BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Setiap Manusia memerlukan harta
untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya,manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya
adalah dengan bekerja. Sedangkan salah satu dari bentuk kerja adalah berdagang
atau berbisnis.Kegiatan penting dalam muamalah yang paling banyak dilakukan
oleh manusia setiap saat adalah kegiatan bisnis. Dalam kamus bahasa Indonesia
bisns di artikan sebagai usaha dagang,usaha komersial,di dunia perdagangan dan
bidang usaha.
Bisnis dapat di definisikan sebagai pertukaran barang dan jasa,atau uang
yang saling menguntungkan atau member manfaat. Ada yang mengartikan bisnis
sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan distribusi
atau penjualan barang dan jasa-jasa yang di inginkan konsumen untuk memperoleh
profit (keuntungan).
Islam mewajibkan setiap muslim khususnya mempunyai tanggungan untuk
bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia
mencari nafkah (rezeki). Allah SWT melapangkan seisinya dengan berbagai
fasilitas yang dapat di manfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki. Diantara
sumber-sumber daya alam yang di serahkan Allah SWT kepada manusia adalah : hewan,tumbuh-tumbuhan,kekayaan
laut,kekayaan alam tambang dll.Disamping anjuran untuk mencari
rezeki(berbisnis), Islam sangat menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan,baik
dari segi perolehan maupun pendayagunaannya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad
SAW bahwa : “ Kedua telapak kaki anak adam di hari kiamat masih belum beranjak
sebelum di Tanya 5 perkara : tentang umurnya; apa yang di lakukannya,tentang
masa mudanya; apa yang di lakukannya,tentang hartanya; dari mana dia
memperolehnya dan untu apa ia membelanjakannya,dan tentang ilmunya; apa yang
dia kerjakan dengan ilmunya.”
Maka dari itu,melalui makalah ini kami akan membahasa mengenai bagaimana
berbisnis secara syariah,dan memhami berbagi macam aspek di dalamnya
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian
bisnis syariah ?
2. Apa tujuan
bisnis syariah ?
3. Apa saja
tipologi bisnis syariah ?
4. Bagaimana
perilaku pelaku bisnis syariah?
5. Apa perbedaan
bisnis syariah secara umum dan syariah?
C. Tujuan
Makalah
Tujuan
pembahasan makalah ini adalah untuk
1. Menjelaskan
pengertian bisnis syariah.
2. Menjelaskan
tujuan bisnis syariah
3. Menjelaskan tipologi
bisnis syariah
4. Menjelaskan
perilaku pelaku bisnis syariah.
5. Menjelaskan perbedaan bisnis syariah secara umum dan syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bisnis Syariah
Kata Bisnis berasal dari bahasa inggris,Bussines (plural business).
Mengandung sebuah arti di antaranya Commercial Activity involving the exchange
of money for goods or services- Usaha komersial yang menyangkut soal penukaran
uang bagi produsen dan distributor (goods) atu bidang jasa (services). Kmus Besar
Bahasa Indonesia mengartikannya sebagai : Usaha dagang,Usaha komersial,dalm
dunia perdagangan,Bidang usaha.[1]
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk
menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. [2]
Jadi,Bisnis dapat di artikan sebagai “ Segala bentuk aktivitas dari
berbag transaksi-transaksi yang di lakukan manusia guna mengahsilakn
keuntungan, baik berupa barang atau jasa untk memenuhi kebutuhan masyarakat
sehari-hari”.
Bisnis juga dapat di definisikan sebagai pertukaran barang dan jasa,atau
uang yang saling menguntungkan atau member manfaat. Ada yang mengartikan bisnis
sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan distribusi
atau penjualan barang dan jasa-jasa yang di inginkan konsumen untuk memperoleh
profit (keuntungan).[3]
Kata syariat biasa di sebut asy-syariah (mufrad dari syara’i) secara
harfiah berarti jalan ke sumber air dan tempatorang-orang yang minum.
Singkatnya tujuan dari syariah itu sendiri adalah menjamin keselamatan manusia
secara fisik,moral,dan spiritual di dunia ini dan untuk menyiapkan perjumpaan
dengan Allah di hari yang akan datang.[4]
Dari penjelasan di atas,dapat di tarik kesimpulan bahwa,Bisnis Syariah
merupakan “ Serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuknya(yang tidak di batasi),Namun di batasi dalam
cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Dalam
arti,Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat
(aturan-aturan dalam Al-Quran Dan Al-Hadits ). Dengan demikian syariat
merupakan nilai utama yang menjadi paling strategis maupun taktis bagi pelaku
kegaiatan ekonomi (bisnis).
B. Tujuan
Bisnis Syariah
Bisnis
Syariah memeiliki tujuan tertentu yaitu :
1. Target Hasil;
Profit Materi dan Benefit Nonmateri
Tujuan Biisnis Tidak selalu mencari
Profit (Qimah Maddiyah atau nilai materi ), tetapi harus dapat memperoleh dan
memberikan benefit (keuntungan atau manfaat ) nonmateri,baik bagi si pelaku
bisnis sendiri maupun pada lingkungan yang lebih luas, seperti terciptanya
suasana persaudaraan, kepedulian social dan sebagainya. Di samping untuk
mencari qimah maddiyah, juga masih ada orientasi lainnya yaitu qimah
khuluqiyahdan ruhuhiyah.[5]
Qimah khuluqiyah yaitu nilai-nilai
akhlak mulia yang menjadi suatu kemestian yang muncul dalam kegiatan bisnis,
sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang islami, baik antara majikan dengan
buruh, maupun antara penjual dengan pembeli, bukan hanya hanya sekedar hubungan
fungsional maupun professional semata.
Qimah Ruhuhiyah, berarti perbuatan
tersebut di maksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain,
ketika melakukan suatu aktivitas bisnis, maka harus di sertai dengan kesadaran
hubungannya dengan Allah SWT. Inilah yang di
maksud, bahwa setiap perbuatan muslim adalah ibadah. Amal perbuatannya
bersifat materi, sedangkan kesabaran akan hubungannya dengan Allah ketika
melakukan bisnis di namakan ruhnya.
Dalam bisnis, mencari keuntungan
harus di syariatkan, Kecuali apabila di lakukan dengan cara yang bertentangan
dengan ketentuan hokum syara’. Jadi prinsipnya, setiap keuntungan berasal dari
usaha bisnis yang legal di halalkan. Bisnis Apapun yang bersumber dari kegiatan
Ilegal, jelas di haramkan.
Legalitas suatu usah bisnis menurut
Abdullah abdul Husain At- tariqi, Dapt di lakukan dengan tujuh syarat :
a)
Kerelaan dari dua belah pihak yang melakukan
transaksi.
b)
Pihak yang merelakan transaksi merupakan orang
yang di izinkan secara syar’i.
c)
Barang yang di perniagakan merupakan barang
yang memiliki nilai guna sekaligus di perbolehkan perdagangannya.
d)
Barang yang di perniagakan adalah barang yang
menjadi miliknya.
e)
Barang yang di perniagakan dapat di perkirakan
masa penyerahannya.
f)
Di ketahui harga umum di pasaran dan barang itu
sendiri di beri patokan harga.
g)
Barang yang di perniagakan merupakan barang
yang dapat di identifikasi cirri-ciri fisiknya.
Mengenai cara-cara haram dalam
mengeruk keuntungan di antaranya :
a) Keuntungan dari
memperdagangkan komoditi haram.
b) Keuntungan dari
perdagangan curang dan manipulasi.
c) Keuntungan
melalui penyamaran harga yang tidak wajar.
d) Keuntungan
melalui penimbunan barang dagangan.
Soal keuntungan dalam bisnis tidak
ada standarisasinya, baik bersifat minimal maupun maksimal.[6]
1) Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit non materi telah di raih, maka di
upayakan pertumbuhan atau kenaikan akn terus-menerus meningkat setiap tahunnya
dari profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor
syariat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan
pasar dan peningkatan inovasi agar bias menghasilkan produk baru dan
sebagainya.
2) Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan terus di upayakan
keberlangsungannya dalam kurunwaktu yang cukup lama dan dalam menjaga
keberlangsungan itu dalam koridor syariat islam.
3) Keberkahan dari
Allah SWT
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho ALLAH SWT, merupakan puncak
kebahagiaan hidup setiap umat muslim. Para pengelola bisnis harus mematok
orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan
bisnis selalu berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan ALLAH.
C. Tipologi
Bisnis Syariah
1. Pegadaian
Syariah
Ar-Rahn (Gadai) adalah menahan salah
satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan utang atau gadai.[7]
Dengan demikian rahn merupakan suatu akad utang piutang
dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’
sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
Adapun Jenis-Jenis Barang Dapat Digadaikan seperti : Perhiasan,
Kendaraan, Barang elektronik, Barang
rumah tangga, Mesin-mesin, Tekstil, dan barang lain yang dianggap bernilai oleh
perum pegadaian seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi,
maupun surat-surat berharga lainnya.
2. Asuransi
Syariah
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat
diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang
mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya Asuransi Syariah
merupakan usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang
atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabbarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Di dalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak
ada satupun ketentuan ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang
asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam islam termasuk “ijtihadiah”
artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal atau haram masih
diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh melalui ijtihad.
a) Prinsip –
Prinsip Dasar Asuransi Syariah
b) Saling bekerja
sama atau Bantu-membantu.
Seorang muslim bagian
dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut
mampu merasakan dan memikirkan
saudaranya yang akan menimbulkan sikap saling membutuhkan dalam
menyelesaikan masalah.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w
(#q=ÏtéB uȵ¯»yèx© «!$# wur tök¤¶9$# tP#tptø:$# wur yôolù;$# wur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |Møt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6t WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rß$sÜô¹$$sù 4 wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Dan tolong
menolonglah kamu (dalam mengerjakan)kebaikan dan taqwa. Dan jangan
tolong,menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS.Al Maidah[5];2)
Saling melindungi dari berbagai
kesusahan dan penderitaan satu sama lain
1. Hubungan sesame
muslim ibarat suatu badan yang apabila satu anggota badan terganggu atau
kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling membantu dan tolong-menolong menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam sistem kehidupan masyarakat
2. Sesama muslim
saling bertanggungjawab
Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama
muslim. Sebagaimana dalam firman Allah swt surat Ali Imran93) ayat 103.
“Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepamu ketika
dahulu (masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu,
lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk”.
3. Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba.
Artinya dalam asuransi syariah sangat menghindari hal hal yang merujuk
ke unsur-unsur yag di haraman dalam islam.[8]
3. Baitul Mal
Tanwil (BMT)
Baitul mal wa tamwil adalah lembaga
keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkemgangkan
bisnis usaha mikro dan kecil dalam
rangka mengangkat martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin.
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At
Tamwil = Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang
isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan
usaha-usaha proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi
pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan.
Baitul mal wa tamwil atau pendanaan
balai usaha mandiri terpadu adalah lembaga ekonomi atau keuangan mikro yang
dioperasikan berdasarkan prinsip bagi hasil dan disebut sebagai lembaga
keuangan syariah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karen
alembaga ini dibentuk atau didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM)
yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembga keuangan formal
lainnya. Sebagai lembaga keuangan ia bertugas menghimpun dana dari masyarakat
(anggota BMT) dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT) . sebagai
lembaga ekonomi ia juaga berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti
perdagangan, industri, dan pertanian.[9]
Dengan begitu, BMT dikelola secara
profesional sehingga mencapai tingkat efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan
kesejahteraan anggota, seiiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada
sudut pandang sosial, BMT (dalam hal ini baitul mal) berorientasi pada
peningkatan kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip
bisnis. Stimulan melalui dana ZIS akan mengarahkan anggota untuk mengembangkan
usahanya, untuk pada akhirnya mampu mengembangkan dana bisnis.
Seperti halnya lembaga keuangan
syariah yang lainnya BMT dala kegiatan operasionalnya menggunakan 3 prinsip,
yaitu:
a) Prinsip bagi
hasil
Prinsip ini maksudnya ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan
BMT, yakni dengan konsep mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah
b) Jual beli
dengan margin (keuntungan);
Dalam sistem ini, BMT memakai prinsip pada aqad murabahah, ba’i
As-Salam, ba’i Al-Istisna.
c) Sistem profit
lainnya;
Kegiatan operasional dalam menghimpun dana dari masyarakat dapat
berbentuk giro wadi’ah, tabungan mudharabah, Deposito investasi mudharabah, Tabungan
haji, Tabungan Qurban.[10]
4. Perbankan
Syariah
Bank syariah adalah bank yang
menggunakan prinsip bagi hasil secara adil, berbeda dengan bank konvensional
yang berdasarkan bunga. Bank syariah
juga dapat diartikan sebagai bank yang dalam prinsip, operasional maupun
produknya di kembangkan berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Al-quran dan
petunjuk-petunjuk operasional hadis nabi Muhammad SAW.
Menurut sudarsono Bank syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa
lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi pada
prinsip syariah.
D. Perilaku
Pelaku Bisnis Syariah
Menurut Imam AL-Ghazali ada enam perilaku yang harus dilakukan dalam
bisnis syariah, yaitu:
1. Tidak mengambil
laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang. Jika dipikirkan perilaku
demikian ini, maka dapat dipetik hikmahnya, yaitu menjual barang lebih murah
dari saingan atau sama dengan pedagang lain yang sejenis, membuat konsumen akan
lebih senang dengan pedagang seperti ini, apalagi diimbangi dengan pelayanan
yang memuaskan.[11]
2. Membayar harga
agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amal yang lebih baik
daripada sedekah biasa.
3. Memurahkan
harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, hal ini dapat
mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
4. Bila membayar
hutang, pembayaran dipercepat dari waktu yang telah ditentukan. Jika yang dihutang berupa barang, maka usahakan
dibayar dengan barang yang lebih baik, dan yang berhutang datang sendiri kepada
yang berpiutang pada waku pembayaranya. Bila hutang berupa uang, maka lebihkanlah
pembayarannya sebagai tanda terimakasih, walaupun tidak diminta oleh orang yang
berpiutang. Demikian yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
5. Membatalkan
jual beli, jika pihak pembeli menginginkannya. Ini sejalan dengan “Customer is
King” dalam ilmu marketing. Pembeli itu adalah raja, jadi apa kemauanya perlu
diikuti sebab penjual harus tetap menjaga hati langganan, sampai langganan
merasa puas. Kepuasan konsumen adalah merupakan target yang harus mendapatkan
prioritas dari penjual. Dengan adanya kepuasan, maka langganan akan tetap
terpelihara, bahkan akan meningkat karena langganan lama menarik langganan
baru. Ingatlah promosi dari suatu produk yang berbunyi: “Kepuasan Anda dambaan
kami”, Kami Ingin Memberi Kepuasan yang Istimewa”, “Jika Anda Merasa Puas
Beritahu Teman-teman Anda, Jika Anda Tidak Puas Beritahu Kami”.
6. Bila menjual
bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih bila orang
miskin itu tidak mampu untuk membayarnya, dan membebaskan mereka dari utang
jika meninggal dunia.
E. Perbedaan
Bisnis Secara Umum dan Syariah
Ilmu ekonomi perusahaan merupakan cabang ilmu ekonomi. Jika ekonomi
mempelajari cara-cara mencapai kemakmuran maka ilmu ekonomi perusahaan
mempelajari cara-cara memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.
Ilmu ekonomi berusaha menjelaskan bagaimana manusia (baca: suatu bangsa)
berusaha mencapai kemakmurannya dengan berbagai upaya mengelola factor-faktor
produksi seperti alam, tenaga manusia, dan barang modal dengan
indicator-indikator kemakmuran seperti peningkatan pendapatan nasional,
pendapatan pekapita, laju pertumbuhan ekonomi dll.
Definisi umum dari istilah bisnis atau perusahaan adalah suatu entitas
ekonomi yang diselenggarakan dengan tujuan bersifat ekonomi dan social.
Tercapainya tujuan ekonomi dan sosial dari kegiatan bisnis secara ideal perlu
didukung oleh semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, berjasa
dalam meraih keuntungan bisnis secara layak. Hal ini muncul dengan alasan bahwa
keuntungan yang diperoleh bisnis secara logis disebabkan karena jasa pihak lain
terkait. Dengan kata lain pencapaian tujuan bisnis terwujud karena telah
didukung oleh sumber daya manusia dan non manusia. Sumber daya inilah yang
disebut dengan stakeholder ( versi islam sebagai pemegang amanah dari Allah ).[12]
Proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur
yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu atau yang
menghasilkan produk atau layanan (demi meraih tujuan tertentu). Suatu proses
bisnis dapat dipecah menjadi beberapa subproses yang masing-masing memiliki
atribut sendiri, tetapi juga berkontribusi untuk mencapai tujuan dari
superprosesnya. Analisis proses bisnis umumnya melibatkan pemetaan proses dan
subproses di dalamnya hingga tingkatan aktivitas atau kegiatan. Dan sedangkan
Proses Bisnis syariah adalah bisnis yang berlandaskan prinsip-prinsip islam,
bisnis syariah terikat pada moral dan etika sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.
Islam sangat mengakui desirabilitas “hasrat” dalam aktifitas bisnis.
Tidak seperti agama-agama lain, islam tidak mencela bisnis atau aktifitas
duniawi lainnya. Menurut islam, tidak ada yang salah dalam perdagangan dan
komersialisasi yang adil. Dalam kenyataan, seorang pelaku bisnis yang melakukan
operasi bisnis yang jujur dan sesuai dengan perintah Allah akan dianugrahi
pahala yang setimpal oleh Allah diakhirat. Aktifitas bisnis dapat menjadi satu
bagian dari bentuk peribadatan jika dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah
dan kode perilaku islam. Orang bahkan dapat menjalankan aktifitas bisnis ketika
haji yang merupakan bentuk peribadahan tertinggi dalam islam. Jadi tidak ada
konflik inheren antara bisnis yang adil dengan islam. Islam menegaskan bahwa
mencari sumber penghidupan melalui bisnis yang adil adalah seperti mencari
anugrah Allah. Islam memberi nilai tinggi pada kerja keras untuk mencari sumber
penghidupan. Islam “mencela” kecenderungan meminta-minta diantara para
pemeluknya.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist berikut ini menjelaskan signifikasi
bisnis dalam islam:
“tidak
ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki dari hasil perdagangan) dari
tuhanmu (ketika berhaji) “. (Q.S. Al-Baqorah, 2:198)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bisnis Syariah merupakan “ Serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya(yang tidak di
batasi),Namun di batasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan
halal dan haram). Dalam arti,Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada
ketentuan syariat (aturan-aturan dalam Al-Quran Dan Al-Hadits ). Dengan
demikian syariat merupakan nilai utama yang menjadi paling strategis maupun
taktis bagi pelaku kegaiatan ekonomi (bisnis).
Bisnis syariah mempunyai 4 tujuan yaitu: Profit, Pertumbuhan,
Keberlangsungan, dan Keberkahan dari Allah SWT. Dalam menjalankan transaksi
bisnis, dalam bisnis syariah terdapat model-model bisnis di antaranya:
Pegadaian, Asuransi, Perbankan, BMT, Pasar Modal. Di mana kesemua model-model
bisnis itu berbasis syariah.
B. Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan sekiranya pembaca memberikan saran dan
kritik mengenai kesalahan- kesalahan
yang ada, demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun Kamus Pusat
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Ed. 3 Cet.1 Jakarta Balai pustaka,2001)
Mahmoed M ayoub, Islam
Antara Keyakinan Dan Praktik Ritual, (Yogyakarta : AK Group,2004),
Rivai Veithzal, Islamic
Bussiness And Economic Ethics, (Cet 1, Jakarta : Bumi Aksara,2012)
Abdul, aziz dan Mariyah,
ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung:
Alfabeta,2010)
Alma, Bukhari, Manajemen
Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta)
[1] Tim penyusun Kamus Pusat
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Ed. 3 Cet.1 Jakarta Balai pustaka,2001), hlm.138.
[2] Alma, Bukhari, Manajemen
Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2014), hlm.111
[3] Mahmoed M ayoub, Islam
Antara Keyakinan Dan Praktik Ritual, (Yogyakarta : AK Group,2004), hlm.
174.
[4] Rivai Veithzal, Islamic
Bussiness And Economic Ethics, (Cet 1, Jakarta : Bumi Aksara,2012), hlm.
13.
[6] Rivai Veithzal, Islamic
Bussiness And Economic Ethics, ...
hlm. 15
[7] Abdul, aziz dan Mariyah,
ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung:
Alfabeta,2010),h. 115
[8] Abdul, aziz dan Mariyah,
ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, ... h. 117
[10] Alma, Bukhari, Manajemen
Bisnis Syariah, ... hlm.150
No comments:
Post a Comment