pancasila
makin meningkat.
2.
Upaya Mengatasi Pengaruh Negatif
Globalisasi
Menurut
Rahmad Hidayad dalam jurnalnya Pengaruh
Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme Pancasila, pengaruh negatif
globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi,
ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai
nasionalisme Pancasila terhadap bangsa. Berikut adalah pengaruh negatif
globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme Pancasila :
1. Globalisasi mampu meyakinkan
masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran.
Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke
ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme
bangsa akan hilang.
2. Dari globalisasi aspek
ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya
produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di
Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan
gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak
muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya
hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap
sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya
kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya
persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan
nasional bangsa.
5. Munculnya sikap
individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga.
Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan
bangsa.
Maka dari berbagai pengaruh negatif di atas dapat kita simpulkan bahwa ada
berbagai cara untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh negatif globalisasi, yaitu
sebagai berikut :
1.
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai
produk dalam negeri dan mencintai budaya dalam negeri;
2.
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya,
seperti sifat-sifat gotong royong agar tidak terjadi individualisme pada
masyarakat;
3.
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya;
4.
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya;
5.
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya bangsa;
Dengan adanya langkah- langkah
antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat
mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan
kehilangan kepribadian bangsa Sesuai dengan dasar Negara Kita Pancasila.
3.
Upaya Menyeluruh untuk Ketahanan
Ideologi Pancasila
Bangsa
dan negara Indonesia tidak bisa menghindari akan adanya tantangan globalisasi,
dengan menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi globalisasi bangsa
Indonesia akan tetap bisa menjaga eksistensi dan jatidiri bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, bangsa indonesia perlu menyadari pentingnya Pancasila sebagai
landasan untuk menghadapi globalisasi agar tidak mudah terbawa oleh arus
globalisasi yang membawa nilai-nilai dan budaya luar. Masyarakat dan pemerintah
harus dapat memunculkan upaya yang menyeluruh untuk menghadapi globalisasi
dimana bangsa Indonesia nantinya akan tetap mendapat keuntungan dari
globalisasi namun dapat menghindar dari dampak negatif globalisasi.
Pertama, pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan pembangunan yang
berdasarkan Demokrasi Pancasila. Apabila Pemerintahan era Soeharto menerapkan
pembangunan dengan acuan GBHN dan Repelita, maka saat ini pemerintah indonesia
dalam pembangunan menggunakan acuan RPJP (rencana pembangunan jangka panjang),
RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), Rencana Pembangunan Tahunan. Maka
pemerintah Indonesia sebaiknya harus mengevaluasi hasil pembangunan saat ini
apakah sudah bersesuaian dengan nilai-nilai pancasila. Lalu juga mendasarkan
pembuatan acuan dan pelaksanaan
pembangunan tersebut dengan Pancasila. Dengan demikian pembangunan dapat
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat tanpa membuat dasar-dasar
Pancasila terlupakan.
Kedua, perhatian masyarakat yang kini mulai memudar pada pancasila membuat
masyarakat tidak mendasarkan tindakannya berdasar Pancasila. Akibatnya banyak
generasi muda yang mulai melupakan jati diri bangsanya dan mereka lebih senang
kepada budaya luar negeri. Saat ini sosialisasi Pancasila hanya diberlakukan di
lingkungan pendidikan saja. Sosialisasi Pancasila pada seluruh kalangan
masyarakat juga sangat diperlukan misal dalam lingkungan perkantoran/pekerjaan,
masyarakat desa/kota, dan pemerintahan. Dengan demikian diharapkan masyarakat
memiliki filter untuk menyaring budaya-budaya luar yang dibawa oleh globalisasi
dan tetap tercipta masyarakat dan negara yang berbudaya Pancasila untuk
selamanya.
Ketiga, tindakan-tindakan kriminal dikalangan masyarakat merupakan dampak negatif
dari globalisasi karena masyarakat tidak memiliki filter dari Pancasila. Begitu
juga dilingkungan pemerintah saat ini masih banyak terjadi korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Pemerintah harus berupaya tegas dalam menciptakan penegakan hukum
agar masyarakat dan birokrat dapat menaati Pancasila dan mengurangi
tindakan-tindakan yang melawan hukum. Karena pada intinya semua tindakan yang
melawan hukum merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan pancasila. Selain itu
juga perlu perlu diciptakan penegakan hukum yang transparan agar masyarakat
dapat menilai dan mengawasi penegakan hukum itu sendiri.
Dari
berbagai upaya diatas diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia dalam upaya
ketahanan ideologi Pancasila di era globalisasi.
D.
PENUTUP
Dalam
upaya perbaikan ketahan ideologi Pancasila maka perlu diperhatikan berbagai
faktor yaitu kebijakan dalam pembangunan saat ini masih kurang sesuai
karena lenih condong kepada paham
liberalisme, tidak adanya sosialisasi pancasila pada seluruh kalangan
masyarakat, dan lemahnya penegakan hukum dan penegakan hukum yang kurang
transparan.
Dari
berbagai faktor diatas dapat kita pahami bahwa saat ini bangsa indonesia sangat
memerlukan berbagai upaya yang menyeluruh untuk memperbaiki ketahanan ideologi
Pancasila. Ada berbagai upaya yang dapat kita simpulkan yaitu pemerintah
Indonesia perlu menerapkan kebijakan pembangunan yang berdasarkan Demokrasi
Pancasila juga mendasarkan pembuatan acuan dan pelaksanaan pembangunan tersebut dengan Pancasila,
Sosialisasi Pancasila pada seluruh kalangan masyarakat juga sangat diperlukan
misal dalam lingkungan perkantoran/pekerjaan, masyarakat desa/kota, dan
pemerintahan, kemudian pemerintah harus berupaya tegas dalam menciptakan
penegakan hukum agar masyarakat dan birokrat dapat menaati Pancasila dan
mengurangi tindakan-tindakan yang melawan hukum. Selain itu juga perlu perlu
diciptakan pegakan yang transparan agar masyarakat dapat menilai dan mengawasi
penegakan hukum itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Tasa
Ridwan, ”Pemuda dan Nasionalisme: Refleksi 101 Tahun Kebangkitan Nasional”,
Yogyakarta: Pustaka Timur, 2009.
Hidayad
Rahmad, “Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme Pancasila”. Jurnal,
Yogyakata: STIMIK Amikom, 2011.
Syahar, S.H, Drss. H.
Syardus. Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia.
Bandung: Alumni, 1975.
No comments:
Post a Comment