BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Membahas tentang akhlak, tidak pernah
lepas dari tingkah laku manusia. Karena akhlak sudah ada sejak manusia itu
dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama kali yaitu Nabi Adam as sampai
sekarang ini. Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang tingkah laku
manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong baik, mulia, terpuji,
atau sebaliknya, yakni buruk, hina dan tercela. Selain itu dalam ilmu ini
dibahas pula ukuran kebahagiaan, keutamaan, kebijaksanaan, keindahan dan
keadilan. Akhlak juga merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya,
karena manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajatnya sebagai makhluk Allah
yang paling mulia.
Karena akhlak sudah ada sejak manusia
pertama kali diciptakan, tentu akhlak memiliki sejarah yang luar biasa, mulai
dari akhlak sebelum islam dan setelah datangnya islam serta akhlak di luar
islam.. Untuk itu pada kesempatan ini kami akan membahasnya dalam makalah kami
yang berjudul “Sejarah Perkembangan Akhlak”. Semoga apa yang kami sajikan
sedikit bisa membantu menambah pemahaman sahabt/i semua dalam memahami Ilmu
Akhlak.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka rumusan masalah dalam makalh ini adalah :
1.
Bagaimana sejarah dan perkembangan
ilmu akhlak?
2.
Bagaimana akhlak terpuji dan tercela?
3.
Bagaimana aplikasi akhlak dalam
kehidupan sehari-hari?
4.
Bagaimana model pembentukan akhlak?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui sejarah dan
perkembangan ilmu akhlak
2.
Untuk mengetahui akhlak terpuji dan
tercela
3.
Untuk mengetahui aplikasi akhlak
dalam kehidupan sehari-hari
4.
Untuk mengetahui model pembentukan
akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam
1. Perkembngan
Akhlak Pada Zaman Yunani
Pertumbuhan
dan perkembangan ilmu akhlak pada Bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya
apa yang disebut Sophisticiant, yaitu orang-orang yang bijaksana (500 – 450
SM). Sebelum itu para filsuf Yunani Kuno
tidak banyak membincangkan mengenai akhlak karena perhatiannya tercurah pada
penyelidikan mengenai alam.[1]
Dasar yang
digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran
filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang manusia.akhlak yang mereka
bangun lebih brsifat filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara
mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau
bersifat antroposentris,dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu
yang fitri, yang akan ada dengan adanya manusia itu sendiri, dan hasil yang
didapat adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni. Karena manusia
secara fitrah telah dibekali dengan potensi bertuhan, beragama dan cenderung
pada kebaikan, disamping juga memiliki kecenderungan pada keburukan.
Pandangan dan
pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara redaksional berbeda-beda,
tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan angkatan muda Yunani agar
menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya.
Para tokoh
filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :
a.
Socrates (469-399 SM)
Socrates dipandang sebagai perintis
Ilmu Akhlak Yunani yang pertama karena ia yang pertama kali bersungguh-sungguh
membentuk pola hubungan antarmanusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Dia
berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan menjadi benar
kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan, sehingga berpendapat bahwa
keutamaan atau akhlak itu adalah ilmu.
Namun demikian, ia tidak mengemukakan
tentang tujuan akhir akhlak, atau ukuran yang dipergunakan untuk menilai suatu
perbuatan apakah baik atau buruk. Akibatnya, maka bermunculan berbagai golongan
yang menyatakan tentang akhlak, walaupun sama-sama disandarkan pada Socrates.
b.
Cynics dan
Cyrenics
Cynics dan Cyrenics adalah pengikut
Socrates, tetapi ajaran keduanya bertolak belakang. Kelompok Cynics dibangun
oleh Antisthenes yang hidup pada tahun 444-370 SM yang menyatakan bahwa Tuhan dibersihkan dari
segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah yang memiliki perangai
ketuhanan. Dengan akhlak ketuhanan ini, seseorang berusaha meminimalisasi
kebutuhan terhadap dunia, rela menerima apa adanya, suka menanggung
penderitaan, tidak suka akn kemewahan, menjauhi klezatan,dan tidak peduli
dengan cercaan orang lain, yang penting dia dapat memelihara akhlak yang mulia.
Pemimpin golongan Cynics yang terkenal adalah Diogenes (323 SM).[2]
Adapun golongan Cyrenics dipimpin
oleh Aristippus (435-356 SM) menyatakan bahwa mencari kelezatan dan menjauhi
kepedihan adalah satu-satunya tujuan hidup yang benar. Perbuatan dinilai utama
apabila lebih banyak mendatangkan kelezatan daripada kepedihan.
c.
Plato (427-347 SM)
Plato adalah filosof Athena dan murid
dari Socrates. Pandangan Plato mengenai akhlak didasarkan pada teori
“model”(paradigma) yang menyatakan bahwa dibalik alam ini ada alam rohani (alam
ideal)sebagai contoh bagi alam konkret.
Keterkaitan antara alam ideal dengan alam konkret dijelaskan melalui materi
akhlak dengan contoh keterkaitannya yang terdapat pada kebaikan, yaitu arti
mutlak, azali, kekal, dan sempurna. Manusia yang dekat dengan kebaikan akan
memperoleh cahaya dan lebih dekat pada kesempurnaan.
d.
Aristoteles (394-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato yang
membangun suatu paham khas . pengikutnya diberi nama “paripatetics” karena
Sorates memberi pelajaran sambil berjalan atau karena ia memberikan pelajaran
di tempat-tempat teduh. Diantara pendapatnya tentanf akhlak adalah sebagai
berikut :
a)
Tujuan akhir yang dikehendaki manusia
dalam semua tindakannya adalah “bahagia”.
b)
Jalan mencapai kebahagiaan
adalah mempergunakan akal dengan
sebaik-baiknya.
c)
Sebagaimana Plato, Aristoteles juga
dikenal sebagai pembawa teori pertengahan. Menurutnya, keutamaan itu terletak
ditengah-tengah antara dua keburukan. Misalnya, dermawan adalah tengah-tengah
antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan
takut serta lain sebagainya.
e.
Stoics dan Epicurics
Keduanya berbeda pendapat dalam
mengemukakan pandangannya tentang kebaikan. Stoics berpendirian sebagaimana
paham Synics, dimana ajaranya diberi nama Stoisisme yang menyatakan bahwa
tujuan hidup manusia adalah menjalani segala sesuatu yang bisa dijalani secara
rasional dimana kesengsaraan dan kebahagiaan datang dan pergi sehingga kita
tidak perlu melekat pada salh satu diantaranya. Ajaran ini banyak diikuti ahli
filsafat Yunani dan Romawi kuno, dan diantara para pengikutnya yang termasyhur
diantaranya adalah Seneca (6-65 M), Epictetus (60-140 M) dan Kaisar Marcus
Aerelius (121-180 M).
Adapun kelompok Epicurics mendasarkan
pelajarannya pada paham kelompok Cyrenics yang menitikberatkan pada etika yang
akan memberikan ketenangan batin. Diantara ajaran-ajarannya adalah :
1)
Manusia tidak akan tenang karena
takut pada dewa-dewa, dan takut pada kematian dan nasib.
2)
Manusia tidak perlu takut karena
dewa-dewa yang menikmati kebahagiaan yang kekal tidak mengganggu.
3)
Mati juga tidak perlu ditakuti karena
mati berarti tidak menderita.
4)
Nasib manusia ditentukan oleh manusia
itu sendiri. kalau manusia itu mempunyai ketenagan batin, maka dapat mencapai
tujuan hidupnya.
5)
Tujuan hidup manusia adlah hedone
(kenikmatan,kepuasan). Ketenangan batin diperoleh dengan memuaskan keinginan,
semakin sedikit keinginan maka akn semakin tenang. Sehingga manusia harus bisa memilih keinginan
yang dapat memberikan kepuasan mendalam.
Keseluruhan
ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani tersebut tampak
rasionalistik. Penetapan baik dan buruk didasarkan pada akal pikiran yang
sehat. Karenanya tidak salah kalau ajaran akhlak yang dikemukakan oleh pemikir
Yunani tersebut bersifat antropocentris (memusat pada manusia) dan yang
demikian itu dapat diikuti selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan
As-Sunah.[3]
2.
Perkembangan Akhlak Pada Agama
Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi,
tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah berhasil mempengaruhi
pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tercantum dalam
kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan
merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk
patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik
dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan
perintah-perintah-Nya.
Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini
bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Ajaran
akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani
dari aliran Stoics dalam persoalan baik dan buruk, sehingga kedudukan para
pendeta sama dengan kedudukan para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli
filsafat Yunani pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan
kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan
adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
Agama Nasrani mendorong manusia
bersungguh-sungguh mwnsucikan diri, baik pikiran maupun perbuatannya. Agama
adalah roh yang mengendalikan badan dan syahwat. Oleh karena itu sebagian
pengikut agama ini menelantarkan badan, menghindari dunia, suka hidup zuhud dan
ibadah dalam kesendirian.
3.
Akhlak Pada Bangsa Romawi (Abad
Pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad
pertengahan dikuasai oleh gereja, dan pada masa itu gereja berusaha memerangi
filsafatYunani serta menentang penyiaran ilmu serta kebudayaan kuno.gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima oleh wahyu, dan apa yang
diperintahkan oleh wahyu tentu benar apa adanya. Oleh karena itu tidak ada
artinya lagi penggunaan akal pikiran untuk kegiatan penelitian. Menggunakan
filsafat diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan doktrin yang
dikeluarkan oleh gereja. Namun demikian, sebagian dari kalangan gereja ada yang
mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran
geeja dan mencocokkannya dengan akal. Adapun filsafat yang menentang ajaran
Nasrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran akhlak yang
lahir di Eropa pada abad pertengahanadalah ajaran ahlak yang dibangun dari
perpaduan antara ajaran Yunani dan Nasrani. Diantaranya yang termasyhur adalah
Abelard (1079-1142) seorang ahli filsafat Perancis, dan Thomas Aquinas
(1226-1274) seorang ahli filsafat agama berkebangsaan Italia.
4.
Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum
Isalam
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah
tidak mempunyai ahli fisafat yang mengajak kepada aliran paham tertentu
sebagaimana Bangsa Yunani dan Romawi.hal ini terjadi karena penyelidikan
terhadap ilmu hanya terjadi kepada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, Bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan
syair-syair yang mengandung nilai-nlai akhlak, seperti Lukman Al-hakim, Aktsam
bin Saifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim At-Tha’i.[4]
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum
islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak,
pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai
yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan para filsafat Yunani Kuno.
B.
Akhlak Terpuji dan Tercela
Akhlak Terpuji
1. Macam-macam
Akhlak Teruji
Dalam
menentukan macam-macam akhlak terpuji, para pakar muslim umumnya merujuk pada
ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Ini tentunya seiring dengan konsep baik dan
buruk dalam pandangan islam sebagaimana telah dipaparkan. Muhammad bin Abdillah
As-Sahim umpamanya, menyebutkan bahwa diantara akhlak terpuji ialah betgaul
secara baik dan berbuat baik kepada sesama, adil, rendah hati, jujur, dermawan,
tawakal, ikhlas, bersyukur, sabar dan takut kepada Allah SWT..[5]
a.
Akhlak Terhadap Allah SWT
1)
Menauhidkan Allah SWT
Definisi tauhid adalah pengakuan
bahwa Allah SWT . satu-satunya yang memiliki sifat rububiyyah dan uluhiyyah,
serta kesempurnaan nama dan sifat
a)
Tauhid Rububiyyah, yaitu meyakini
bahwa Allah-lah satu-satunya yang menciptakan alam ini, yang memilikinya, yang
menurunkan rezeki kepada makhluk, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan
menimpakan mudarat, yang mengabulkan doa dan permintaan hamba ketika mereka
terdesak, yang berkuasa melaksanakan apa yang dikehendakinya, yang memberi dan
mencegah di tangan-Nya segala kebaikan dan bagi-Nya penciptaan dan juga segala
urusan.
b)
Tauhid Uluhiyyah, yaitu mengimani
Allah SWT.
c)
Tauhid Asma dan sifat.
2)
Berbaik Sangka (husnu zhann)
Berbaik sangka terhadap keputusan
Allah SWT. Merupakan salah satu akhlak terpuji kepada-Nya. Diantara ciri akhlak
terpuji adalah ketaatan yang sunguh-sunguh kepada-Nya.
a)
Zikrullah
Mengingat Allah (Zikrullah) adalah
asas dari setiap ibadah kepada Allah SWT. Karena merupakan pertanda hubungan
antara hamba dan pencipta pada setiap saat dan tempat.[6]
b)
Tawakal
Hakikat tawakal adalah enyerahkan
segala usrusan kepada Allah Azza wa Jalla,
membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menampaki
kawasan-kawasan hukum dan ketentuan.
2. Aklak
terhadap Diri Sendiri
a.
Sabar
Secara etimologis, sabar (ash-shabr)
berarti menahan dan mengekang (al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar
berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap
ridha Allah.
Sabar dapat didefinisikan dengan
tahan menderita dan menerima cobaan dengan hati rida serta menyerahkan diri
kepada Allah SWT. Sabar terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Sabar dari maksiat, artinya bersabar
diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama.
2)
Sabar karena taat kepada Allah SWT,
artinya sabar untuk tetap melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala
larangan-Nya sengan senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada-Nya.
3)
Sabar karena musibah, artinya sabar
ketika ditimpa kemalangan dan ujian, serta cobaan dari Allah SWT.
b.
Syukur
Syukur merupakan sikap seseorang
untuk tidak menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT dalam melakukan
maksiat kepada-Nya. Bentuk syukur in ditandai dengan keyakinan hati bahwa
nikmat yang diperoleh berasal dari Allah SWT, bukan selain-Nya, lalu diikuti
pujian oleh lisan, dan tidak menggunakan
nikmat untuk ssesuatu yang dibenci pemberinya.
c.
Menunaikan Amanah
Pengertian Amanah menurut arti bahasa
adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau kejujuran, kebalikan dari
khianat. Amanah adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan
jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta
benda, rahasia, ataupun tugas kewajiban.
Amanah dalam pengertian yang sempit
adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk
semula. Sedangkan dalam pengertian yang luas amanah mencakup banyak hal:
menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya
sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain-lain
sebagainya.
d.
Benar atau Jujur
Maksud akhlak terpuji ini adalah
berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. Benar
dalam perkataan adalah mengatakan keadaan yang sebenarnya, tidak mengada-ngada
dan tidak pula menyembunyikannya.
e.
Menepati Janji (al-wafa’)
Dalam Islam, janji merupakan utang.
Utang harus dibayar (ditepati). Kalau kita mengadakan perjanjian pada hari
tertentu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya. Janji mengandung
tangung jawab.
f.
Memelihara kesucian diri
Memelihara kesucian diri (al-iffah)
adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan.
Secara etimologis iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu’iffah yang
berarti menjauhkan dari hal-hal yang tidak baik dan juga berarti kesucian
tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya.[7]
3. Akhlak
Terhadap Keluarga
a.
Berbakti kepada orang tua
Berkati kepada orang tua merupakan
faktor utama diterimanya doa seseorang, juga merupakan amal saleh paling utama
yang dilakukan oleh seorang muslim.
b.
Bersikap baik kepada saudara
Agama islam memerintahkan untuk
berbuat baik kepada sanak saudara atau kaum kerabat sesudah menunaikan
kewajiban kepada Allah SWT dan ibu bapak. Hidup damai dengan saudara dapat
tercapai apabila tetap terjalin dengan saling pengertian dan tolong menolong.
4. Akhlak
Terhadap Masyarakat
a.
Berbuat baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang terdekat dengan
kita. Dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan,
mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini adalah orang yang tinggal
berdekatan dengan rumah kita.
b.
Suka menolong Orang lain
Orang mukmin apabila melihat orang
lain tertimpa kesusahan akan tergerak hatinya untuk menolong mereka sesuai
dengan kemampuannya. Apabila tidak asa bantuan berupa benda, kita dapat
membantu orang tersebut dengan nasehat atau kata-kata yang dapat menghibur
hatinya.
5. Akhlak
Terhadap Lingkungan
Dalam pamdangan akhlak
islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik
bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk
menghormati proses-proses yang sedang berjalan dan terhadap semua proses yang
sedang terjadi
Macam-macam Akhlak Tercela
(akhlak Madzmumah)
Kata
mazmumah berasal dari bahasa arab yang artinya tercela. Akhlak mazmumah artinya
akhlak tercela. Istilah ini digunakan oleh beberapa kitab tentang akhlak,
seperti Ihya ‘Ulum Ad-Din dan Ar-Risalah Al-Qusairiyyah.
1.
Syirik
Syirik secara
bahasa adalah menyamakan dua hal, sedang menurut pengertian istilah, terdiri
atas definisi umum dan definisi khusus. Definisi umum adalah menyamakan sesuatu
dengan Allah dalam hal-hal yang secara khusus dimilik Allah. Definisi syirik
secara khusus adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT dan memperlakukannya
seperti Allah SWT seperti berdoa dan meminta syafaat.
2.
Kufur
Kufur secara bahasa
berarti menutupi. Kufur merupakan kata sifat dari kafir. Jadi, kafir adalah
orangnya, sedangkan kufur adalah
sifatnya. Menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya, baik dengan mendustakan atau tidak mendustakan.[8]
3.
Nifak dan Fasik
Secara bahasa,
nifak berarti lubang tempat keluarnya yarbu (binatang sejenis tikus) dari
sarangnya. Jika ia dicari dari lubang yang satu, ia akan keluar dari lubang
lain. Dikatakan pula, kata nifak berasal dari kata yang berarti lubang bawah
tanah tempat bersenmbunyi.
4.
Takabur dan Ujub
Takabur
terbagi menjadi dua bagian, yaitu takabur batin dan lahir, takabur batin adalah
perilaku dan akhlak diri, sedangkan takabur lahir adalah perbuatan-perbuatan
anggota tubuh yang muncul dari takabur batin. Perbuatan-perbuatan buruk yang
muncul dari takabur batin sangat banyak sehingga tidak dapat disebutkan satu
persatu.
5.
Ujub
Diantara sifat
buruk manusia yang banyak merusak kehidupan adalah dengki. Dalam bahasa Arab,
dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah
memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain,
kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut dipeoleh
dengan tidak sewajarnya.
6.
Gibah
Raghib
Al-Ashfahani menjelaskan bahwa gibah adalah membicarakan aib orang lain dan
tidak ada keperluan dalam penyebutannya. Al-Ghazali menjelasan bahwa gibah
adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain yang apabila
penuturan itu sampai pada yang bersangkutan, ia tidak menyukainya.
7.
Riya’
Riya’
merupakan salah satu sifat tercela yang harus dibuang jauh-jauh dalam jiwa kaum
muslim karena riya’ dapat mengugurkan amal ibadah. Riya’ adalah memperlihatkan
diri kepada orang lain. Maksudnya beramal bukan karena Allah SWT, tetapi karena
manusia, riya’ ini erat hubungannya dengan sifat takabur.
C.
Aplikasi Akhlak dalam Kehidupan
Sehari-hari
Di dalam hati yang bersih,iman tumbuh
dan bekembang.Ia menebarkan cahaya ke seluruh anggota badan lahir batin. Jika
indikator manusia berakhlak adalah manusia yang tertanam di dalam hatinya iman
yang kokoh, maka tasawuf adalah upaya bagaimana kiat-kiat agar iman itu
“istiqamah” dan tetap kokoh.
Tasawuf adalah upaya spiritual
bagaimana agar manusia dapat memiliki akhlak al-karimah. Caranya yaitu dengan
cara tasfiat al-qalb. Metode tasfiat al-qalb yang disepakati oleh para sufi
adalah dawam al-zikir (selalu ingat kepada tuhan). Zikir adalah ruh amal saleh.[9]
Tujuh alasan zikir menjadi pola
tasfiat al-qalb yang disepakati sufi dan dimajukan secara nagli.
1. Perintah
zikir dalam al-Qur’an dating ada secara mutlak dalam arti tidak diikat dengan
pernyataan-pernyataan yang lain dan ada yang perintahnnya dikaitkan dengan
ikatan-ikatan yang lain.
2. Larangan
berlaku sebaliknya yaitu lupa dan lalai dari zikir.
3. Kebahagiaan
yang akan diperoleh manusia dikaitkan dengan banyak dan istiqamah dalam berdzikir.
4. Pujian
Allah dialamatkan kepada ahli zikir dan Allah menjanjikan bagi mereka ampunan
dan surga.
5. Informasi
allah bahwa kerugian bagi orang yang bersikap sebaliknya yakni tidak berdzikir.
6. Allah
menjadikan zikir hamba kepada-Nya sebagai sarat zikirnya Allah kepada mereka.
7. Pernyataan
Allah secara jelas bahwa zikir adalah perkara yang amat besar .Zikir adalah
ketaatan yang paling utama dan yang dimaksud ketaatan adalah taat secara total
yakni melakukan zikir yang merupakan rahasia dan ruh ketaatan.[10]
Menurut
ilmu akhlak kebiasaan yang baik harus disempurnakan dan kebiasaan yang jelek
harus dihilangkan. Kebiasaan merupakan faktor yang paling penting dalam
menentukan dan membentuk akhlak seseorang. Sejak awal Nabi menganjurkan agar
anak dibiasakan melakukan kewajiban – kewajiban. Nabi bersabda :
Artinya: “Suruhlah
anak-anakmu mengerjakan shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun, dan ambilah
tindakan tegas pada waktu mereka berumur sepuluh tahun”. (H.R Tirmizi).
Dalam
akhlak “keutamaan” tidaklah cukup dengan hanya mengetahui apakah “keutamaan
itu”, tetapi harus ditambah dengan melatihnya dan terus menerus mengerjakannya
atau mencari jalan lain untuk menjadi orang-orang yang memiliki keutamaan dan
kebaikan (ahl al-fadl wa al-khair). Al-Ghazali menjelaskan secara singkat ada
tiga cara untuk mencapai akhlak yang baik. Cara pertama ialah akhlak yang
merupakan anugerah dan kasih saying Allah yakni orang memiliki akhlak baik secara
alamiah (bi al-thabi’ah wa al-fithrah). Kedua dengan “mujahadah” (menahan diri)
dan ketiga dengan “Riyadhah” melatih diri secara spiritual.
D.
Metode Pembentukan Akhlak
Minimal ada 6 (enam) metode pembinaan
akhlak dalam perspektif Islam ; metode yang diambil dari al-Qur’an dan Hadis,
serta pendapat pakar pendidikan Islam :
1. Metode
Uswah (teladan)
Teladan adalah
sesuatu yang pantas untuk diikuti, karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia teladan yang harus dicontoh dan diteladani adalah Rasulullah SAW,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Ahzab ayat 21 : “Sesungguhnya
terdapat dalam diri Rasulullah itu, teladan yang baik bagimu.”
Jadi, sikap
dan perilaku yang harus dicontoh, adalah sikap dan perilaku Rasulullah SAW,
karena sudah teruji dan diakui oleh Allah SWT. Aplikasi metode teladan,
diantaranya adalah, tidak menjelek-jelekkan seseorang, menghormati orang lain,
membantu orang yang membutuhkan pertolongan, berpakaian yang sopan, tidak
berbohong, tidak berjanji mungkir, membersihkan lingkungan, dan lain-lain ;
yang paling penting orang yang diteladani, harus berusaha berprestasi dalam
bidang tugasnya.
2. Metode
Ta’widiyah (pembiasaan)
Secara
etimologi, pembiasaan asal katanya adalah biasa. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, biasa artinya lazim atau umum ; seperti sedia kala ; sudah merupakan
hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.[11]
Muhammad
Mursyi dalam bukunya “Seni Mendidik Anak”, menyampaikan nasehat Imam al-Ghazali
: “Seorang anak adalah amanah (titipan) bagi orang tuanya, hatinya sangat
bersih bagaikan mutiara, jika dibiasakan dan diajarkan sesuatu kebaikan, maka
ia akan tumbuh dewasa dengan tetap melakukan kebaikan tersebut, sehingga ia
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat”
Dalam ilmu
jiwa perkembangan, dikenal teori konvergensi, dimana pribadi dapat dibentuk
oleh lingkungannya, dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Salah
satu cara yang dapat dilakukan, untuk mengembangkan potensi dasar tersebut, adalah
melalui kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, kebiasaan yang baik dapat menempa
pribadi yang berakhlak mulia.
Aplikasi
metode pembiasaan tersebut, diantaranya adalah, terbiasa dalam keadaan
berwudhu’, terbiasa tidur tidak terlalu malam dan bangun tidak kesiangan,
terbiasa membaca al-Qur’ab dan Asma ul-husna shalat berjamaah di
masjid/mushalla, terbiasa berpuasa sekali sebulan, terbiasa makan dengan tangan
kanan dan lain-lain. Pembiasaan yang baik adalah metode yang ampuh untuk
meningkatkan akhlak peserta didik dan anak didik.
3. Metode
Mau’izhah (nasehat)
Kata mau’izhah
berasal dari kata wa’zhu, yang berarti nasehat yang terpuji, memotivasi untuk
melaksanakannya dengan perkataan yang lembut.
Allah
berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 232 :…”Itulah yang dinasehatkan kepada
orang-orang yang beriman diantara kalian, yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian”…
Aplikasi
metode nasehat, diantaranya adalah, nasehat dengan argumen logika, nasehat
tentang keuniversalan Islam, nasehat yang berwibawa, nasehat dari aspek hukum,
nasehat tentang “amar ma’ruf nahi
mungkar”, nasehat tentang amal ibadah dan lain-lain. Namun yang paling penting,
si pemberi nasehat harus mengamalkan terlebih dahulu apa yang dinasehatkan
tersebut, kalau tidak demikian, maka nasehat hanya akan menjadi lips-service.
4. Metode
Qishshah (ceritera)
Qishshah dalam
pendidikan mengandung arti, suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran,
dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal,
baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.
Dalam
pendidikan Islam, ceritera yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis merupakan
metode pendidikan yang sangat penting,
alasannya, ceritera dalam al-Qur’an dan Hadis, selalu memikat, menyentuh
perasaan dan mendidik perasaan keimanan, contoh, surah Yusuf, surah Bani Israil
dan lain-lain.
Aplikasi
metode qishshah ini, diantaranya adalah, memperdengarkan casset, video dan
ceritera-ceritera tertulis atau bergambar. Pendidik harus membuka kesempatan
bagi anak didik untuk bertanya, setelah itu menjelaskan tentang hikmah qishshah
dalam meningkatkan akhlak mulia.
5. Metode
Amtsal (perumpamaan)
Metode
perumpamaan adalah metode yang banyak dipergunakan dalam al-Qur’an dan Hadis
untuk mewujudkan akhlak mulia. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat
17 : “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”… Dalam
beberapa literatur Islam, ditemukan banyak sekali perumpamaan, seperti
mengumpamakan orang yang lemah laksana kupu-kupu, orang yang tinggi seperti
jerapah, orang yang berani seperti singa, orang gemuk seperti gajah, orang
kurus seperti tongkat, orang ikut-ikutan seperti beo dan lain-lain. Disarankan
untuk mencari perumpamaan yang baik, ketika berbicara dengan anak didik, karena
perumpamaan itu, akan melekat pada pikirannnya dan sulit untuk dilupakan.
Aplikasi
metode perumpamaan, diantaranya adalah, materi yang diajarkan bersifat abstrak,
membandingkan dua masalah yang selevel dan guru/orang tua tidak boleh salah
dalam membandingkan, karena akan membingungkan anak didik.
Metode
perumpamaan ini akan dapat memberi pemahaman yang mendalam, terhadap hal-hal
yang sulit dicerna oleh perasaan. Apabila perasaan sudah disentuh, akan
terwujudlah peserta didik yang memiliki akhlak mulia dengan penuh kesadaran.
6. Metode
Tsawab (ganjaran)
Armai Arief
dalam bukunya, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, menjelaskan
pengertian tsawab itu, sebagai : “hadiah ; hukuman. Metode ini juga penting
dalam pembinaan akhlak, karena hadiah dan hukuman sama artinya dengan reward
and punisment dalam pendidikan Barat. Hadiah bisa menjadi dorongan spiritual
dalam bersikap baik, sedangkan hukuman dapat menjadi remote control, dari
perbuatan tidak terpuji.
Aplikasi
metode ganjaran yang berbentuk hadiah, diantaranya adalah, memanggil dengan
panggilan kesayangan, memberikan pujian, memberikan maaf atas kesalahan mereka,
mengeluarkan perkataan yang baik, bermain atau bercanda, menyambutnya dengan
ramah, meneleponnya kalau perlu dan lain-lain.
Aplikasi
metode ganjaran yang berbentuk hukuman, diantaranya, pandangan yang sinis,
memuji orang lain dihadapannya, tidak mempedulikannya, memberikan ancaman yang
positif dan menjewernya sebagai alternatif terakhir. Hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Nawawi dari Abdullah bin Basr al-Mani, ia berkata : “Aku telah diutus
oleh ibuku, dengan membawa beberapa biji anggur untuk disampaikan kepada
Rasulullah, kemudian aku memakannya sebelum aku sampaikan kepada beliau, dan
ketika aku mendatangi Rasulullah, beliau menjewer telingaku sambil berseru ;
wahai penipu”.
Dari Hadis di atas, dapat
dikemukakan, bahwa menjewer telinga anak didik, boleh-boleh saja, asal tidak
menyakiti. Namun di negeri ini, terjadi hal yang dilematis, menjewer telinga
anak didik, bisa-bisa berurusan dengan pihak berwajib, karena adanya
Undang-Undang Perlindungan Anak. Pernah terjadi seorang guru, karena menjewer
telinga anak didiknya yang datang terlambat, orang tua siswanya lalu melaporkan
ke polisi, lalu sang guru terpaksa masuk sel. Oleh karena itu ke depan, perlu
pula dibuat Undang-Undang Perlindungan Guru, sehingga guru dalam melaksanakan
tugasnya, lebih aman dan nyaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak terpuji merupakan terjemahan
dari ungkapan bahasa Arab akhlaq mahmudah. Mahmudah merupakan bentuk maf”ul
dari kata hamida yang berarti “di puji”. Akhlak terpuji disebut pula dengan
akhlaq karimah (akhlak mulia), atau makarim al-akhlaq (akhlak mulia), atau
al-akhlaq al-munjiyat (ahlak yang menyelamatkan pelakunya).
Macam-macam akhlak
terpuji:
1.
Akhlak terhadap Allah SWT
2.
Akhlak terhadap diri sendiri
3.
Akhlak terhadap keluarga
4.
Akhlak terhadap masyarakat
5.
Akahlak terhadap lingkungan
Segala
bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebut akhlak tercela.
Akhlak tercela merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan
seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia.
Macam-macam akhlak
tercela:
1. Syirik
2. Kufur
3. Nifak
dan fasik
4. Takabur
dan ujub
5. Dengki
6. Gibah
7. Riya’
B.
Saran
Alhamdulillah akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini, segala koreksi dan saran demi kesempurnaan makalah
ini penyusun harapkan sebagai bentuk kepedulian bagi yang ingin menambah
khazanah kekeliruan dan sebagai bahan untuk memperbaiki dari apa yang telah
disusunnya. Sehingga mudah-mudahan kedepannya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asmaran,As, Pengantar
Study Akhlak/ Asmaran As.(Jakarta: PT Raja Grafndo Perda,1994)
Sinaga,
Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004)
Yunahar Ilyas. Kuliah
Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
Rosihon Anwar. Akhlak
Tasawuf.(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010)
Al-Jazairi,
Syekh Abu Bakar. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. (Lentera: Jakarta. 2003)
Marzuki, Pembinaan
Akhlak Mulia Dalam Berhubungan Antar Sesama Manusia Dalam Perspektif Islam, (Jurnal
Pdf HUMANIKA Vol. 9 No. 1, Maret 2009),
[1] Asmaran,As, Pengantar Study Akhlak/ Asmaran As.(Jakarta: PT
Raja Grafndo Perda,1994) h. 44
[2] Asmaran,As, Pengantar Study Akhlak/ Asmaran As.(Jakarta: PT
Raja Grafndo Perda,1994) h. 45
[3] Asmaran,As, Pengantar Study Akhlak/ Asmaran As. … h. 48
[4] Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004), h.
31
[5] Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999) hlm. 134
[6] Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf.(Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010) hlm. 96
[7] Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999) hlm. 135
[8] Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999) hlm. 137
[9] Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf.(Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010) hlm. 92
[10] Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. Mengenal Etika dan Akhlak Islam.
(Lentera: Jakarta. 2003)
[11] Marzuki, Pembinaan Akhlak Mulia Dalam Berhubungan Antar Sesama
Manusia Dalam Perspektif Islam, (Jurnal Pdf HUMANIKA Vol. 9 No. 1, Maret
2009), hal. 25
No comments:
Post a Comment