BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zakat
adalah satu dari lima rukun islam yang Allah tetapkan untuk dijalankan oleh
seluruh ummat muslim. Namun begitu, zakat yang diwajibkan tersebut ternyata
tidak hanya memiliki dampak yang berdimensi teologis, namun lebih dari itu,
zakat berdampak yang baik pada dimensi sosial dan ekonomi. Karena selain zakat
membersihkan harta seorang muslim yang mengeluarkannya, ia juga memberikan
kemudahan finansial bagi para pihak yang berhak mendapatkannya (mustahik)
sehingga terselesaikan masalah-masalah sosial yang ada.
Berdasarkan
data yang dihimpun oleh BAZNAS, paling tidak Indonesia memiliki potensi zakat
terkumpul setidaknya 200 triliun rupiah di tiap tahunnya. Namun dari potensi
tersebut, yang hingga saat ini dapat terrealisasikan atau dikelola oleh BAZNAS
hanyalah sebesar 3,3 triliun rupiah atau sekitar 1,5 persen saja] Tentu
terdapat sejumlah factor yang menjadi penyebab dari tidak optimalnya
penghimpunan zakat tersebut. Selain karena tingkat kesadaran ummat atas
kewajiban berzakat yang masih rendah, diantara faktor penyebabnya ialah tidak
atau kurang optimalnya pihak yang mengelola dana zakat tersebut (Amil Zakat).[1]
Dalam
rangka mengoptimalkan pengelolaan zakat tersebut, tercatat dalam sejarah
sejumlah langkah ditempuh oleh umat islam. Diantaranya adalah dengan
menghadirkan dasar hukum positif mengenai pengelolaan zakat dalam Undang-undang
Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang kemudian diperbaharui dengan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Juga tentunya
dengan kehadiran KHES yang didalamnya terdapat pembahasan khusus mengenai
zakat.
Makalah
ini akan membahas mengenai Badan Amil Zakat dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Islam. Bagaimana peran Badan Amil Zakat tersebut? Juga bagaimana pengelolaan
zakat di dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan zakat dan dalilnya?
2. Bagaimana penjelasan mengenai zakat dan lembaga
pengelolanya?
3. Lembaga-lembaga apa saja pengelola zakat?
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan zakat dan
dalilnya
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai zakat dan
lembaga pengelolanya
3. Untuk mengetahui lembaga-lembaga apa saja
pengelola zakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
dan Dalil Zakat
Zakat
menurut bahasa, ialah subur, bertambah. Sedangkan menurut istilah ialah, jumlah
harta yang dikeluakan untuk diberikan kepada golongan yang telah ditetapkan
syara’. Dari segi bahasa, kata zakat merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka
yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Dari segi istilah
fikih, zakat adalah sebutan bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh
Allah SWT agar diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahak).[2]
Zakat
juga adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang
dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Shadaqah
adalah barang yang diberikan, semata-mata karena mengharapkan pahala.
Adapun
dalil ataupun dasar hukum diwajibkannya zakat, diantaranya yaitu:
.وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ
الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.(QS. al-Baqarah
(2): 43).
وَمَا اُمِيْرُوْآ
اِلاَّ لِيَعْبُدُواللَّهَ مُخْلِضِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوا
الصَّلوةَ وَيُؤْتُواالزَكَوةَ وَذالِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(QS. al-Bayyinah:
(98): 5).
Dalil dari sunnah antara
lain sabda Nabi SAW:
“Islam dibangun di
atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan”
B.
Zakat
dan Lembaga Pengelola
Sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
yang dimaksusd dengan Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.”[3]
Dalam prakteknya, kegiatan pengelolaan zakat tentunya dilakukan oleh lembaga
pengelola zakat (LPZ). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia
terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga
yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil
Zakat atau LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang
yang sama, terdapat pula Unit Pengumpul Zakat atau UPZ yaitu satuan organisasi
yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
1. Asas-asas Lembaga Pengelola Zakat
Dalam UU No. 23 Tahun 2011, disebutkan bahwa Asas-asas
Lembaga Pengelola Zakat adalah:
a. Syariat Islam.
Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, Lembaga Pengelola Zakat haruslah berpedoman
sesuai dengan syariat Islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai hingga
tata cara pendistribusian zakat.
b.
Amanah.
Lembaga
Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yangdapat dipercaya.
c.
Kemanfaatan.
Lembaga
Pengelola Zakat harus mampu memberikanmanfaat yang sebesar-besarnya bagi
mustahik.
d.
Keadilan.
Dalam
mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harusmampu bertindak adil.
e.
Kepastian
hukum.
Muzakki
dan mustahik harus memiliki jaminan dankepastian hukum dalam proses pengelolaan
zakat.
f.
Terintegrasi.
Pengelolaan
zakat harus dilakukan secara hierarkis sehinggamampu meningkatkan kinerja
pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat.
g.
Akuntabilitas.
Pengelolaan
zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh
masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas
sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program
penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh mustahik dan memiliki nilai
manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga harus bersikap
responsif terhadap kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini
mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan
kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena
sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh organ organisasi pengelola zakat telah
memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat
tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan asas-asas
pengelolaan zakat.
2. Tujuan Pengelolaan Zakat
a.
Meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Pengelolaan
zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai tujuan inti
dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan
efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana zakat yang ada dengan maksimal.
b.
Meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan
Pengelolaan
zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang
yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk
hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan
pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.
C.
Lembaga-lembaga
Pengelola Zakat
1. BAZNAS
BAZNAS memiliki sejumlah fungsi; perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Selain itu BAZNAS juga berfungsi menyelenggarakan
pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Adapun
pelaporan dan pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan secara tertulis kepada
Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik
Indonesia paling sedikit sekali dalam setahun.[4]
BAZNAS sendiri dianggotai oleh sebelas orang anggota
yang diperinci terdiri atas delapan orang dari unsur masyarakat dan tiga orang
dari unsur pemerintah. Dengan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil
ketua, anggota BAZNAS menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali
untuk satu kali masa jabatan. BAZNAS memiliki secretariat yang dibentuk khusus.
BAZNAS juga dapat mendirikan BAZNAS tingkat kabupaten dan provinsi.
Untuk menjalankan operasional, BAZNAS dibiayai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Hak Amil. Sedangkan untuk
BAZNAS Kabupaten/Kota dan Provinsi dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan Hak Amil.
2. LAZ
a.
Pengertian
Sebagaimana
diketahui bahwa keberadaan LAZ memiliki tujuan untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Maka dalam pendiriannya,
terdapat sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi;[5]
Organisasi
pengelola zakat selain dari Badan Amil
Zakat (BAZ) adalah Lembaga Amil Zakat
atau LAZ, di dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 pasal 1 Undang-Undang
tentang pengelolaan zakat, mendefinisikan bahwa Lembaga Amil Zakat yang
selanjutnya disebut dengan LAZ merupkan Lembaga
yang dibentuk masyarakat
yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Lembaga
Amil Zakat juga didefinisikan sebagai intitusi pengelolaan zakat yang sepenunya
dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang
da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat
dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ
memberikan laporan kepada pemerintah
sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
Terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan sosial.
a.
Berbentuk
lembaga berbadan hukum.
b.
Mendapat
rekomendasi dari BAZNAS.
c.
Memiliki
pengawas syariah.
d.
Memiliki
kemampuan teknis, administrative, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya.
e.
Bersifat
nirlaba.
f.
Memiliki
program untuk mendayagunakan zakat, dan
g.
Bersedia
diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Kemudian, LAZ berkewajiban melaporkan
pelaksanaan pengumpulan, pendsitribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Dalam menjalankan operasionalnya, LAZ dapat
menggunakan hak Amil Zakat.
b.
Pengukuhan
Lembaga Amil Zakat
Pengukuhan
LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan.
Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian
persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi
memenuhi persyaratan. Pemerintah yang dimaksud adalah :
1)
Di pusat
dilakukan oleh Menteri Agama.
2)
Di daerah
propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi.
3)
Di daerah
Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota.
4)
Di daerah
Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c.
Syarat-syarat
Lembaga Amil Zakat
Lembaga
Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus
memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 KMA) :[6]
1)
Berbadan
hukum;
2)
Memiliki
data muzaki dan mustahiq;
3)
Memiliki
program kerja;
4)
Memiliki
pembukuan;
5)
Melampirkan
surat pernyataan bersedia diaudit.
3. UPZ
a.
Pengertian
Upz Baznas
Unit
pengumpul zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di
semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan zakat untuk melayani muzakki, yang
berada pada desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah dan swasta, baik dalam
negeri maupun luar negeri.[7]
Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,
kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
b.
Operasional
UPZ Baznas
Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan salah satu amanah dari keberadaan UU
No.23 tahun 2011 yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan zakat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Keputusan
Dirjen Bimbingan Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2001 pasal 9 ayat (2),
BAZNAS dapat membentuk Unit Pengempulan Zakat (UPZ) pada instansi/lembaga
pemerintah pusat, BUMN, dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibukota
Negara dan pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan
Keputusan Dirjen Bimbingan Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2011 pasal 9
ayat (1), definisi UPZ atau Unit Pengumpul Zakat adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas untuk melayani
muzakki yang menyerahkan zakatnya.
Penghimpunan Zakat
1)
Melakukan
sosialisasi kewajiban ZIS di wilayahnya
2)
Memberikan
pelayanan kepada muzakki
3)
Mengumpulkan
dana zakat dan non zakat
4)
Mengadministrasikan
pengumpulan dana ZIS
5)
Mengelola
database muzakki
6)
Memberikan
laporan kegiatan pengumpulan ZIS di UPZ
Penyaluran/Pendayagunaan
Zakat
1)
Membuat
program penyaluran yang tepat sesuai Syari’ah
2)
Menyalurkan
dana ZIS kepada mustahik
3)
Mengadministrasikan
dana ZIS kepada mustahik
4)
Melakukan
pembinaan dan monitoring kepada mustahik
5)
Mengelola
database mustahik
6)
Memberikan
laporan penyaluran UPZ
Prosedur Pendirian UPZ
1)
Instansi
mengajukan permohonan pembentukan UPZ kepada BAZNAS
2)
BAZNAS
melakukan evaluasi dan seleksi yang dapat dilakukan baik berdasarkan data
maupun dengan melakukan kunjungan
Berdasarkan hasil evaluasi, apabila UPZ
sesuai dengan kriteria BAZNAS, maka BAZNAS akan memberikan Surat Keputusan
Pengukuhan UPZ BAZNAS kepada instansi tersebut.[8]
Setelah Surat Pengukuhan UPZ Mitra
dilanjutkan dengan Perjanjian Kerjasama untuk mengatur teknis operasional
kemitraan BAZNAS dengan UPZ Mitra
c.
Manfaat
Menjadi UPZ BAZNAS
1.
Legalitas:
Dengan
menjadi UPZ BAZNAS, instansi/lembaga secara hukum sudah sah bertindak melakukan
kegiatan pengumpulan zakat berdasarkan SK (Surat Keputusan) Ketua Umum BAZNAS
2.
Standarisasi
Kualitas:
Dengan
menjadi UPZ BAZNAS, operasional UPZ telah distandarisasi sesuai prinsip
pengelolaan zakat yang benar
3.
Optimalisasi
Pelayanan:
Pelayanan
yang diberikan oleh UPZ BAZNAS semakin optimal dengan adanya kewenangan
memberikan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dicetak oleh BAZNAS. BSZ tersebut dapat
dijadikan sebagai bukti bahwa zakat yang dibayarkan dapat diperhitungkan
sebagai pengurang penghasilan kena pajak (zakat sebagai deductible items)
4.
Berkualitas
dan Berkembang:
Kualitas
pelayanan akan semakin meningkat dan berkembang dengan berbagai program
upgrading (pelatihan) yang diselenggarakan oleh BAZNAS
5.
Bagian
dari Jaringan Zakat Nasional:
Sebagai
bagian dari jaringan zakat nasional, ada standarisasi kebijakan, sistem,
prosedur, materi sosialisasi, dll sehingga upaya menanggulangi kemiskinan
melalui pendayagunaan ZIS dapat terukur dengan jelas
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengelolaan
zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw, pengelolaan
dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan
baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam
Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran
dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), serta
berbagai ketentuan lainnya.
Dalam
rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus
dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat
juga harus akuntabel, yaitu amanah terhadap kepercayaan yang diberikan oleh
muzakki dan juga amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq, dalam arti
tepat sasaran dan tepat guna.
B.
Saran
Demikianlah
makalah yang mengakaji tentang pengelolaan zakat di indoneia, dengan adanya
mkalah ini yang mencoba mengkaji meski sedikian, namun pengetahuna tentang
sisitem pengelolaan zakat setidak nya dapat dipahami. Demikianlah makalah ini, dibuat mudahan-mudahan dapat
bermamfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Sasono, Adi,
dkk, Solusi Islam atas Problematika Umat; Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Syamsul Rizal
Hamid, Petuah Rasulullah Saw. Seputar Masalah Zakat & Puasa, (Jakarta; Cahaya Salam, 2006)
Mahkamah Agung
RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan pertama. (Jakarta, 2003)
Mahmudi, Penguatan
Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. (Ekbisi
2009, volume 4 Nomor 1)
Didin
Harifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, ( jakarta, Gema Insani,
cetakan ketiga, 2004)
M.Zaidi Abdad,Lembaga
Perekonomian Ummat Di Dunia Islam, ( Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama
2003)
Syarif
Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah Tanpa Khalifah ZAKAT, (Al Kautsar Prima, Jakarta, 2008)
Muhammad Daud
Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press, 2006)
[1] Sasono, Adi, dkk, Solusi Islam atas Problematika Umat; Ekonomi,
Pendidikan, dan Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 47.
[2] Syamsul Rizal Hamid, Petuah
Rasulullah Saw. Seputar Masalah Zakat & Puasa, (Jakarta; Cahaya Salam, 2006), h. 48.
[3] Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan
pertama. (Jakarta, 2003), h. 203.
[4] Mahmudi, Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan
Organisasi Pengelola Zakat. (Ekbisi 2009, volume 4 Nomor 1), h. 69
[5] Didin Harifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, (
jakarta, Gema Insani, cetakan ketiga, 2004) hlm.124
[6] M.Zaidi Abdad,Lembaga Perekonomian Ummat Di Dunia Islam, (
Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama 2003) hlm.35
[7] Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah Tanpa
Khalifah ZAKAT, (Al Kautsar Prima,
Jakarta, 2008), h. 67
[8] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf,
(Jakarta: UI-Press, 2006)
No comments:
Post a Comment