Tuesday, July 31, 2018

Makalah Pembaharuan Dan Modernisasi Dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Keduanya diyakini sebagai kebenaran tunggal ditafsirkan penganutnya secara berbeda dan berubah-ubah sebagai watak dan ciri khas adanya dinamika intelektual dalam Islam. Di dalamnya dimuat postulat-postulat yang mendorong umat Islam untuk terus mengkaji dan meneliti tentang prinsip dasar universalitas ajaran Islam yang sempurna namun tidak semuanya disampaikan dengan bahasa yang jelas dan terinci. Oleh karena itu, interpretasi diperlukan untuk memahami maksud dan makna bunyi ayat dan mengamalkannya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Apalagi yang berkaitan dengan persoalan sosial kemasyarakatan, Islam memberikan pedoman yang masih bersifat umum.
Selama dua setengah abad sepeninggal Nabi SAW. dalam kaitannya pengalaman Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Ortodoksi Sunni mengalami kristalisasi setelah bergulat  dengan aliran Mu’tazilah (rasionalisme dalam Islam), aliran Syi’ah, dan kelompok-kelompok Khawarij. Pergulatan ini sesungguhnya masih terus berlangsung sampai abad ke-13. Pada abad ini sufisme berkembang di Dunia Islam dalam bentuk pelbagai kelompok persaudaraan (thariqah), yang sedikit banyak berbau mistik karena tidak jarang gerakan-gerakan sufi mengalami pembauran dengan budaya-budaya lokal yang sudah ada. Jadi tidak aneh bila praktek-praktek sufi kadang kala bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah karena mengarah pada bid’ah dan khurafat.
Dalam situasi  umat  yang seperti itu, tampillah seorang pembaru Islam pada peralihan abad ke-13 dan ke-14 yaitu Ibnu Taimiyah di Damaskus. Pembaruan yang dilakukan oleh  tokoh yang sering dianggap sebagai bapak tajdid (reformasi Islam) ditujukan pada tiga sasaran utama yaitu  sufisme, filsuf yang mendewakan rasionalisme dan teologi Asy’ariyah yang cenderung pasrah kepada kehendak Tuhan dan totalistik. Ketiganya dipandang menyimpang dari ajaran Islam sehingga di dalam memberikan kritik selalu diserta seruan kepada umat Islam agar kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan memahami kembali kedua sumber Islam itu dengan landasan ijtihad. Pintu ijtihad yang seolah-olah sudah ditutup pada waktu itu didobrak oleh Ibnu Taimiyah sambil menandaskan bahwa rekonstruksi Islam hanya dapat dilakukan dengan menghidupkan semangat ijtihad. Menurutnya bahwa manusia harus dapat memahami kehendak Allah sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Pada masa-masa selanjutnya bermunculanlah tokoh-tokoh pembaru lainnya yang pada awalnya bertujuan sama untuk memperbaiki kondisi umat Islam yang pada waktu itu mengalami degenerasi dan dekadensi akidah hanya saja tekanan dari masing-masing pembaharuan berbeda, dari satu generasi kepada generasi yang lain, dan juga dari satu tempat ke tempat yang lainnya.  Dalam pada itu yang diperbaharui oleh para pembaharu itu hanyalah penafsiran dan interpretasi dari ajaran yang bersifat  tidak muntlak.             Fazlur  Rahman salah seorang pemikir Islam terkemuka  menilai bahwa gerakan-gerakan reformasi Islam yang muncul pada abad ke-17 sampai ke-19 pada dasarnya menunjukkan karakteristik yang sama seperti gagasan pokok Ibnu Taimiyah yaitu mengedepankan rekonstruksi sosio-moral masyarakat Islam dan sekaligus mengoreksi sufisme yang terlalu menekankan individu dan mengabaikan masyarakat.
Kebangkitan di dunia Barat  pada masa antara akhir abad ke-16 dan akhir abad ke-18 telah terjadi transformasi budaya yang membawa masyarakat Barat menuju modernitas. Secara Historis , Galileo Galilei  (1564-1642) dianggap sebagai pahlawan modernitas yang hidup pada masa Renaissans, masa ketika para pemikir mendapatkan diri dalam kebebasan pribadi dan dengan akal sehat mereka mendobrak dogma gereja, sehingga mereka mampu menemukan pelbagai pemecahan dan penemuan baru di bidang ilmiah. Pada masa ini merupakan masa pencerahan terhadap akal pemikiran  atau masa pencerahan  ( Aufklarung) terutama tahun 1650 – 1800 M., yang selanjutnya diikuti oleh Revolusi Industri di Inggris dan  Revolusi Perancis (1789 – 1799) yang telah membangun norma-norma baru dalam hubungan sosial umat manusia. Sejak saat itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern melaju dengan pesat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan anak kandung modernitas pada abad ke-19 menyerbu dunia Islam dengan pintu masuk pendudukan Napoleon Bonaparte di Mesir yang dalam sejarah Islam disebut sebagai permulaan Periode Modern. Kontak dengan dunia Barat modern ini selanjutnya menimbulkan pelbagai ide baru di dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, sekularisme dan sebagainya yang kelak menimbulkan pelbagai persoalan baru, juga sekaligus menumbuhkan kembali dinamika intelektual kaum muslimin dengan cara membersihkan agama dari subversi syirk, khurafat, dan bid’ah serta mengadopsi pemahaman dan metodologi baru yang dikembangkan oleh orang-orang Barat. Dalam keadaan demikian inilah. Dunia  Islam bangkit dan muncul kesadaran  bahwa mereka telah mundur dan jauh ditinggalkan Eropa. Karena itu muncullah ulama dan para pemikir Islam dengan ide-ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketinggalan dari Barat   sehingga dunia Islam pun memasuki periode modern.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Modernisasi Dan Pembaruan  Di Dunia Islam?
2.      Apa saja latar  belakang dan dasar pembaruan dan        modernisasi di dunia islam
3.      Apa saja bentuk pembaharuan yang dihasilkan?
4.      Siapa saja tokoh-tokoh pembaruan dan upaya – upaya yang telah dilaksanakan  di dunia islam?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Modernisasi Dan Pembaruan  Di Dunia Islam
2.      Untuk mengetahui latar  belakang dan dasar pembaruan dan        modernisasi di dunia islam
3.      Untuk mengetahui bentuk pembaharuan yang dihasilkan
4.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh pembaruan dan upaya – upaya yang telah dilaksanakan  di dunia islam
    
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Modernisasi Dan Pembaruan  Di Dunia Islam
 “Modernisasi” secara etimologis berasal  dari kata modern yang telah baku menjadi bahasa Indonesia dengan arti pembaruan. Dalam masyarakat Barat “modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain  sebagainya, agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Modernisasi atau pembaruan dapat diartikan apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima pembaruan, meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Dengan demikian modernisasi merupakan proses perubahan untuk memperbaiki keadaan, baik dari segi cara, konsep dan serangkaian metode yang bisa diterapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang lebih baik.[1]
Sedangkan dalam kosakata Islam term “pembaruan” digunakan kata tajdid, kemudian muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan pembaruan, yaitu modernisme, reformisme, puritanisme, revivalisme dan fundamentalisme. Disamping kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau pembaruan, yaitu kata “ishlah”. Kata “tajdid” biasa diterjemahkan sebagai “pembaruan” dan  “ishlah” sebagai “perubahan”. Kedua kata  tersebut  secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut, yaitu suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta praktik-praktiknya dalam komunitas kaum muslim.
Berkaitan dengan hal tersebut, pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan selera zaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan serta semangat zaman.
Adapun penggunaan istilah “modernisasi”  atau “pembaruan” di dunia Islam oleh para ahli masih terdapat perbedaan pendapat, demikian pula dalam pemaknaan  dan isi pembaruan itu sendiri. Harun Nasution  menyebut pergulatan modernitas dan tradisi dalam dunia Islam melahirkan upaya-upaya pembaruan terhadap tradisi yang ada sebagai “Gerakan Pembaruan Islam”, bukan “Gerakan Modernisme Islam”. Menurutnya, modernisme memiliki konteks  sebagai gerakan yang berawal dari dunia Barat untuk menggantikan ajaran agama Katholik dengan sains dan filsafat modern yang berpuncak pada proses sekularisasi dunia Barat. Sedangkan Azyumardi Azra lebih suka memakai istilah modern dari pada pembauran degan alasan bahwa penggunaan istilah pembaruan tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah. Pembaruan dalam dunia Islam  modern tidak selalu mengarah pada reaffirmasi Islam dalam kehidupan Muslim, sebaliknya yang sering terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi.[2]
Dengan demikian harus kita pahami bahwa pembaharuan dalam tradisi Islam yang disebut konsep tajdid tidak sama dengan modernisasi dalam Islam.Yang diperlukan sekarang adalah usaha penggalian kembali konsep-konsep dalam Islam yang telah terkaburkan karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Qur’an dan al-Sunnah dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.  Kesenjangan ini terjadi di antaranya disebabkan oleh ketidakmampuan menangkap semangat ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam menghadapi  gerak dan perkembangan hidup manusia yang mengakibatkan pengamalannya menjadi padam dan ketiadaan ilmu yang cukup dapat berakibat pengamalan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah menyimpang dari semangatnya.  Dengan demikian antara tajdid (pembaruan)  dan  modernisasi di dunia Islam berbeda secara etimologis maupun konseptual, namun dalam praktiknya keduanya tidak terpisahkan. Perbedaan ini dapat kita telusuri dari segi historis lahirnya kedua istilah tersebut.      
Ada beberapa komponen yang menjadi ciri suatu aktivitas dikatakan sebagai aktivitas pembaruan, antara lain: pertama,  baik pembaruan maupun modernisasi akan selalu mengarah kepada upaya perbaikan secara simultan, kedua, dalam upaya melakukan suatu pembaruan niscaya akan ada pengaruh yang kuat antara ilmu pengetahuan dan teknologi, ketiga, upaya pembaruan dilakukan juga dilakukan secara dinamis, inovatif, dan progresif sejalan dengan perubahan cara berpikir seseorang. Ketiga komponen ini dalam pelaksanaannya selalu terkait tidak dapat dipisahkan.

B.     Latar  Belakang Dan Dasar Pembaruan Dan        Modernisasi Di Dunia Islam
Pembaruan  dan Modernisasi di  dunia Islam dilatarbelakangi  oleh beberapa factor berikut ini:
1.      Faktor Internal; faktor dari dalam Islam itu sendiri di antaranya :
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan – kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat , pemujaan terhadap orang-orang yang dianggap suci, dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan.[3]
Oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, maka tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaruan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidak akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena  adanya persatuan dan kesatuan atau persaudaraan yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaruan.
2.      Faktor Eksternal yaitu  hasil kontak yang terjalin antara dunia Islam dengan dunia Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat.
Pembaruan dan Modernisasi di Dunia Islam dilandasi oleh tiga hal berikut:
a)      Landasan  Teologis
Menurut Achmad Jainuri – landasan teologis itu terformulasikan dalam dua bentuk keyakinan, yaitu :
Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (universalisme Islam). Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku pada  setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia dengan tidak membatasi diri pada suatu  bahasa, tempat, masa,  atau kelompok tertentu. Dengan ungkapan lain bahwa nilai universalisme  itu tidak bisa dibatasi oleh formalism dalam bentuk apapun. Kedua,keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT yang memuat semua prinsip moral dan agama untuk semua manusia atau finalitas fungsi kenabian Muhammad SAW. sebagai Rasul Allah. Sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Hamid,   Maulana Muhammad Ali  dalam buku The Religion of Islam menyatakan bahwa dalam keyakinan umat Islam, terpatri suatu doktrin  bahwa Islam adalah agama akhir yang diturunkan Tuhan bagi umat manusia; yang berarti bahwa pasca Islam sudah tidak ada lagi agama yang diturunkan Tuhan; dan diyakini pula bahwa sebagai agama yang terakhir, apa yang dibawa Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang melingkupi segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya.[4]
b)      Landasan Normatif
Yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang diperoleh dari tek-teks nash, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis. Dasar-dasar dari Al-Qur’an tentang modernisasi menurut Nurcholish Madjid sebagai berikut:
1)      Allah menciptakan seluruh alam  ini dengan haq (benar) bukan bathil (palsu) (QS. Al-Nahl [16]:3, Shad [38]:27).
2)      Dia mengaturnya dengan peraturan Ilahi (Sunnatullah) yang menguasai dan pasti (QS. Al-A’raf [7]:54, al-Furqan [25]:2).
3)      Sebagai buatan Tuhan Maha Pencipta, alam ini adalah baik, menyenangkan (mendatangkan kebahagiaan duniawi) dan harmonis    (QS. Al-Anbiya [21]:27, Al-Mulk [67]:3).
4)      Manusia diperintahkan Allah untuk mengamati dan menelaah hukum-hukum yang ada dalam ciptaan-Nya (Qs. Yunus [10]:101).
5)      Allah menciptakan seluruh alam raya untuk kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan kebahagiaannya,sebagai rahmat dari-Nya. Akan tetapi hanya golongan manusia yang berpikir atau rasional yang mengerti dan kemudian memanfaatkan karunia itu (QS.Al-Jatsiyah [45]:13.
6)      Karena adanya perintah untuk menggunakan akal pikiran (rasio) itu, Allah melarang segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran, yaitu terutama berupa pewarisan membuta tradisi-tradisi lama, yang merupakan cara berpikir dan tata cara generasi sebelumnya (QS. Al-Baqarah [2]:170, al-Zukhruf [43]:22-25.
c)      Landasan Historisnya adalah sebagai pijakan bagi kontinuitas gerakan pembaruan Islam kini dan yang akan datang.

C.    Bentuk Pembaruan
Gerakan pembaruan Islam telah melewati sejarah panjang. Menurut Fazlur Rahman secara historis, perkembangan pembaruan Islam paling sedikit telah melewati empat tahap. Keempatnya menyajikan model gerakan yang berbeda. Meski demikian, antara satu dengan lainnya dapat dikatakan sebuah keberlangsungan (continuity) daripada pergeseran dan perubahan yang terputus-putus. Hal ini karena gerakan pembaruan Islam muncul bersamaan dengan fase-fase kemodernan yang telah cukup lama melanda dunia, yaitu sejak pencerahan pada abad ke-18 dan terus berekspansi hingga sekarang. Tahap-tahap gerakan pembaruan Islam itu, dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Tahap pertama, adalah tahap gerakan yang disebut-sebut dengan revalisme pramodernis (premodernism revivalish) atau disebut juga revivalis awal (early revivalish).  Golongan Revivalis (Pra-Modernis), mulai muncul pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang dipelopori oleh gerakan Wahabiyah di Arab, Sanusiyah di Afrika Utara, Fulaniyah di Afrika Barat. Model gerakan ini timbul sebagai reaksi atas merosotnya moralitas kakum muslim. Waktu itu masyarakat Islam diliputi oleh kebekuan pemikiran karena terperangkap dalam pola tradisi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Ciri pertama yang menandai gerakan yang bercorak revivalisme pramodernis ini adalah perhatian yang lebih mendalam dan seksama untuk melakukan transformasi secara mendasar guna mengatasi kemunduran moral dan sosial masyarakat Islam. Transformasi ini tentu saja menuntut adanya dasar-dasar yang kuat, baik dari segi argumentasi maupun kultural. Dasar yang kelak juga dijadikan slogan gerakan adalah “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw”.Reorientasi semacam ini tentu saja tidak hanya menghendaki adanya keharusan untuk melakukan purifikasi atas berbagai pandangan keagamaan. Lebih dari itu, pemikiran dan praktek-praktek yang diduga dapat menyebabkan kemunduran umat juga harus ditinjau kembali. Upaya purifikasi ini tidak hanya membutuhkan keberanian kaum intelektual muslim, tetapi juga mengharuskan adanya ijtihad. Tak heran jika seruan untuk membuka kembali pintu ijtihad yang selama ini diasumsikan tertutup diserukan dengan gegap gempita oleh kaum pembaru. Ciri lain gerakan ini, adalah digunakannya konsep jihad dengan sangat bergairah..
Tahap kedua, dikenal dengan istilah modernisme klasik. Gerakan Modernis ini dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (w.1897) di seluruh Timur Tengah, Sayyid Ahmad Khan (w.1898) di India, dan Muhammad Abduh (w.1905) di Mesir. Di sini pembaruan Islam termanifestasikan dalam pembaruan lembaga-lembaga pendidikan. Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan baru. Pendidikan juga merupakan media untuk “mencetak” generasi baru yang berwawasan luas dan rasional dalam memahami agama sehingga mampu menghadapi tantangan zaman. Model gerakan ini muncul bersamaan dengan penyebaran kolonialisme dan imperialisme Barat yang melanda hampir seluruh dunia Islam. Implikasinya, kaum pembaru pada tahap ini mempergunakan ide-ide Barat sebagai ukuran kemajuan. Meskipun demikian, bukan berarti pembaru mengabaikan sumber-sumber Islam dalam bentuk seruan yang makin santer untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Pada tahap ini juga populer ungkapan yang mengatakan bahwa Barat maju karena mengambil kekayaan yang dipancarkan oleh al-Qur’an, sedangkan kaum muslim mundur karena meninggalkan ajaran-ajarannya sendiri. Dalam hubungan ini, model gerakan melancarkan reformasi sosial melalui pendidikan, mempersoalkan kembali peran wanita dalam masyarakat, dan melakukan pembaruan politik melalui bentuk pemerintahan konstitusional dan perwakilan. Jelas pada tahap kedua ini, terjadi kombinasi-kombinasi yang coba dibuat antara tradisi Islam dengan corak lembaga-lembaga Barat seperti demokrasi, pendidikan wanita dan sebagainya. Meski kombinasi yang dilakukan itu tidak sepenuhnya berhasil, terutama oleh hambatan kolonialisme dan imprealisme yang tidak sepenuhnya menghendaki kebebasan gerakan pembaruan. Mereka ingin mempertahankan status quo masyarakat Islam pada masa itu agar tetap dengan mudah dapat dikendalikan.
Tahap ketiga, gerakan pembaruan Islam disebut revivalisme, pascamodernis   (posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new revivalist). Gerakan ini mempunyai corak modern namun agak reaksioner, di mana A’la al-Maududi dengan Jemaat Islaminya menjadi model tipikal bagi gerakan ini. Pada tahap itu kombinasi-kombinasi tertentu antara Islam dan Barat masih dicobakan. Bahkan ide-ide Barat, terutama di bidang sosial politik, sistem politik, maupun ekonomi, dikemas dengan istilah-istilah Islam. Gerakan –gerakan sosial dan politik yang merupakan aksentuasi utama dari tahap ini mulai dilansir dalam bentuk dan cara yang lebih terorganisir. Sekolah dan universitas yang dianggap sebagai lembaga pendidikan modern  dibedakan dengan madrasah yang tradisional juga dikembangkan. Kaum terpelajar yang mencoba mengikuti pendidikan universitas Barat juga mulai bermunculan. Tak heran jika dalam tahap ini, mulai bermunculan pemikiran-pemikiran sekularistik yang agaknya akan merupakan benih bagi munculnya tahap berikutnya. Sejalan dengan itu, pada tahap ini muncul pandangan di kalangan muslim, bahwa Islam di samping merupakan agama yang bersifat total, juga mengandung wawasan-wawasan, nilai-nilai dan petunjuk yang bersifat langgeng dan komplit meliputi semua bidang kehidupan. Tampaknya, pandangan ini merupakan respons terhadap kuatnya arus “pembaratan” di kalangan kaum muslim. Tak heran jika salah satu corak tahap ini adalah memperlihatkan sikap apologi yang berlebihan terhadap Islam dan ajaran-ajarannya.[5]
Tahap keempat yang disebut neo-modernisme. Tahap ini sebenarnya masih dalam proses pencarian bentuknya. Meskipun demikian, Fazlur Rahman sebagai “pengibar bendera” neo-modernisme menegaskan bahwa  gerakan ini dilancarkan berdasarkan kritik terhadap gerakan-gerakan terdahulu. Menurutnya neo-modernisme mempunyai sintesis progresif dari rasionalitas modernis di satu sisi dengan ijtihad dan tradisi klasik di sisi yang lain. Ini merupakan prasyarat utama bagi renaissance Islam.

D.    Tokoh-Tokoh Pembaruan Dan Upaya – Upaya Yang Telah Dilaksanakan  Di Dunia Islam
Pada perkembangan Islam abad modern,  umat Islam mulai timbul kesadaran akan pentingnya ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah setelah terjadi banyak penyimpangan dari sumber asalnya. Pada masa ini muncullah para pembaharu yang ingin melakukan pemurnian terhadap ajaran agama Islam yang sesuai dengan ajaran yang bersumber pada Al-Qur’an dan  Hadis. Berikut tokoh-tokoh  para pembaharu dan upaya-upaya yang telah dilakukan adalah :
1.      Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu ulama besar yang produktif lahir di Nejed Arab Saudi pada tahun 1703 M. Beliau telah mempelopori gerakan pemurnian tauhid yang disebut dengan Gerakan Wahabiyah.  Secara umum tujuan gerakan Wahabi adalah mengikis habis segala bentuk takhayul, bid’ah, khurafat dan bentuk-bentuk penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan umat Islam yang dinilainya telah keluar dari ajaran Islam  yang  sebenarnya.
2.      Jamaluddin al-Af-Ghani lahir di Asadabad Afganistan pada tahun 1835. Ia pendiri perkumpulan Al-Urwah Al-Wutsqa (Ikatan yang Kuat) suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari berbagai Negara yang bertujuan untuk memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Pemikirannya selain ajakan untuk pemurnian kembali ajaran Islam,   ia juga melahirkan ide tentang adanya persamaan antara pria dan wanita dalam beberapa hal, kepemimpinan otokrasi supaya diubah menjadi demokrasi . Gerakan politisnya adalah Pan-Islamisme dan anti kolonial. Ia senantiasa berpihak pada kelompok yang menentang kolonialisme Inggris. Ide modernism dalam pembaruan politik kesatuan dunia Islam dan populisme.
3.      Muhammad Abduh dilahirkan di Mesir tahun 1849. Dalam melakukan gerakan pembaruan ia melaksanakannya dengan menulis artikel di media massa seperti di Koran Al-Ahram.Upaya dan pemikirannya dalam pembaruan Islam adalah : untuk menafsirkan kemurnian ajaran Islam harus digunakan cara dengan membuka pintu ijtihad.Setiap umat Islam agar dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern maka harus mau menghargai akal dengan jalan merasionalisasikan ajaran Islam itu sendiri. Negara Islam harus mengakui konstitusi sehingga ada pembatasan kekuasaan dari seorang pemimpin. Dia juga melakukan modernisasi sistem pendidikan di Al-Azhar.
4.      Rasyid Ridha lahir di Qalmoun, Syam tahun 1865 M. Upaya  dan pemikirannya adalah meluruskan pemahaman agama melalui penerbitan majalah dan tafsir Al-Qur’an Al-Manar dan memperbarui system pendidikan dan pengajaran dengan metode baru dengan  menambahkan mata pelajaran umum pada kurikulum madrasah dan sekolah tradisional, di samping mata pelajaran agama. Ia juga telah mendirikan sekolah bernama Al-Madrasah Ad-Dakwah wa Al-Irsyad pada tahun 1912 di Kairo.
5.      Muhammad Ali Jinnah lahir di Karachi pada tahun 1876 sebagai “Bapak Pendiri Pakistan” penerus  gerakan pembaruan sebelumnya Muhammad Iqbal sebagai arsitek, penggerak dan pemikir idealisme. Ia merupakan tokoh penentu tentang kebangkitan Islam India. Dengan segala kegigihan dan keberaniannya  ia terus mewujudkan suatu koloni Islam yang diikat dalam suatu pemerintahan Islam mandiri dan terbebas dari intervensi pihak manapun.
6.      Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi India adalah seorang pembaru yang produktif dengan berbagai karya, di antaranya pemikirannya  tentang sosial politik dengan melakukan asimilasi antara kaum Muslimin dan kebudayaan Inggris dengan menulis sebuah buku yang berjudul Ahkam Ta’am Ahl Al-kitab (Hukum makanan Ahli Kitab). Dalam bidang pendidikan pada tahun 1878 ia mendirikan Muhammaden Anglo Oriental College (MAOC) yang pada tahun 1920 menjadi Universitas Islam Aligarh.Sedangkan pada tahun 1886 mendirikan Muhammaden Education Confrence yang merupakan pendidikan nasional yang seragam di India. Adapun dalam bidang agama cara ia menelaah dan memberi intepretasi terhadap Al-Qur’an dan Hadis cenderung mengarah pada pemikiran rasional.
Dengan memperhatikan upaya-upaya yang dilakukan para tokoh-tokoh tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gerakan-gerakan pembaruan sebelum abad ke-20 ini memiliki beberapa kesamaan dasar yaitu (1) gerakan-gerakan itu datang dari masyarakat Islam itu sendiri, (2) gerakan-gerakan itu pada dasarnya melakukan kritik terhadap sufisme yang cenderung menjauhi tugas-tugas manusia Muslim alam pergumulan social di dunia konkret, (3) gerakan-gerakan ini menekankan mutlak perlunya rekonstruksi  sosio-moral dan sosio-etis masyarakat Islam agar sesuai, atau paling tidak mendekati Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan Sunnah(4)  gerakan-gerakan ini mengobarkan semangat ijtihad yaitu penggunaan akal pikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat Islam dengan referensi utama al-Qur’an dan Hadis.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pembaruan dan modernisasi  dalam Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian pembaruan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks Al-Qur’an dan Hadis, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Dari tokoh-tokoh yang muncul dan upaya-upaya yang telah dilakukan dapat simpulkan bahwa gerakan pembaruan tersebut mempunyai beberapa tujuan antara lain: (1) memurnikan ajaran al-qur’an dan Sunnah dari berbagai macam unsur luar yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajarannya terutama yang akan berakibat mengotori tauhid, (2) meluruskan pemikiran yang dirasakan menyimpang dari jiwa ajaran al-Qur’an dan Sunnah, (3) menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia sesuai dengan semangat Al-Qur’an dan Sunnah, (4) mengembangkan pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah seluas mungkin, agar dapat menjawab berbagai persoalan hidup seiring dengan perkembangan zaman, (5) mengembalikan posisi umat Islam dalam percaturan politik agar terlepas dari cengkeraman kekuasaan kaum lain (bangsa Barat), (6) menyajikan kreasi-kreasi dan metode-metode  baru dalam mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dan (7) menggerakkan semangat mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam bidang kemasyarakatan menuju wujudnya kesejahteraan hidup lahir bathin, dunia ukhrawi.
Kemunculan gerakan pembaruan Islam tidak bisa dipisahkan dari kondisi obyektif kaum Muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul di hadapan Islam di sisi lain. Dari sudut pandang ini Islam memang menghadapi tantangan dua arah, yaitu dari dalam dan dari luar. Selain itu kemunculan gerakan pembaruan ini juga  dilatarbelakangi oleh dua factor yaitu ; factor internal umat Islam: paham tauhid yang telah dinodai dengan praktek-praktek kekufuran, kejumudan yang menyebabkan umat islam berhenti berpikir, perpecahan di kalangan umat Islam   dan factor eksternal sebagi  hasil kontak antara dunia Islam dengan Barat.
Ada tiga landasan pembaruan dan modernisasi dalam Islam yaitu : landasan teologis ; Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (universalisme Islam) dan Kedua,keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT yang memuat semua prinsip moral dan agama untuk semua manusia atau finalitas fungsi kenabian Muhammad SAW , landasan normative landasan yang diperoleh dari tek-teks nash, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis dan  landasan historis; Sebagai pijakan bagi kontinuitas gerakan pembaruan Islam kini dan yang akan datang.
Banyak tokoh-tokoh pembaru yang telah berhasil dalam upaya memperbarui Islam meliputi aspek sosial keagamaan, politik, pendidikan dan lain sebagainya yang  pemikirannya sangat berpengaruh cukup besar pada kondisi umat Islam di  Indonesia.
Selain itu juga banyak problematika yang muncul dalam proses pembaruan Islam di antaranya; muncul aliran/sekte-sekte atau gerakan sempalan yang sesat, adanya pemahaman-pemahaman menyimpang yang marak belakangan ini tentang, liberalisme, sekularisme, dan pluralisme serta radikalisme  sebagai dampak kesalahan memaknai tajdid dan kekeliruan dalam mengoperasionalkan ijtihad, timbulnya kelompok tradisionalis dan modernis  yang mempunyai perbedaan dalam orientasi ideologi keagamaan, beberapa praktek ritual keagamaan dan penggunaan symbol,  yang seringkali menimbulkan perselisihan antar pengikutnya, bahkan   tidak jarang konflik fisik pun terjadi hanya karena masalah-masalah yang tidak prinsip.
B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai pembaharuan dan modernisasi dalam islam, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung : Pustaka      Setia, 2010)

Achmad Jainuri, Orientasi Ideologi Gerakan Islam, (Surabaya : LPAM, 2004)

Agus Hasan Bashori, http://qiblati.com/membongkar-paham-paham-            menyimpang-dari-islam, diakses 2 Nopember

Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, (Bandung : Mizan,1993)

Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan, 1992)

Amos Sukamto, Agama dan Modernitas: Spiritualis transformative Ala Nurcholish Madjid,


[1] M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan, 1992), h. 118
[2] Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), h. 70
[3] Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), h. 72
[4] M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan, 1992), h. 120
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1986), h. 93.

No comments:

Post a Comment