Saturday, May 12, 2018

Makalah Pendidikan Karakter


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu system  yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.[1]
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia sangat memerlukan SDM (sumber daya manusia) yang besar dan bermutu untuk mendukung terlaksananya program pembangunan dengan baik. Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang dapat mendukung tercapainya cita-cita bangsa dalam memiliki sumber daya yang bermutu, dan dalam membahas tentang SDM  yang berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan, maka yang dinilai pertama kali adalah seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya, dengan kata lain kualitas diukur dengan angka-angka, sehingga tidak mengherankan  apabila dalam rangka mengejar target yang ditetapkan sebuah lembaga pendidikan terkadang melakukan kecurangan dan manipulasi.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita. Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan generasi yang lebih berkualitas dan memiliki karakter atau akhlak mulia. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia.


B.     Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Pendidikan karakter?
2.      Apa fungsi dan tujuan Pendidikan Karakter?
3.      Apa Ciri-ciri dan Prinsip Pendidikan Karakter?
4.      Apa saja komponen yang pendukung dalam Pendidikan Karakter?
5.      Bagaimana penerapan Pendidikan karakter ?

C.     Tujuan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian Pendidikan karakter
2.      Untuk memahami fungsi dan tujuan Pendidikan Karakter
3.      Untuk memahami Ciri-ciri dan Prinsip Pendidikan Karakter
4.      Untuk memahami komponen yang pendukung dalam Pendidikan Karakter
5.      Untuk memahami penerapan Pendidikan karakter



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian pendidikan Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina, kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.[2]
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya , istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang  atau kelompok lain agar menjadi dewasa  untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.[3]
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang  atau kelompok lain agar menjadi dewasa  untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental. Sedangkan karakter  menurut Pusat Bahasa Depdiknas[4], adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya.[5]
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tenting pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan  dari modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di Negara-negara barat, seperti : pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai social tertentu.[6]
Berdasarkan grand desain yang dikembangkan kemendiknas, secara psikologis social cultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dari konteks interaksi social cultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.[7]

B.     Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa.
Dalam pemberian Pendidikan Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, Pendidikan Karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.[8]
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.[9]

C.     Ciri-ciri dasar dan Prinsip, Pendidikan karakter
Forester menyebutkan paling tidak  ada empat cirri dasar dalam pendidikan karakter; [10]
1.      Keteraturan  interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai. Maka nilai menjadi  pedoman yang bersifat  normative dalam setiap tindakan
2.      Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.
3.      Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
4.      Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.[11]
Lebih lanjut Madjid menyebutkan bahwa kematangan keempat karakter tersebut diatas, memungkinkan seseorang melewati tahap individualitas menuju profesionalitas. Orang-orang modern sering mencampur adukan antara individualitas menuju personalitas, antara  aku alami dan aku rohani, antara indepedensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa seseorang dalam segala tindakannya.
Kemudian Rosworth Kidder dalam “how Good People Make Tough Choices (1995)” yang dikutip oleh Majid (2010) menyampaikan tujuan kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter.
Pemberdayaan (empowered), maksudnya bahwa guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri.
1.      Efektif ( effective), proses pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan efektif.
2.      Extended into community, maksudnya bahwa komunitas harus membantu dan mendukung  sekolah dalam menanamkan nilai-nilai tersebur kepada peserta didik
3.      Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembelajaran.
4.      Enganged, melibatkan komunitas dan menampilkan topic-topik yang cukup esensial.
5.      Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik menerapkannya secara  benar.
6.      Evaluative, menurut Kidder terdapat lima hal yang harus diwujudkan dengan menilai manusia berkarakter, (a) diawali dengan kesadaran etik; (b) adanya kesadaran diri untk berpikir dan membuat keputusan tentang etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara praktis dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis terhadap sebuah komunitas; (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan  (agent of change) dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.[12]

D.    Komponen Pendukung dalam Pendidikan Karakter
Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan yang mensyaratkan  keterlibatan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan tugas pengajaran, terutama dalam rangka mengembangkan karakter  peserta didik, hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan karakternya. Oleh karena itu, guru, orang tua maupun masyarakat seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.[13]
Selain itu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalankan pendidikan karakter diantaranya sebagai berikut;
1.      Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua, anggota masyarakat, dan peserta didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya dapat bekerja sama dan membantu memberikan masukan, terutama mengenai langkah-langkah penanaman karakter bagi peserta didik.
Oleh sebab itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan karakter bagi peserta didiknya harus memiliki badan khusus yang dibentuk sebagai sarana komunikasi antara peserta didik, tenaga pendidik, orangtua dan masyarakat. Badan ini bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mendidik karakter peserta didik.
2.      Kebijakan Pendidikan
Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral dan tingkah laku, namun bukan berarti  sama sekali tidak menetapkan kebijakan-kebijakan. Sebagaimana dalam dunia formal pada umunnya. Sekolah tetap menetapkan landasan filosofi yang tepat dalam membuat pendidikan karakter, serta menentukkan dan menetapkan tujuan, visi dan misi, maupun beberapa kebijakan lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi kebijakan pendidikan formal atau kebijakan baru.[14]
3.      Kesepakatan
Betapapun pentingnya dan mendesaknya lembaga pendidikan menerapkan pendidikan karakter sebagai tambahan kurikulum di dalamnya, namun bukan berarti itu ditetapkan secara sepihak. Sekolah harus mengadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik terlebih dahulu dengan melibatkan  tenaga guru dan perwakilan masyarakat guna mencari kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pertemuan itu bertujuan memperoleh kesepakatan definisi pendidikan karakter, fungsi dan manfaatnya, serta cara mewujudkannya.
4.      Kurikulum Terpadu
Agar tujuan penerapan karakter dapat berjalan secara maksimal, sekolah perlu membuat kurikulum terpadu  di semua tingkatan kelas. Sebab, setiap peserta didik memiliki hak yang sama untuk mendapatkan materi mengenai pengembangan karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan karakter perlu diperkenalkan sejak dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi peserta didik yang sudah dewasa. Dan, salah satu cara penerapannya adalah pemberlakuan kurikulum terpadu dengan semua mata pelajaran.
5.      Pengalaman Pembelajaran
Pendidikan karakter sebenarnya lebih menitik beratkan pada pengalaman daripada sekedar pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan peserta didik dalam berbagai aktivitas positif dapat membantunya mengenal dan mempelajari kenyataan yang dihadapi
Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama, pendampingan, dan pengarahan optimal, yang merupakan komponen yang perlu diberlakukan secara nyata. Sebab, hal itu akan memberikan kesan positif bagi peserta didik dan mempengaruhi cara berpikirnya sekaligus karakternya.[15]
6.      Evaluasi
Guru perlu melakukan evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan karakter yang sudah diterapkan .evaluasi dilakukan tidak dalam ragka mendapatkan nilai, melainkan mengetahui sejauh mana peserta didik mengalami perilaku di bandingkan sebelumnya.
Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap aktivitas kebaikan  yang dilakukan peserta didik, kemudian memberinya penjelasan mengenai akibat aktivitas tersebut dalam pengembangan karakternya.[16]
7.      Bantuan Orang Tua
Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya meminta orangtua peserta didik untuk ikut terlibat memberikan pengajaran karakter ketika peserta didik berada di rumah. Bahkan, sekolah perlu memberikan gambaran umum tentang prinsip-prinsip yang diterapkan disekolah dan dirumah, seperti aspek kejujuran, dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orangtua di rumah, berarti sekolah akan tetap kesulitan menerapkan pendidikan karakter terhadap peserta didik. Sebab, interaksinya justru lebih banyak di habiskan dirumah bersama keluarga.
8.      Pengembangan Staf
Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf di sekolah sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter secara berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari proses dan program, serta demi menciptakan pelajaran dan kurikulum selanjutnya. Perlu di ingat bahwa semua pihak disekolah merupakan sarana yng perlu dimanfaatkan untuk membantu menjalankan pendidikan karakter
9.      Program
Program kependidikan karakter harus dipertahankan dan diperbaharui melalui pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi dari atas, dana yang memadai, dukungan untuk koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi, pengembangan profesional berkelanjutan dan jaringan, serta dukungan system bagi guru yang melaksanakan program tersebut


E.     Penerapan dan Pengembangan Pendidikan karakter
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama.  Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan  kepada peserta didik. Yakni rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, mampu bekerjasama, percaya diri, kreatif,mau bekerja keras, pantang menyerah, adil, serta memiliki sikap kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Dengan ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengajaran dan wacana.
Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa nilai-nilai karakter dasar yang harus diajarkan kepada peserta didik sejak dini adalah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah hendaknya berpijak pada nilai-nilai karakter tersebut, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau tinggi (yang bersifat tidak absolute atau relative), yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pembentukan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuaanya., jika tidak terlatih(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut, karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen yang baik (component og good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling  atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action, atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan.[17]
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral ( moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri ( self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri ( Conscience), percaya diri (self asteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), kerendahan hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act Morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindakn secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan karakter adalah sebuah system  yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.

B.     Saran
Dengan berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan baik dari segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang membangun dalam perbaikan makalah selanjutnya. Baik dari dosen pembimbing maupun rekan-rekan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010)

Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yoggyakarta: Pedagogia, 2010)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.  (Jakarta: Kemendiknas 2010)

Depdiknas . Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta ;Balai Pustaka. 2001)

Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012)

Mohamad Mustari. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014)

Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992)

Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)


[1] Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992) h. 2
[2]Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)     h. 14
[3] Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992) h. 4
[4] Depdiknas . Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta ;Balai Pustaka. 2001) h. 271
[5] Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012) h.36
[6] Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter.  … h. 16
[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.  (Jakarta: Kemendiknas 2010) h. 12
[8] Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter.  … h. 18
[9]Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) h. 27
[10] Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam,  … h. 29
[11] Mohamad Mustari. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014) h. xvii
[12] Mohamad Mustari. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014) h. xxxi
[13] Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yoggyakarta: Pedagogia, 2010) h. 4
[14] Abdullah Munir, Pendidikan Karakter,  … h. 5
[15] Abdullah Munir, Pendidikan Karakter,  … h. 6
[16] Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter.  … h. 21
[17] Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter.  … h. 25

No comments:

Post a Comment