Thursday, May 31, 2018

Makalah Konsep Pembelajaran Cooperatif Learning


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah yang panjang sejak zaman dahulukala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dlam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir kritis.
Jadi, cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan cooperatif learning?
2.      Apa saja tujuan cooperatif learning?
3.      Bagaimana Karakteristik Cooperatif Learning?
4.      Bagaimana Peranan Guru Dalam Cooperatif Learning?


C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan cooperatif learning
2.      Untuk mengetahui tujuan cooperatif learning
3.      Untuk mengetahui Karakteristik Cooperatif Learning
4.      Untuk mengetahui Peranan Guru Dalam Cooperatif Learning
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Cooperatif Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang m artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai s.ilu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) mengemuka- k.in, "In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by tlw teacher". Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pem-belajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.[1]           
Sedangkan Johnson (dalam Hasan, 1994) mengemukakan, “Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members.
Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning". Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.[2]
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (studend oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahas Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.[3]
Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak l.ima, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan lertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.[4]
Ada banyak alasan mengapa cooperative learning tersebut mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang ke-berhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta meng- gabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik di kelas yang ke- mampuannya merata, namun sebenamya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini. Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamannya.
Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternatif pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuannya merasa malu bila ke- kurangannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).[5]
Dengan mempraktekkan cooperative learning di m.mg-ruang kelas, suatu hal kelak kita akan menuai buah pcrsahabatan dan perdamaian, karena cooperative learning mcmandang siswa sebagai makhluk sosial (homo homini nocius), bukan homo homini lupus (manusia adalah srigala h.igi sesamanya). Dengan kata lain, cooperative learning .ulalah cara belajar mengajar berbasiskan peace education (metode belajar mengajar masa depan) yang pasti men- tl.ipat perhatian.[6]
Djahiri K (2004) menyebutkan cooperative learning M-bagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menimtut ililcrapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, Immanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan

B.     Tujuan Cooperatif learning
Pelaksanaan model cooperative learning mem- butuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. I\ijuan utama dalam penerapan model belajar mengajari imperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik inoperative learning sebagaimana dikemukakan Slavin (1995), y.iilu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban Individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.[7]
1.      Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok men-capai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam rnenciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan sating peduli.
2.      Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.[8]
3.      Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan motode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Derigan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, cooperative learning memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya dilihat dari aspek Mswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar incngemukakan dan membahas suatu pandangan, jx iigalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja ft.iina dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan, 1993).
Dengan melaksanakan model pembelajaran imperative learning, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih iswa untuk memiliki keterampilan, baik ke-terampilan bcrpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social kill), seperti keterampilan untuk me-ngemukakan didapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bckerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya I 'crilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl, 1994).[9]
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa unluk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan krlerampilan secara penuh dalam suasana belajar yang lerbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek Pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi leman sebayanya.
Siswa yang belajar menggunakan metode cooperative learning akan memiliki motivasi yang tinggi karerfa didorong dan didukung dari rekan sebaya. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan per-sahabatan, menimba berbagai informasi, belajar meng- gunakan sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.[10]
Stahl (1994) mengemukakan, melalui model cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Selanjutnya Zaltman et.al (1972) mengemukakan pula, siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, temyata sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara in-dividual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar menurut Harmin (dalam Santos, 1983) dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik
Selanjutnya Jarolimek & Parker (1993) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah: 1) saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.[11]
Kelemahan model pembelajaran cooperative learning I mm umber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) faktor dari luar (ekstern).
Cooperative learning menyediakan banyak contoh yang I tcrlu dilakukan para siswa antara lain: (1) siswa terlibat di il.ilam tingkah-laku mendefinisikan, menyaring, dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku p.irtisipasi sosial; (2) respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran i .isional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama; (3) berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama, konsensus dan pentaatan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap  anggota kelompoknya belajar. Ketika mereka berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan diri bagaimana memecahkan konflik, menangani berbagai problem, dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam situasi dunia ini.
Mengacu pada pendapat tersebut maka dengan cooperative learning, para siswa dapat membuat kemajuan besar ke arah pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pendidikan sejarah, karena tujuan utama cooperative learning, adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya. Jadi, tidak lagi pengetahuan itu diperoleh dari gurunya, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Ketika cooperative learning dilaksanakan, guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi di antara para siswanya. Maksudnya suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerja sama, terutama dalam memecahkan kesulitan- kesulitan. Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat dari siswa yang lainnya, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan di mana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka perlu ditambah, dan penambah- an ini harus disetujui semua anggota, yang satu harus saling menghormati pendapat yang lain (Hasan, 2000).[12]
Jadi, dengan cara menghargai pendapat orang lain dan ilmg membetulkan kesalahan secara bersama, mencari |.i w.iban yang tepat dan baik, dengan cara mencari sumber- •mnber informasi dan mana saja seperti buku paket, buku- I 'iiku yang ada di perpustakaan dan buku buku penunjang l.minya, untuk dijadikan pembantu dalam mencari jawaban y.mg baik dan benar serta memperoleh pengetahuan, m.iteri pelajaran yang diajarkan semakin luas dan semakin Iniik.
Dalam cooperative learning meskipun mencakup bcragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa .il.iu tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli lu-rpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu •.iswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur peng- li.irgaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang bcrhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi^keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedang- kan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Dengan demikian, tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui model cooperative learning.
Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri.
Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruangan kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini guru.

C.     Karakteristik Cooperatif Learning
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan 'kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning,[13] karena mereka menganggap telah lerbiasa menggunakannya. Walaupun cooperative learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan cooperative learning.
Bennet (1995) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:
1.      Positive Interdepedence
2.      Interaction Face to face
3.      Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok
4.      Membutuhkan keluwesan
5.      Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok).
Positive Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merpakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya keter- gantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.[14]
Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan dalam cooperative learning adalah menjadikan setap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam cooperative learning adalah siswa belajar keterampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat. Para siswa mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerjasama sebagai satu tim, seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok, bagaimana mereka saling membantu satu sama lain, bagaimana mereka bertingkah laku positif untuk me- mungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan apa yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.[15]
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian bahwa sikap siswa atau perilaku bersama kadang- kadang harus diperhatikan guru atau membantu di antara '.(\sama, dalam struktur kerjasama yang teratur di dalam kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau lebih yang keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan ilari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative itu juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Di samping itu, cooperative learning juga sering diartikan sebagai suatu motif kerjasama, yang setiap individunya dihadapkan pada preposisi dan pilihan yang harus diikuti apakah memilih bekerja bersama-sama, berkompetisi, atau indvidualistis. Penggunaan model cooperative learning adalah suatu proses yang membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok. Pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial (Stahl, 1994).[16]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan strategi yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok yang ber- anggotakan 4-6 siswa dengan tingkat kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda. Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Oleh sebab itu, penanaman keterampilan cooperative sangat perlu dilakukan, antara lain menghargai pendapat orang lain, mendorong ber- partisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil giliran dan berbagi tugas.
Slavin (1995) mengatakan cooperative learning telah dikenal sejak lama, pada saat itu guru mendorong para siswa untuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Selain itu, alur proses belajar mengajar tidak harus seperti lazimnya selama ini, guru terlalu men-dominasi proses belajar mengajar, segala informasi berasal dari guru, ternyata siswa dapat juga saling belajar mengajar sesama mereka. Lie (2002) mengungkapkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching) temyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Ini berarti, keberhasilan dalam belajar bukan semata- mata harus diperoleh dari guru saja, melainkan dapat juga dilakukan melalui teman lain, yaitu teman sebaya. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator.[17]
Johnson & Johnson (1994) mengemukakan cooperative adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Cooperative learning berarti juga belajar bersama-sama, saling membantu antara yang satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual, maupun secara kelompok. Sunal dan Haas (1993) mengemukakan, cooperative learning merupakan pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik .igar bekerja sama selama berlangsungnya proses pembelajaran. Stahl dalam (Supriatna, 2002) menyebut, melalui (ooperative learning siswa bukan hanya dapat dilatih mcngenai sikap keunggulan individual yang tergantung pada keunggulan kelompok, melainkan juga semangat serta keterampilan kooperatif, yang merupakan bagian dari kemampuan relasi sosial di dalam kelompok yang menghimpun berbagai individu.
Dengan berkelompok siswa mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mempraktekkan sikap dan prilaku berpartisipasi pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka. Selanjutnya Ibrahim et al, (2000) mengibaratkan cooperative learning bagaikan dua orang yang memikul balok. Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika kedua orang tersebut berhasil memikulnya. Kegagalan salah satu saja dari kedua orang itu berarti kegagalan keduanya. Demikian pula halnya dengan tujuan yang akan dicapai suatu kelompok siswa tertentu. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.[18]
Dalam cooperative learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan.
1.      Keterampilan kooperatif tingkat awal
a.       Menggunakan kesepakatan
b.      Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja kritik yang diberikan itu ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
c.       Mengambil giliran dan berbagi tugas Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
d.      Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
e.       Berada dalam tugas
Yang dimaksud berada dalam tugas adalah menerus- kan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
f.        Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
g.       Mengundang orang lain
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk ber- bicara clan berpartisipasi terhadap tugas.[19]
h.       Menyelesaikan tugas dalam waktunya
i.         Menghormati perbedaan individu Menghormati perbedaan individu berarti bersikap lebih baik, kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dan 3-6 orang siswa. Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik bakat atau pun kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan yang di dalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.

D.    Peranan Guru Dalam Cooperatif Learning
Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara isik maupun mental, dengan cara menciptakan suasana kelas yang yang nyaman, suasana hati yang gembira tanpa tekanan, maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan.
Sesuai dengan pendapat tersebut, maka dalam pelaksanaan model cooperative learning dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan meng-gunakan model ini guru bukannya bertambah pasif, tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.[20]
Dalam model pembelajaran cooperative learning guru harus mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku sekolah, agar peserta didik terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya sendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari pemecahan masalah. Perbedaan pendapat yang mengarah pada konflik interpersonal asalkan menurut aturan diskusi yang baik disertai sikap yang positif, sesurrgguhnya dapat membantu menumbuh- kan kesehatan mental siswa. Hal yang perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang bersifat intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa (Soemantri, 2001).
Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitalor seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: 1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, 3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka, 4) membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang ber- manfaat bagi yang lainnya, dan 5) menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai peng- hubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peran ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), yaitu istilah yang dikemukakan Ausubel untuk menunjukkan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa (Hasan, 1996).[21]
Di samping itu, guru juga berperan dalam me- nyediakan sarana pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai director-motivator, guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Di samping itu, sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif ber- partisipasi. Peran ini sangat penting dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa, baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati, maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan per- masalahannya.
Berdasarkan teori motivasi, peranan teman sebaya dalam belajar bersama memegang peranan yang penting untuk memunculkan motivasi dan keberanian siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya secara maksimal. Oleh karena itulah, sebagai seorang guru harus menciptakan iklim yang kondusif, agar terjalin interaksi dan dialog yang hangat, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya.
Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas.[22]
Dalam model cooperative learning dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat (will and skill) dari anggota kelompoknya sehingga masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerjasama dengan anggota lainnya. Di samping itu, juga harus memiliki kiat-kiat bagaimana caranya berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam pengelolaan kelas model cooperative learning ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni pengelompokan, pemberian motivasi kepada kelompok, dan penataan ruang kelas (Lie, 2000).


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II dapat pemakalah simpulkan bahwa Dari pemaparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Cooperative learning adalah suatu metode pengajaran yang man pra siswa bekerja dlam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran.
2.      Tujuan cooperative learning dalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima terhadap perbedaan individu, dan mengembngkan ketrmpilan social.
3.      Karakteristik cooperative learning antara lain: Positive Independence, Personal Responsibility, Face to Face Promotive Interaction, Interpersonal Skill, Group Processing.
4.      Model- model cooperative lerning antar lain : jigsaw, group invesgation dan listening team.
5.      Peran guru dalam cooperative lerning adalah sebagai fasilitator, modiator, director motivtor dan evaluator.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai peranan guru dalam pembelajaran cooperatif learning, semoga dapat bermanfaat bagi rekan pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009)

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresifi. (Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2010)

Rusman. Model-Model Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011)



[1] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 15
[2] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 15
[3] Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresifi. (Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2010), h. 58
[4] Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresifi.  ... h. 58
[5] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 16
[6] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 16
[7] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 21
[8] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 22
[9] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 23
[10] Rusman. Model-Model Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), h. 203
[11] Rusman. Model-Model Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), h. 204
[12] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 25
[13] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 41
[14] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 42
[15] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 43
[16] Rusman. Model-Model Pembelajaran.  ... h. 207
[17] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 44
[18] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 45
[19] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 46
[20] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 62
[21] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 63
[22] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009), h. 64