Thursday, December 20, 2018

Makalah Tentang Macam-macam Hadist dan Kritik Matan Hadist


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Adalah pedoman dari seluruh umat yang ada di seluruh alam ini terutama umat beragama islam,namun disamping itu terdapat hadis yang berfungsi sebagai pelengkap dari Al-Qur’an. Hadis menurut ulama ushul adalah segala perkataan,perbuatan & ketetapan Nabi Muhammad saw. yang bersangkut paut dengan hukum,dan seiring berkembangnya zaman hadis-hadis itu semakin bertambah banyak yang kadang-kadang membuat percekcokan sesema muslim. Penelitian ini akan membahas tentang macam-macam hadis yang kemudian diharapkan timbulnya pemahaman yang lebih mendalam tentang hadis.
Hadist  adalah salah satu aspek  ajaran Islam yang menempati posisi penting dalam pandangan Islam. Al-Qur’an dan nabi dengan sunnahhnya (hadistnya) merupakan dua hal pokok dalam ajaran Islam. Keduannya merupakan hal sentral yang menjadi “jantung” umat Islam. Karena seluruh bangunan  doktrin dan sumber keilmuanya Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut. Oleh karena itu wajar dan logis jika bila perhatian dan aspirasi terhadap keduanya melebihi perhatian dan aspirasi terhadap keduanya melebihi perhatian dan aspirasi terhadap bidang yang lain.Hadist adalah sumber ajaran Islam kedua, setelah Al-Qur’an. Dan hadist nabi Sebagai salah satu sumber ajaran Islam, cukup banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad, utusan Allah. Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah surat al-Hasr 59:7.
Dalam mempelajari hadist Nabi SAW, kita tidak akan pernah terpisah dengan istilah – istilah yang berhubungan dengan ulumul hadist. Pengetahuan tentang istilah-istilah ini akan membantu kita dalam memahami dan mempelajari ulumul hadist. Istilah dalam ilmu hadist sangat banyak baik yang berhubungan dengan macam-macam hadist, generasi periwayat, kegiatan periwayatan, pengutipan hadist dan pembagian khabar individu yang dijadikan sebuah sandaran.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana pedoman dan kedudukan hadist?
2.      Bagaimana Al-Qur’an Sebagai Pendukung Utama?
3.      Apa saja macam-macam hadist?
4.      Bagaimana kritik matan hadist?

C.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pedoman dan kedudukan hadist
2.      Untuk mengetahui Al-Qur’an Sebagai Pendukung Utama
3.      Untuk mengetahui macam-macam hadist
4.      Untuk mengetahui kritik matan hadist
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pedoman dan Kedudukan Hadist
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)
Selain itu, Allah SWT menekankan kembali dalam surat Al-Asyr ayat 7:
…..…وَمَااَتَاكُمْ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهَا كُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا……
“Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)[1]
Demikianlah ulasan mengenai fungsi hadist dalam islam. Semoga kita bisa menjadi hamba yang taat kepada Al Quran dan Al-Hadist. Di samping itu, kita juga perlu jeli dalam membedakan antara hadist yang shahih, dho’if, dan hadist palsu.

B.     Al-Qur’an Sebagai Pendukung Utama
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
  1. Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
  2. Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
  3. Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
  4. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
  5. Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :[2]
1.      Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
2.      Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
3.      Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.

C.     Macam-macam Hadist
1.      Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Perawi
Ditinju dari sedikit banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, hadits terbagi kepada dua macam, yakni:[3]
a)      Hadits mutawatir
Secara lughowi istilah mutawatir berasal dari isim fail musytaq dari al-tawatur yang berarti tatabu’ (datang berturut-turut dan beriringan satu dengan yang lain). Secara istilah yang dimaksud dengan mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak periwayat alam setiap tingkatan satu dengan yang lainnya dan masing-masing periayat tersebut semuanya adil yang tidak memngkinkan mereka itu semuanya sepakat berdusta atau bohong semuanya berandar pada pancaindra.
Syarat-syarat hadits mutawatir:
1)      Bilangan atau jumlah periwayatnya banyak.
2)      Semuanya bersandar pada panca indera.
Macam-macam Mutawatir:[4]
1)      Mutawatir Lafdzi, hadits yang diriwayatkan secara banyak periwayat (mutawatir) dari sisi lafalnya satu dengan yang lain sam seperti hadits nabi Muhammad: منكدبعلي متعمدا
2)      Mutawatir ma’nawi, hadits yang diriwyatkan secara banyak periwayat (mutawatir) dipandang dari sisi lafalnya satu engan yang lain berbeda tetapi masih dalam konteks yang sama (satu makna).
3)      Menurut M. Suhudi Ismail menambahkan Mutawatir ‘amali, amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh Rosululloh SAW, lalu diikuti oleh sahabat nabi Muhammad dan seterusnya sampai umat islam sekarang ini.
b)      Hadits ahad
Yaitu hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir biasanya disebut dengan hadits ahad yang secara bahs dari kata wahid artinya satu. Secara istilah sering diartkan dengan hadits yang jumlah periwayatnya trbatas atau tidak banyak sebagaimana yang terjadi pada hadits mutawatir. Hadits ahad dibagi menjadi tiga.
1)      Masyhur, secara etimologi berarti tersebar atau tersiar (muntasyir). Menurut istilah menurut Ibn Hajar Al- Asqolan hadits adalah hadits yang diriwayatkan lebih dari dua orang tetapi belum mencapai derajat mutawatir. Menurut ulama Hadits Mashur adalah hadits yang memiliki sanat terbatas dan lebih dari dua, namun derajatnya tidak sampai mutawtir. Sebagian ulama terutama ulama ushul al fiqih menyamakan dengan hadits mustafid (sesuatu yang tersiar atau yang terbatas).
Kriteri kesohihan hadits bukan terletak pada kemasyhuran atau populernya sanat tersebut, namun tergantung keriteria kesohihan hadits dan persambungan sanad hadits tersebut. Dengan demikian hadits ang populer dapat bernilai macam-macam. Beberapa bentuk nilai hadits masyhur adalah:
(a)    Sohih, seprti hadits
(b)   Hasan
(c)    Da’if[5]
2)      Aziz
Secara bahasa dari kata عز يعز yang brarti kuat (QS.36:14) atau sedikit/jarang atau disebut juga dengan (Al-nadir) atau disebut juga al-syarif (yang mulia). Adapun secara istilah hadits aziz yaitu hadits yang jumlah periayatnya tidak kurang dari dua orang dalam seluruh tingkatannya
Menurut ibnu hajar Al’Asqalani, definisi lain tentang hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan terbatas dua orang periwayat dalam sebagian tingkatannya dan sebagian lainnya ada yang lebih dari dua periwayat.
Contoh hadits aziz adalah tentang mencintai nabi Muhammad SAW. Yang artinya:
Tidaklah beriman seseorang kepada kami sehingga mencintai diri Nabi dari cintanya kepada orang tua dan akanya.
3)      Garib
Secara etimologi kata garib merupakan kata musyabbih yang bermakna sendirian atau jauh dari keluarganya atau jauh dari tanah air atau sulit dipahami.
Secara istilah hadits garib diriwayatkan oleh satu periwayat saja dengan tidak dipersoalkan dari tabaqot mana saja. Oleh karena itu ada ulama yang menyebut hadits ini dengan istilah hadits fard. Kemungkinan-kemungkinan ke ghoriban suatu hadits:
(a)    Hadits yang ghorib dari sisi matan
Hal ini dikaernakan seluruh matan hadits tidak dikenal oleh ulama hadits.Adanya hal ini disebabkan adanya periwayat sanad yang garib atau sebagian lafat dalam hadits tersebut sulit dipahamikaren dalam masyarakat matan tersebut jarang digunakan, atau dapat berupa lafal hadits tersebut tdak temuat dalam matan yang semakna di sanad-sanad yang lain.
(b)   Hadits yang ghorib dari sisi sanad
Dapat terjadi dua kemungkinan yaitu gorib mutlak dan gorib nisbi yaitu kegoriban terletak pada asal sanad yaitu terletak di tingkat tabi’in atau tabi’ atau tabi’in dan juga dapat terjadi pada setiap tingkatannya. Kegoriban atau kesendirian sanad tidak berlaku pada tingkatan sahabat, hadits tersebut dikarenakan ulama sepakat bahwa periwayat ditingat sahabat dinyatakan adil semuanya walaupun sendirian.[6]
(c)    Hadits yang ghorib dari sisi sanad dan matan
Gabungan dari kedua bentuk diatas. Hadits yang gorib belum tentu bernilai do’if. Dintara hadits yang gorib ada yang sohih. Terhadap kehujjahan hadits ahad, ulama berbed pendapat ada yang mengatakan qad’iy dan ada yang zanni al wurud atau dallahnya.
2.      Macam-Macam Hadits Yang Maqbul Dan Mardud
a.       Hadist Maqbul
Hadis maqbul,secara bahasa berarti yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, hadis maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya. Hadis shahih dan hadis Hassan termasuk dalam hadis maqbul.
1)      Hadis Shahih
Hadis shahih menurut Ibn Salah adalah hadis shahih yang sanadnya bersambung,diriwayatkan oleh periiwayat yang adil dan dabit dari awal sampai akhir sanadnya tidak ada yang syaz dan ‘illat.[7]
Menurut Subhi al-Salih hadis shahih adalah,hadis yang sanadnya bersambung,dikutip oleh periwayat yang adil dan cermat dari orang yang sama hingga berakhir sampai ke Rasulullah SAW. atau kepada sahabat dan tabi’in,bukan hadis yang syaz dan tidak ada ‘illiat.
Kedua pendapat tentang hadis sahih itu di ringkas kembali oleh Imam al-Nawawi ysng mengungkapkan bahwa hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,adil,dabit, tidak ada syaz dan ‘illiat.
Dan dari beberapa pendapat tentang hadis shahih itu dapat di simpulkan bahwa hadis shahih iyalah hadis yang sanadnya bersambung,dirieayatkan oleh periwayat yang adil dan dabit sampai akhir sanadnya,serta tidak ada kejanggalan dan kecacatan. Contoh dari hadis shahih adalah Rukun islam yaitu syahadat,sholat,zakat,puasa dan haji. Yang diriwayatkan oleh Hundalah Ibn Abi Sufyan,Ikrimah ibn Khalid dan Ibn umar ra. Syarat-syarat hadis Shahih :
(a)    seluruh sanadnya bersambung (musnad) ,masing-masing periwayat yang terlibat dalam transmisi harus mendengar langsung dari periwayat sebelumnya.
(b)   Periwayat yang terkandung dalam periwayat hadis harus ‘adil. Kriteria periwayat yang ‘adil adalahberagama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama,memelihara muru’ah.
(c)    Diriwayatkan atas periwayat yang dabit.
(d)   Tidak terdapat adanya syaz.
(e)    Tidak adanya ‘illiat atau kecacatan pada hadis.
Macam-macam hadis Shahih
(1)   Shahih lizatihi, adalah hadis shahih yang telah memenuhi syarat-syarat untuk dinilai shahih secara sempurna.
(2)   Shahih lighairihi,adalah hadis shahih yang awalnya dinilai sebagai hadis Hassan,namun dapat berubah menjadi hadis shahih karena di kuatkkan oleh pndapat dari beberapa periwayat.
2)      Hadis Hassan
Secara bahasa hadis Hassan berarti yang baik atau yang bagus,namun dalam terminology hadis,hadis Hassan hampir mirip dengan hadis shahih,semua syarat terpenuhi,namun kelemahanya ada pada daya hafalannya.
Macam-macam hadis Hassan
1)      Yang pertama adalah Hadis Hassan lizatihi,hamper sama dengan hadis Shahiih,hadis Hassan lizatihi adalah hadis yang tellah mencapai syarat-syarat secara sempurna untuk di panggil hadis Hassan.
2)      Yang kedua yaitu hadis Hassan lighairihi,hadis yang didalam sanadnya tidak di ketahui keadaanya,tidak dapat dipastikan kelayakannya. Dengan demikian Hassan lighairih adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang dha’if namun dha’ifnya tidak disebabkan oleh banyak kesalahan,tidak bersifat fasiq.
b.      Hadis mardud,
Hadis mardud secara bahasa adalah yang ditolak atau yang tidak di terima. Namun secara istilah hadis mardud adalah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat keberadaanya serta tidak keterangan yang kuat atas ke tidakadaanya. Hadis dha’if adalah hadis yang termasuk sebagai hadis mardud.
Hadis dha’if adalah hadis yang didalamnya tidak ada ciri ke-Shahihanya dank e-hassanannya . di dalamnya terdapat periwayat yang dusta atau tertuduh dusta,banyak membuat keliruan, pelupa, suka maksiat dan fisik, banyak angan-angan,menyalahi periwayat keppercayaan, periwayat tidak dikenal, penganut bid’ah dan tidak baik hafalanya.
Menurut para ulama hadis dha’if di bagi berdasarkan kelemahanya,ada lima kelemahan tentang hadis dha’if.[8]
1)      Sanad terputus,masih di bagi lagi menjadi 2 yaitu
a)      Secara jelas,ada hadis Mursal,
1)      hadis yang periwayat pertama di tingkat sahabt tidak digugurkan atau tidak disebutkan namanya.
2)      Hadis munaqati,hadis yang gugur atau disbutkan periwayat yang tidak jelas.
3)      Hadis mildal,hadis yang gugur karena periwayatnya berjumlah 2 secara berturut-turut
4)      Hadis muallaq,hadis yang dibuang permulaan sanadnya, baik yang dubuang seorang atau lebih.
b)      Secara khafi, hanya ada 1 yaitu hadis mudallas, hadis yang disembunyikan aibnya.
2)      Secara periwayatnya
(a)    Hadis Mawdu’,hadis yang dibuat dan seakan-akan berasala dari Rasullulah saw.
(b)   Hadis Matruk,hadis yang ditinggalkan karena periwayatnya di tuduh dusta dan nampak kefasiqkannya.
3)      Berdasarkan kadabitanya,
(a)    Hadis Munkar,hadis yang diriwayatkan oleh satu periwayat yang lemah serta menyalahi periwayat yang lain.
(b)   Hadis Mulallal hadis yang mengandung cacat yang dapat menodai kashahihan.
(c)    Hadis mudraj,hadis yang sanad atau matannya terdapat suatu tambahan.
(d)   Hadis maqlub,hadis yang terbalik lafalnya pada matan,nama seseorang atau nasab ada di sanadnya
(e)    Hadis Mazud fi Muttasil al-Asanid,adanya penambahan tertentu pada suatu sanad.
(f)     Hadis Mudtirib,hadis yang didalamnya masih ada perselisihan.
(g)    Hadis Syaz,hadis yang diriwayatkan oleh seorang kepercayaan yang periwayatanya berlawanan dengan riwayat orang banyak yang dipercaya,dengan cara menambahi atau mengurangi.

D.    Kritik Matan Hadist
1.      Pengertian
Kritik matan dipahami sebagai penelitian terhadap isi hadits, baik dari sisi teks maupun makna teks itu sendiri. Dibanding kritik sanad, kritik matan ini kurang mendapat perhatian oleh pakar hadits. Padahal sebagaimana kritik sanad, kritik matan juga merupakan studi yang sangat penting. Bahkan tidak ada jaminan ketika sanadnya sehat, matannya juga sehat.[9]
Hal ini menjelaskan bahwa hasil kritik matan hadits bisa menjadikan sebuah hadits yang sanadnya shahih, tidak bisa dijadikan hujjah karena tidak shahih matannya. Muhammad Thahir al-Jawabi menjelaskan dua tujuan kritik matan, yaitu:
1.      Untuk menentukan benar tidaknya matan hadits.
2.      Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kandungan yang terdapat dalam sebuah matan hadits.
Dengan demikian, kritik matan hadits ditujukan untuk meneliti kebenaran informasi sebuah teks hadits atau mengungkap pemahaman dan interpretasi yang benar mengenai kandungan matan hadits. Dengan kritik hadits kita akan memperoleh informasi dan pemahaman yang benar mengenai sebuah teks hadits.
2.      Manfaat Kritik Matan Hadist
Manfaat dilakukannya kritik matan antara lain:
a.       Terhindar dari kekeliruan dalam menerima riwayat hadis
b.      Mengetahui adanya kemungkinan kesalahan rawi hadis dalam meriwayatkan hadis.
c.       Menghindari pemalsuan atau manipulasi hadis oleh oknum tertentu yang berkepentingan ingin berlindung atas nama syariat.
d.      Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa periwayat hadis.[10]
3.      Syarat-Syarat Kritik Matan
Secara umum kajian kritik matan hadits dapat disebutkan bahwa lingkup pembahasannya adalah terkait dengan matan hadits.  Matan hadits disini memiliki beberapa kriteria untuk dilakukan kritik matan terhadapnya. Yang pertama, terkait dengan lafaznya, jika dalam lafaz hadits terdapat pertentangan dengan Alquran, maka kritik terhadap matan hadits harus dilakukan sebagaimana apa yang pernah dilakukan oleh Saydatuna Aisyah tentang sebuah hadits yang menurutnya bertentangan dengan sebuah ayat alquran. Yang kedua adalah terkait maknanya, jika makna satu hadits bertentangan dengan hadits yang lain maka harus dilakukan kritik terhadap matan hadits. Hal ini dilakukan dengan membandingkan redaksi matan antara para ahli hadits dengan mendengarkan hafalannya masing-masing.
Dalam menentukan keshohian matan hadits, Sholahuddin bin Ahmad memberikan dua syarat:
a)      Hadits tersebut terlepas dari syad, dengan arti bahwa hadits tersebut mencakupi syarat hadits shohih Syad  pada matan didefinisikan dengan adanya pertentangan atau ketidaksejalanan riwayat seorang perowi yang menyendiri dengan seorang perowi yang lebih kuat hafalan/ ingatannya..
b)      Hadits tersebut terbebas dari illat,
‘Illat pada matan hadits didefinisikan sebagai suatu sebab tersembunyi yang terdapat pada matan hadits yang secara lahir tampak berkualitas shahih. Sebab tersembunyi di sini dimaksudkan bisa berupa masuknya redaksi hadits lain pada hadits tertentu. Kriteria untuk mengungkap ‘illat pada matan sebagaimana dikemukakan oleh al-Salafi adalah :
1)      Mengumpulkan hadits yang semakna serta mengkomperasikan sanad dan matannya sehingga diketahui ‘illat yang terdapat di dalamnya
2)      Jika seorang perawi bertentangan riwayatnya dengan seorang perowi yang lebih tsiqah darinya, maka perawi tersebut dinilai ma’lul
3)      Mengetahui penyeleksian seorang syaikh bahwa pernah menerima hadits yang diriwayatkannya itu sebenarnya tidak pernah sampai padanya
4)      Seorang perawi tidak mendengar (hadits) dari gurunya langsung
5)      Adanya keraguan bahwa tema inti hadits tersebut berasal dari Rasulullah
6)      Hadis yang telah umum dikenal oleh sekelompok orang (kaum), namun kemudian datang seorang perawi yang hadisnya menyalahi hadis yang telah mereka kenal itu, maka hadis yang dikemukakan itu dianggap memiliki cacat.
Jika perowi meriwayatkan hadis dari seorang perowi tentang itu, maka hadisnya dihukumi bersambung (muttashil) dan shahih, namun jika mereka meriwayatkan dari perowi lainnya maka hadisnya dihukumi mursal atau munqathi’karena tidak ada pertemuan langsung (all-liqa’) dan pendengaran langsung (as-sima’). Itulah criteria yang dikemukakan al-salafi, hingga benar jika dikatakan bahwa penelitian terhadap ‘illat pada matan itu sangat sulit krcuali oleh peneliti yang benar-benar terlatih melakukan penelitian hadis.
Jadi secara singkat, kritik matan hadits khusus berbicara pada matan sebuah matan hadits saja. Akan tetapi jika ditinjau dari sisi yang lebih luas dengan melihat metode dalam kritik matan hadits, maka kritik matan hadits merupakan bidang kajian ilmu hadits yang membutuhkan kajian-kajian pendukung lain dalam kajian ilmu hadits, seperti Ilmu Rijalul hadits, Jarh wa ta’dil dan sebagainya untuk menentukan metode maupun syarat melakukan kritik matan hadits.[11]
Kajian kritik matan hadits yang bisa dikatakan secara bidang keilmuan yang utuh adalah  kajian yang kontemporer dalam bidang ilmu hadits merupakan kajian yang termat sulit ditemukan literature yang khusus mengkaji tentang hal tersebut. Hal ini tentunya menjadi kendala tersendiri untuk kemandirian bidang keilmuan ini. Ada beberapa kendala maupun kesulitan yang sering dialami pengkaji kritik matan hadits, hal tersebut disebutkan dalam kitab Manhaj Naqdil matni ‘inda Ulamail hadits Annabawy:
a)      Sedikitnya literatur yang membahas tentang topik ini.
b)      Sulitnya pembahasan kritik matan hadits.
c)      Ketakutan pengkritik hadits terhadap hadits yang dikritisi atas kesalahan dalam interpretasi.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Macam-macam hadis didefinisikan dalam bebagai sudut pandang, antara lain berdasarkan jumlah perawina dan kuwalitas hadits tersebut, berdasarkan kuantitas perawinya dibagi menjadi dua yaitu mutawair dan ahad. Berdasarkan materi yang telah kita kaji tentang macam-macam hadits dan takhrij hadits banyak macam-macam hadits dan banyak juga cara menentukan takhrij yang tentunya tidak singkat. Dan dalam menentukan kevalidan hadits atau ke sohihan hadits tentunya membutuhkan pengetahuan yang cukup dan proses yang lumayan panjang untuk itu siapapun yang ingin menentukan kevalidan hadits harus mengetahui dan berhati-hati dalam menentukan takhrij.
Hadis juga dibagi berdasarkan kualitastas perawinya, yaitu hadis maqbul (hadis yang dapat diterima diterima karena kualitas perawinya terjamin) dan hadis mardud (hadis yang tidak dapat diterima/ditolak karena kualitas perawinya yang tidak baik).

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai ulumul hadist, semoga dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khan, Ulumul hadits,  (Jakarta:AMZAH 2013)

Fudhali, Ahmad. Kritik Atas Hadits-Hadits Sahih.  (Yogyakarta : Pilar religia, 2005)

Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi.  (Jakarta : Bulan Bintang, 1992)

Muhammad Ahmad,  Mudzakkir, Ulumul Hadits (Bandung: Puska Setia, 2004)

Mujiyo. Ulum Al-Hadits 2.(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997)

Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet III,


[1] Abdul Majid Khan, Ulumul hadits,  (Jakarta:AMZAH 2013), hal. 264
[2] Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi.  (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), h. 70
[3] Muhammad Ahmad,  Mudzakkir, Ulumul Hadits (Bandung: Puska Setia, 2004)cet III,hal 11.
[4] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet III, Hal. 3
[5] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet III, Hal.  5
[6] Abdul Majid Khan, Ulumul hadits,  (Jakarta:AMZAH 2013), hal. 269
[7] Abdul Majid Khan, Ulumul hadits,  (Jakarta:AMZAH 2013), hal. 270
[8] Mujiyo. Ulum Al-Hadits 2.(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 2
[9] Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi.  (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), h. 73
[10] Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi.   .., h. 75
[11] Fudhali, Ahmad. Kritik Atas Hadits-Hadits Sahih.  (Yogyakarta : Pilar religia, 2005) h.  183

No comments:

Post a Comment