Sunday, April 28, 2019

Makalah Organisasi Pengelolaan Zakat yang Dikelola Pemeruntah ataupun Swasta


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Zakat adalah satu dari lima rukun islam yang Allah tetapkan untuk dijalankan oleh seluruh ummat muslim. Namun begitu, zakat yang diwajibkan tersebut ternyata tidak hanya memiliki dampak yang berdimensi teologis, namun lebih dari itu, zakat berdampak yang baik pada dimensi sosial dan ekonomi. Karena selain zakat membersihkan harta seorang muslim yang mengeluarkannya, ia juga memberikan kemudahan finansial bagi para pihak yang berhak mendapatkannya (mustahik) sehingga terselesaikan masalah-masalah sosial yang ada.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BAZNAS, paling tidak Indonesia memiliki potensi zakat terkumpul setidaknya 200 triliun rupiah di tiap tahunnya. Namun dari potensi tersebut, yang hingga saat ini dapat terrealisasikan atau dikelola oleh BAZNAS hanyalah sebesar 3,3 triliun rupiah atau sekitar 1,5 persen saja] Tentu terdapat sejumlah factor yang menjadi penyebab dari tidak optimalnya penghimpunan zakat tersebut. Selain karena tingkat kesadaran ummat atas kewajiban berzakat yang masih rendah, diantara faktor penyebabnya ialah tidak atau kurang optimalnya pihak yang mengelola dana zakat tersebut (Amil Zakat).[1]
Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan zakat tersebut, tercatat dalam sejarah sejumlah langkah ditempuh oleh umat islam. Diantaranya adalah dengan menghadirkan dasar hukum positif mengenai pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Juga tentunya dengan kehadiran KHES yang didalamnya terdapat pembahasan khusus mengenai zakat.
Makalah ini akan membahas mengenai Badan Amil Zakat dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Islam. Bagaimana peran Badan Amil Zakat tersebut? Juga bagaimana pengelolaan zakat di dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan zakat dan dalilnya?
2.      Bagaimana penjelasan mengenai zakat dan lembaga pengelolanya?
3.      Lembaga-lembaga apa saja pengelola zakat?

C.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan zakat dan dalilnya
2.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai zakat dan lembaga pengelolanya
3.      Untuk mengetahui lembaga-lembaga apa saja pengelola zakat

 



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi dan Dalil Zakat
Zakat menurut bahasa, ialah subur, bertambah. Sedangkan menurut istilah ialah, jumlah harta yang dikeluakan untuk diberikan kepada golongan yang telah ditetapkan syara’. Dari segi bahasa, kata zakat merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Dari segi istilah fikih, zakat adalah sebutan bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT agar diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahak).[2]
Zakat juga adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Shadaqah adalah barang yang diberikan, semata-mata karena mengharapkan pahala.
Adapun dalil ataupun dasar hukum diwajibkannya zakat, diantaranya yaitu:
.وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.(QS. al-Baqarah (2): 43).
وَمَا اُمِيْرُوْآ اِلاَّ لِيَعْبُدُواللَّهَ مُخْلِضِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلوةَ وَيُؤْتُواالزَكَوةَ وَذالِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(QS. al-Bayyinah: (98): 5).
Dalil dari sunnah antara lain sabda Nabi SAW:
“Islam dibangun di atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan  Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan”
B.     Zakat dan Lembaga Pengelola
Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksusd dengan Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.”[3] Dalam prakteknya, kegiatan pengelolaan zakat tentunya dilakukan oleh lembaga pengelola zakat (LPZ). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang yang sama, terdapat pula Unit Pengumpul Zakat atau UPZ yaitu satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
1.      Asas-asas Lembaga Pengelola Zakat
Dalam UU No. 23 Tahun 2011, disebutkan bahwa Asas-asas Lembaga Pengelola Zakat adalah:
a.       Syariat Islam.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Lembaga Pengelola Zakat haruslah berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai hingga tata cara pendistribusian zakat.
b.      Amanah.
Lembaga Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yangdapat dipercaya.
c.       Kemanfaatan.
Lembaga Pengelola Zakat harus mampu memberikanmanfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
d.      Keadilan.
Dalam mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harusmampu bertindak adil.
e.       Kepastian hukum.
Muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dankepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat.
f.        Terintegrasi.
Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis sehinggamampu meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat.
g.       Akuntabilitas.
Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga harus bersikap responsif terhadap kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh organ organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan asas-asas pengelolaan zakat.
2.      Tujuan Pengelolaan Zakat
a.       Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana zakat yang ada dengan maksimal.
b.      Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan
Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.

C.     Lembaga-lembaga Pengelola Zakat
1.      BAZNAS
BAZNAS memiliki sejumlah fungsi; perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu BAZNAS juga berfungsi menyelenggarakan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Adapun pelaporan dan pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia paling sedikit sekali dalam setahun.[4]
BAZNAS sendiri dianggotai oleh sebelas orang anggota yang diperinci terdiri atas delapan orang dari unsur masyarakat dan tiga orang dari unsur pemerintah. Dengan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua, anggota BAZNAS menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. BAZNAS memiliki secretariat yang dibentuk khusus. BAZNAS juga dapat mendirikan BAZNAS tingkat kabupaten dan provinsi.
Untuk menjalankan operasional, BAZNAS dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Hak Amil. Sedangkan untuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan Provinsi dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Hak Amil.
2.      LAZ
a.       Pengertian
Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan LAZ memiliki tujuan untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Maka dalam pendiriannya, terdapat sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi;[5]
Organisasi pengelola zakat selain dari  Badan Amil Zakat (BAZ) adalah  Lembaga Amil Zakat atau LAZ, di dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 pasal 1 Undang-Undang tentang pengelolaan zakat,  mendefinisikan bahwa Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut dengan LAZ merupkan Lembaga  yang  dibentuk  masyarakat  yang memiliki  tugas  membantu  pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Lembaga Amil Zakat juga didefinisikan sebagai intitusi pengelolaan zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan kepada  pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial.
a.       Berbentuk lembaga berbadan hukum.
b.      Mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
c.       Memiliki pengawas syariah.
d.      Memiliki kemampuan teknis, administrative, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya.
e.       Bersifat nirlaba.
f.        Memiliki program untuk mendayagunakan zakat, dan
g.       Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Kemudian, LAZ berkewajiban melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendsitribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.          
Dalam menjalankan operasionalnya, LAZ dapat menggunakan hak Amil Zakat.
b.      Pengukuhan Lembaga Amil Zakat
Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan. Pemerintah yang dimaksud adalah :
1)      Di pusat dilakukan oleh Menteri Agama.
2)      Di daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
3)      Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
4)      Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c.       Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 KMA) :[6]
1)      Berbadan hukum;
2)      Memiliki data muzaki dan mustahiq;
3)      Memiliki program kerja;
4)      Memiliki pembukuan;
5)      Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.

3.      UPZ
a.       Pengertian Upz Baznas
Unit pengumpul zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan zakat untuk melayani muzakki, yang berada pada desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.[7]
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
b.      Operasional UPZ Baznas
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan salah satu amanah dari keberadaan UU No.23 tahun 2011 yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan zakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Keputusan Dirjen Bimbingan Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2001 pasal 9 ayat (2), BAZNAS dapat membentuk Unit Pengempulan Zakat (UPZ) pada instansi/lembaga pemerintah pusat, BUMN, dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibukota Negara dan pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan Keputusan Dirjen Bimbingan Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2011 pasal 9 ayat (1), definisi UPZ atau Unit Pengumpul Zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas untuk melayani muzakki yang menyerahkan zakatnya.
Penghimpunan Zakat
1)      Melakukan sosialisasi kewajiban ZIS di wilayahnya
2)      Memberikan pelayanan kepada muzakki
3)      Mengumpulkan dana zakat dan non zakat
4)      Mengadministrasikan pengumpulan dana ZIS
5)      Mengelola database muzakki
6)      Memberikan laporan kegiatan pengumpulan ZIS di UPZ
Penyaluran/Pendayagunaan Zakat
1)      Membuat program penyaluran yang tepat sesuai Syari’ah
2)      Menyalurkan dana ZIS kepada mustahik
3)      Mengadministrasikan dana ZIS kepada mustahik
4)      Melakukan pembinaan dan monitoring kepada mustahik
5)      Mengelola database mustahik
6)      Memberikan laporan penyaluran UPZ
Prosedur Pendirian UPZ
1)      Instansi mengajukan permohonan pembentukan UPZ kepada BAZNAS
2)      BAZNAS melakukan evaluasi dan seleksi yang dapat dilakukan baik berdasarkan data maupun dengan melakukan kunjungan
Berdasarkan hasil evaluasi, apabila UPZ sesuai dengan kriteria BAZNAS, maka BAZNAS akan memberikan Surat Keputusan Pengukuhan UPZ BAZNAS kepada instansi tersebut.[8]
Setelah Surat Pengukuhan UPZ Mitra dilanjutkan dengan Perjanjian Kerjasama untuk mengatur teknis operasional kemitraan BAZNAS dengan UPZ Mitra
c.       Manfaat Menjadi UPZ BAZNAS
1.      Legalitas:
Dengan menjadi UPZ BAZNAS, instansi/lembaga secara hukum sudah sah bertindak melakukan kegiatan pengumpulan zakat berdasarkan SK (Surat Keputusan) Ketua Umum BAZNAS
2.      Standarisasi Kualitas:
Dengan menjadi UPZ BAZNAS, operasional UPZ telah distandarisasi sesuai prinsip pengelolaan zakat yang benar
3.      Optimalisasi Pelayanan:
Pelayanan yang diberikan oleh UPZ BAZNAS semakin optimal dengan adanya kewenangan memberikan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dicetak oleh BAZNAS. BSZ tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa zakat yang dibayarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (zakat sebagai deductible items)
4.      Berkualitas dan Berkembang:
Kualitas pelayanan akan semakin meningkat dan berkembang dengan berbagai program upgrading (pelatihan) yang diselenggarakan oleh BAZNAS
5.      Bagian dari Jaringan Zakat Nasional:
Sebagai bagian dari jaringan zakat nasional, ada standarisasi kebijakan, sistem, prosedur, materi sosialisasi, dll sehingga upaya menanggulangi kemiskinan melalui pendayagunaan ZIS dapat terukur dengan jelas



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw, pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), serta berbagai ketentuan lainnya.
Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu amanah terhadap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq, dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang mengakaji tentang pengelolaan zakat di indoneia, dengan adanya mkalah ini yang mencoba mengkaji meski sedikian, namun pengetahuna tentang sisitem pengelolaan zakat setidak nya dapat dipahami. Demikianlah  makalah ini, dibuat mudahan-mudahan dapat bermamfaat.



DAFTAR PUSTAKA

Sasono, Adi, dkk, Solusi Islam atas Problematika Umat; Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Syamsul Rizal Hamid, Petuah Rasulullah Saw. Seputar Masalah Zakat & Puasa,  (Jakarta; Cahaya Salam, 2006)

Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan pertama.  (Jakarta, 2003)

Mahmudi, Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. (Ekbisi 2009, volume 4 Nomor 1)

Didin Harifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, ( jakarta, Gema Insani, cetakan ketiga, 2004)

M.Zaidi Abdad,Lembaga Perekonomian Ummat Di Dunia Islam, ( Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama 2003)

Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah Tanpa Khalifah ZAKAT,  (Al Kautsar Prima, Jakarta, 2008)

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press, 2006)



[1] Sasono, Adi, dkk, Solusi Islam atas Problematika Umat; Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 47.
[2]  Syamsul Rizal Hamid, Petuah Rasulullah Saw. Seputar Masalah Zakat & Puasa,  (Jakarta; Cahaya Salam, 2006), h. 48.
[3] Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan pertama.  (Jakarta, 2003), h. 203.
[4] Mahmudi, Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. (Ekbisi 2009, volume 4 Nomor 1), h. 69
[5] Didin Harifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, ( jakarta, Gema Insani, cetakan ketiga, 2004) hlm.124
[6] M.Zaidi Abdad,Lembaga Perekonomian Ummat Di Dunia Islam, ( Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama 2003) hlm.35
[7] Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah Tanpa Khalifah ZAKAT,  (Al Kautsar Prima, Jakarta, 2008), h. 67
[8] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press, 2006)

No comments:

Post a Comment