BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan zaman dan cara berpikir
manusia Saat ini menyebabkan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi
mengalami kemajuan yang sungguh pesat sekali. Maka dari itu suatu bangsa tidak
akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia warganya.
Kualitas hidup warga Negara salah satunya di bangsa kita (Indonesia) sebagai
Negara berkembang maka dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan
yang mapan. [1]
Dengan sistem pendidikan yang mapan,
memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif. Pada saat ini, di
Indonesia Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada Bab VI membahas mengenai
Jalur pendidikan yakni jalur pendidikan Formal, pendidikan Nonformal, dan
pendidikan Informal. Jalur pendidikan merupakan cara yang dilalui oleh peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan berbagai macam jalur pendidikan yang
tersedia, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan pengetahuan bagi
peserta didiknya.
Jalur pendidikan formal merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya dan mempunyai
jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah
sampai pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal merupajkan jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah,dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang haya
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud
dengan home schooling?
2. Bagaimana Homeschooling
Menjadi Pilihan?
3. Bagaimana Tantangan
Penyelenggaraan Homeschooling?
4. Masalah yang
Dihadapi Penyelenggara Homeschooling
C. Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan
makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui
yang dimaksud dengan home schooling
2. Untuk mengetahui
Homeschooling Menjadi Pilihan
3. Untuk mengetahui
Tantangan Penyelenggaraan Homeschooling
4. Untuk mengetahui
yang Dihadapi Penyelenggara Homeschoolin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Home Schooling
Istilah homeschooling sendiri berasal dari bahasa inggris berarti
sekolah rumah. Homeschooling disebut juga dengan istilah home edukacation atau
home-based learning. Secara resmi Kemendiknas menggunakan istilah “sekola
rumah” atau “sekolah mandiri”.[2]
Menurut Sumardiono, pengertian homeschooling adalah model pendidikan dimana
sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya
dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.[3]
Memilih untuk bertanggung jawab berarti orangtua terlibat langsung
didalam menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan
pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangka, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum
dan materi, serta metode dan praktek belajar. Secara etimologis homeschooling adalah
sekolah yang diadakan di rumah, namun secara hakiki adalah sekolah alternatif yang
menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home
dalam
Homeschooling: Rumah Kelasku Dunia Sekolahku, homeschooling atau sekolah rumah, adalah
sebuah aktifitas untuk menyekolahkan anak di rumah secara penuh. Pemikirin
seperti ini terjadi karena ada sebuah proses historis (terpotong dari sejarah)
yang melupakan bahwa dulu sekolah memang di mulai dari rumah. Baru kemudian
setelah guru menjadi sebuah profesi tertentu sekolah mulai berpindah ke sebuah
gedung yang dinamai sekolah.[4]
Salah satu konsep kunci dari homeschooling adalah pelajaran yang tidak
berlangsung melalui institusi sekolah formal. Konsep ini membawa kita kepada konsep
yang lebih umum yaitu konsep belajar otodidak atau belajar mandiri.
Homeschooling adalah proses pembelajaran dirumah dimana sebuah keluarga memilih
untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan menggunakan pendidikan
rumah sebagai basis pendidikanya.
Jadi orangtua yang bertanggung jawab secara aktif atas peroses pendidikan
anaknya,. Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai
alternatif institusi sekolah. Homeschooling bukanlah lawan pendidikan di sekolah
formal dan bukanlah sebuah cara melarang anak untuk bersekolah di sekolah
formal namun homeschooling adalah sebaliknya dari semua itu, ingin mendukung
sekolah formal dengan alasan membantu kurangnya apa yang diharapkan disekolah formal,
diharapkan dapat ditambahkan oleh pendidikan alternatif homeschooling ini dimana
seperti anak-anak yang tidak mampu mengikuti pembelajaran di pendidikan formal dengan
alasan tertentu serta anak-anak yang tidak diterima disekolah formal dengan
berbagai alasan harus dapat memperoleh hak belajarnya di homeschooling.[5]
Dalam program homeschooling, syarat yang paling penting bukanlah
kurikulum, teknik, atau tata cara pembelajaran, tetapi peran penuh tanggung jawab
dan komitmen dari ayah dan ibu sebagai orangtua yang merupakan kunci keberadaan
dan keberhasilannya.
B. Homeschooling
Menjadi Pilihan
Metode konvensional yang diterapkan pada pendidikan formal dianggap
tidak tepat untuk menangani keberagaman karakter, kecerdasan, bakat dan minat
peserta didik. Penyeragaman pada sistem pendidikan formal menyebabkan banyak
peserta didik yang tidak dapat menyalurkan potensi kecerdasan dan bakat
minatnya karena harus mengikuti aturan dan jadwal yang sudah terprogram secara
sistematis lengkap dengan limit waktu yang harus ditempuh. Kenyataan ini
menjadi kekhawatiran tersendiri bagi sebagain besar masyarakat khususnya orang
tua yang sangat peduli terhadap perkembangan putra-putri mereka. Hal inilah
yang kemudian menjadi salah satu faktor mengapa homeschooling atau sekolah
rumah menjadi sebuah pilihan untuk menempuh pendidikan.[6]
Alasan lain mengapa sebagian masyarakat memilih homeschooling adalah:
(1) gaya belajar setiap individu belum tentu sesuai dengan sistem pengajaran
yang ada di sekolah formal, (2) keamanan sekolah yang perlu dipertimbangkan,
(3) kurikulum sekolah dianggap sudah tidak sesuai dengan pandangan orang tua
(world view), (4) sekolah tidak lagi menjadi wadah persiapan anak didik
memasuki masyarakat dengan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan, melainkan
menjadi wadah mendidik anak dengan pandangan dunia sesuai dengan kebutuhan
pemilik modal dan penguasa.
Homeschooling atau sekolah rumah menawarkan berbagai keunggulan
dibanding dengan sekolah formal diantaranya yaitu: (1) coustomized, sesuai
dengan kebutuhan anak dan keluarga, (2) lebih memberikan peluang untuk
kemandirian dan kreativitas individual yang tidak di dapatkan dalam model
sekolah umum atau sekolah formal, (3) memaksimalkan potensi anak sejak usia
dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang telah ditetapkan sekolah, (4)
lebih siap unutk terjun di dunia nyata (real world) karena proses
pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari- hari yang ada di sekitar peserta
didik, (5) kesesuaian pertumbuhan nilai- nilai anak dengan keluarga. Relatif
terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang seperti tawuran,
narkoba, mencontek,(6) kemampuan bergau dengan orang tua dan yang berbeda
umur (vertical socialization), (7) biaya
pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua. [7]
Meskipun homeschooling menawarkan banyak keunggulan dibanding dengan
sekolah formal, masih banyak pertanyaan yang timbul dan keraguan yang muncul
dari sistem pendidikan homeschooling. Seperti
bagaimana kurikulum dari pendidikan homeschooling atau apakah anak yang
mengikuti pendidikan homeschooling dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang
lebih tinggi di sekolah formal? Pertanyaan seperti itu merupakan pertanyaan
yang sering diungkapkan orang tua ketika mempertimbangkan apakah anaknya akan
mengikuti pendidikan homeschooling atau akan mengikuti pendidikan formal.
Selain pertanyaan tadi, pertanyaan yang sering muncul adalah tentang
sosialisasi anak terhadap dunia luar dan legalitas.
Menteri Pendidikan Nasional, anak yang mengikuti pendidikan
homeschooling dapat mengikuti jalur ujian paket A, B, dan C untuk mendapatkan
ijazah guna melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di sekolah formal, atau
dapat pula anak-anak homeschooling mengikuti ujian bergabung bersama dengan
pendidikan formal. Mengenai standar kurikulum, Muhamad Nuh menegaskan
homeschooling tetap memiliki kurikulum dasar yang pendekatannya diserahkan pada
pendamping atau pembimbing homeschooling dan orang tua dan didasarkan pada
perkembangan dan kebutuhan anak. Mengenai sosialisasi anak, homeschooling bukan
berarti steril dari masyarakat. Homeschooling justru mengadakan pembelajaran
langsung pada sumber balajarnya, sehingga memungkinkan peserta didik mengasah
kemampuan bersosialisasi mereka sehingga mereka menjadi lebih aktif dan kritis
terhadap permasalahan yang mereka hadapi.[8]
Pendidikan nonfromal seperti homeschooling tetap diatur dan dijamin
pelaksanaannya oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan asal
pelaksanaan pendidikan terserbut tetap sejalan dengan makna pendidikan dalam
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pemerintah juga memfasilitasi terselenggaranya ujian nasional bagi peserta yng
terdaftar di komunitas belajar. Lembaga-lembaga pendidikan alternatif juga
mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) atau semacam Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dalam sekolah formal.
C. Tantangan
Penyelenggaraan Homeschooling
Dalam penyelenggaraan homeschooling bukan berarti tidak mengalami banyak
tantangan. Ada beberapa tantangan bagi penyelenggara homeschooling tunggal,
yaitu: (1) sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya, (2) kurangnya
tempat sosialisasi dan orang tua harus trampil memfasilitasi proses
pembelajaran, dan (3) evaluasi dan penyetaraannya. Tidak berbeda jauh dengan
penyelenggaraan hoemscooling tunggal, dalam penyelenggaraan homeschooling
majemuk atau komunitas homeschooling juga harus mengahadapi beberapa tantangan,
seperti: (1) perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas, dan
kegiatan tertentu; (2) perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran”
orang tua harus tetap ada, (3) anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus
menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima
“perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai pembentukan jati diri, (4) orang tua
masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri
penyetaraannya.[9]
D. Masalah yang
Dihadapi Penyelenggara Homeschooling
Meskipun homeschooling dapat dikatakan lebih efektif dibanding dengan
sekolah formal, bukan berarti homeschooling tidak mengalami kendala atau
masalah dalam pelaksanaannya ataupun tidak memiliki kekurangan. Pelaksanaan
homeschooling juga memiliki kekurangan, diantaranya yaitu: (a) butuh
keterlibatan yang tinggi dari orang tua, (b) sosialisasi seumur (peer-group
socialization) relatif rendah, (c) ada
risiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan;
dan (d) perlindungan orang tua memberikan efek samping ketidakmampuan
menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.
Pelaksanaan pendidikan alternatif, khususnya homeschooling sangat
dibutuhkan faktor-faktor pendukung demi kelancaran pelaksanaannya.
Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari proses
pembelajaran yang dilakukan. Faktor-faktor pendukung tersebut diantaranya
faktor emosional seperti keingintahuan yang tinggi dari peserta didik, motivasi
yang diberikan kepada peserta didik, komitmen yang baik antara pendidik dengan
peserta didik, adanya konsep pembelajaran konstruktivisme (pembelajaran
dibangun dari sebuah pengalaman), serta adanya konsep pembelajaran kontekstual
(konsep belajar yang menghubungkan isi materi pembelajaran dengan dunia nyata).[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa masih banyak masalah
pendidikan yang belum terselesaikan di Indonesia.Pendidikan nonformal atau
pendidikan alternatif seperti homeschooling dapat mengurangi permasalahan
pendidikan yang ada, dan terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan
formal karena pendidikan alternatif seperti homeschooling menggunakan
pendekatan yang bergantung pada kebutuhan peserta didik sehingga dapat memantau
perkembangan peserta didik lebih baik.
Meskipun pendidikan nonformal lebih efektif, namun tetap saja pendidikan
dengan metode ini memiliki kekurangan seperti kurangnya kemampuan bekerja dalam
kerjasama tim, dan lain-lain hal tersebut dapat diminimalisir dengan banyaknya
latihan-latihan yang diberikan pada perserta didik. Keunggulan yang dimiliki
lembaga pendidikan nonformal bisa menjadi acuan untuk melakukan perbaikan sistem
pendidikan formal yang dirasa masih kurang cocok dengan perkembangan peserta
didik yang kompleks.
B. Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai Fenomena home scholing, semoga
dapat bermanfaat bagi rekan sekalian dalam menambah wawasan, kritik dan saran
sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajeng Fitriana, Efektivitas
Pelaksanaan Pendidikan Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif Dalam
Mengembangkan Potensi Anak Di Homeschooling Kak Seto Jakarta Selatan, (Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Vol.1.No.1, Hlm. 79
- 95. Februari 2016 ISSN 2541-1462)
Arifin, Kamil Alfi. Homeschooling
Pendidikan Multikultural Untuk. Remaja. (UII: Impuls. 2010)
Diwinda Okta Puspitarini, Homeschooling
Sebagai Alternatif Pembelajaran, (Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, tahun 2013)
Lutfi Ariefianto, Homeschooling
: Persepsi, Latar Belakang dan Problematikanya (Studi Kasus pada Peserta Didik
di Homeschooling Kabupaten Jember) (Homeschooling : Perception, Background and
Problematic (Case Study in Student Homeschooling District of Jember), (Jurnal
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FKIP, Universitas Jember (UNEJ) tahun JURNAL
EDUKASI 2017, IV (2): 21-26)
Rifai, Achmad dan Catharina.
Psikologi Pendidikan. (Semarang : Pusat Pengembangan MKU, 2012)
Sumardiono. Homeschooling:
Lompatan Cara Belajar. (Jakarta: PT. Gramedia. 2007)
[1] Lutfi Ariefianto, Homeschooling
: Persepsi, Latar Belakang dan Problematikanya (Studi Kasus pada Peserta Didik
di Homeschooling Kabupaten Jember) (Homeschooling : Perception, Background and
Problematic (Case Study in Student Homeschooling District of Jember), (Jurnal
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FKIP, Universitas Jember (UNEJ) tahun JURNAL
EDUKASI 2017, IV (2): 21-26), h. 2
[2] Ajeng Fitriana, Efektivitas
Pelaksanaan Pendidikan Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif Dalam
Mengembangkan Potensi Anak Di Homeschooling Kak Seto Jakarta Selatan, (Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Vol.1.No.1, Hlm. 79
- 95. Februari 2016 ISSN 2541-1462), h. 3
[3] Sumardiono. Homeschooling:
Lompatan Cara Belajar. (Jakarta: PT. Gramedia. 22007), h. 4
[4] Arifin, Kamil Alfi. Homeschooling
Pendidikan Multikultural Untuk. Remaja. (UII: Impuls. 2010), h. 18
[6] Diwinda Okta Puspitarini, Homeschooling
Sebagai Alternatif Pembelajaran, (Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, tahun 2013),
h. 5
[7] Ajeng Fitriana, Efektivitas
Pelaksanaan Pendidikan Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif Dalam
Mengembangkan Potensi Anak Di Homeschooling Kak Seto Jakarta Selatan, (Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Vol.1.No.1, Hlm. 79
- 95. Februari 2016 ISSN 2541-1462), h. 3
[8] Diwinda Okta Puspitarini, Homeschooling
Sebagai Alternatif Pembelajaran, (Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, tahun 2013),
h. 5
[9] Diwinda Okta Puspitarini, Homeschooling
Sebagai Alternatif Pembelajaran, (Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, tahun 2013),
h. 5
[10] Rifai, Achmad dan
Catharina. Psikologi Pendidikan. (Semarang : Pusat Pengembangan MKU,
2012), h. 23
No comments:
Post a Comment