Saturday, May 12, 2018

Makalah Islam di Tinjau dari Aspek Antropologi


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani, yang keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, keduanya saling menunjang dalam kehidupan. Di sisi lain, manusia adalah makhluk individu  dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk, kedudukan manusia sebagai hamba/pengabdi dan juga sebagai khalifah di muka bumi.
Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan  ajarannya oleh umat manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis, dan lainnya, maka perlu tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para ilmuwan Islam.
Dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dalam studi Islam dan keislaman, maka diharapkan akan tercapai Islam yang ideal dan benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin.  Dalam hal ini,  para ilmuwan mengemukakan beberapa pendekatan dalam studi Islam yang dapat diterapkan yaitu pendekatan teologis normatis, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan psikologi.  Dengan berbagai pendekatan ini, diharapkan umat Islam akan terbebas dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya.
Salah satu pendekatan yang perlu diterapkan dalam studi Islam adalah pendekatan antropologi. Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa itu antropologi dan pendekatan antropologi dalam studi agama, serta bagaimana implementasi pendekatan antropologi dalam studi Islam, maka penulis berusaha untuk mengkaji dan mengungkap lebih jauh tentang “Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam”.

B.     Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan pokok yang perlu diuraikan dalam pembahasan ini antara lain :
1.      Apakah antropologi dan pendekatan antropologi itu?
2.      Apa saja obyek kajian dalam pendekatan antropologi?
3.      Bagaimakah cara kerja pendekatan antropologi dalam studi Islam?
4.      Bagaimana Wilayah Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam?
5.      Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam?
6.      Bagaimana Pengaruh Antara Pendekatan Antropologi  Dalam Studi Islam Terhadap Pembaharuan Dalam Islam?

C.     Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui arti antropologi dan pendekatan antropologi.
2.      Untuk mengetahui obyek kajian dalam pendekatan antropologi.
3.      Untuk mengetahui cara kerja pendekatan antropologi dalam studi Islam.
4.      Untuk mengetahui Wilayah Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
5.      Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam
6.      Untuk mengetahui Pengaruh Antara Pendekatan Antropologi  Dalam Studi Islam Terhadap Pembaharuan Dalam Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Antropologi dan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam
1.      Pengertian antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu. Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu “anthropology” yang didefinisikan sebagai the social science that studies the origins and social relationships of human beings atau the science of the structure and functions of the human body.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa antropologi adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau, ilmu tentang organisme manusia dan tentang manusia sebagai obyek sejarah alam.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.[2]
Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi yang luas tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisis yang tenang (tidak memihak).
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan suatu pengertian  bahwa antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga di antara satu manusia  dengan yang lainnya berbeda-beda.


2.      Pengertian pendekatan antropologi Dalam Studi Islam
Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai tekhnik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian, tetapi juga mencakup pengertian, metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.[3]
Menurut Abudin Nata, “Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dangan masalah-masalah yang di hadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yangdi gunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah di gunakan pula untuk memahami agama”.
Islam adalah agama samawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi Saw, tetapi juga untuk umatnya (manusia). Supaya Islam dapat diterima dan ajarannya dipahami serta dilaksanakan oleh umat manusia, maka dalam penyampaiannya harus menggunakan pendekatan atau metodologi yang  sesuai dan tepat. Jika tidak, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama Islam hanya tinggal namanya saja.  Hal ini perlu disadari oleh para ilmuwan muslim. Dan karena agama itu sangat erat hubungannya dengan manusia, maka pendekatan antropologi sangat penting untuk diterapkan didalam studi Islam.[4]
Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi per­hatian terkait bentuk fisik dan kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.      
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan antropologi dalam studi Islam adalah suatu cara pandang yang mendalam dan proporsional praktik keberagamaan kaum muslim sebagai suatu gejala yang terkait dengan budaya lokal, politik, ekonomi, sosial  dan pengaruh fakto-faktor lainnya dalam kehidupan.

B.     Obyek Kajian Dalam Pendekatan Antropologi
Secara umum obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa manusia.
Ada lima fenomena agama yang dapat dikaji melalui antropologi, yaitu:
1.      Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2.      Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya.
3.      Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.[5]
4.      Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5.      Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.
Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau dari pengertian antropologi secara umum, obyek kajian dalam antropologi mencakup 2 (dua) hal yaitu :
1.      Keanekaragaman bentuk fisik manusia.
2.      Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
Sedangkan secara khusus pengkajian antropologi dalam studi Islam, maka obyek kajian antropologi meliputi  lima hal yaitu :
1.      Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
Pada bagian ini antropologi mengkaji bagaimana cara pandang penganut agama terhadap al-Qur’an dan al-Hadits sebagai naskah atau sumber ajaran agama Islam yang dianutnya, serta bagaimana cara menfsirkan isi ajaran tersebut dan diimplementasikan dalam kehidupannya.[6]
2.      Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya.
Terhadap penganut, pemimpin atau pemuka agama,  antropologi mengamati, mengkaji dn meneliti sikap, perilaku dan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianutnya serta pengaruh sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya, bahkan sampai pada pengaruh faktor geografis dalam pengamalan ajaran yang dianutnya.
3.      Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
Dalam beragama ibadah-ibadah ritual merupakan suatu hal yang sangat sakral, terjaga dan terpelihara, namun hal tersebut tidak terlepas dari  pengaruh budaya dan aspek-aspek kehidupan manusia lainnya dan hal tersebut menyatu dan berlangsung dalam kehidupan manusia.
4.      Alat-alat seperti masjid,  peci dan semacamnya.
Alat-alat seperti masjid, tasbih, sorban, peci dan lainnya merupakan symbol atau lambang dalam kehidupan keberagamaan, dan hal inipun tidak terlepas dari pengaruh berbagai aspek kehidupan manusia di mana ia berada.
5.      Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis,  Syi’ah dan lain-lain.
Organisasi sebagai wadah berhimpunnya para penganut, tokoh atau pemuka agama yang terkotak-kotak sesuai dengan isme-isme yang dianutnya serta sikap dan perilaku kelompok menjadi suatu budaya dan bahkan menjadi suatu kekuatan dalam kehidupan keberagamaan dan kemasyarakatan .[7]
Bustanuddin Agus mengemukakan bahwa, Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah. Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sacral.
Menurut pendapat tersebut, bahwa praktik yang nyata dalam kehidupan yang dimaksud adalah praktik keberagamaan, bukan agama.Artinya bahwa praktik dalam keseharian kehidupan manusia adalah telah adanya pengaruh budaya, social, ekonomi, politik, sejarah dan keadaan geografis terhadap ajaran agama dalam kehidupan, dan hal tersebut itulah merupakan obyek kajian pendekatan antropologi.

C.     Cara Kerja  Pendekatan Antropologi dalam studi Agama (Islam)
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis.[8]
Penelitian antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik, dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian, antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.[9]
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia.Karena manusialah sebagai pelaku dalam keberagamaan dan kebudayaan.Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya, sebab Islam sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits meliputi semua aspek kehidupan.Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau mystical event.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata.Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama.Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya penggunaan pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah mengemukakan 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologiterhadap agama,  yaitu :


1.      Bercorak descriptive, bukannya normative.
Pendekatan antropologi  bermula dan diawali dari kerja lapangan  (field work),  berhubungan  dengan orang, masyarakat, kelompok  setempat yang diamati  dan diobservasi dalam jangka waktu yang lama dan mendalam.  Inilah yang biasa disebut dengan  thick description(pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur, mendalam dan berkesinambungan).  Thick description dilakukan  dengan cara antara lain Living in , yaitu  hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti  ritme dan pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkansecara akademik.  John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian antropologi  masyrakat muslim Gayo,di  Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga dilakukan oleh para antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz.  Field note research (penelitian melalui pengumpulan catatan  lapangan) dan bukannya  studi teks atau pilologi seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama antropolog.
2.      Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari,  agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih-lebih ketika manusia melewati hari-hari  atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani  kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut  (rites de pessages) ? Persitiwa  kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan .  Apa yang dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan[10]
3.      Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan  secara lebih utuh (connections across social domains).
Bagaimana hubungan antara wilayah  ekonomi,  sosial, agama, budaya dan  politik.  Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah.Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan  tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.
4.      Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.
Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.  Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation) between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate them, the power they release or disable.” Setidaknya,  Cliffort Geertz pernah memberi contoh bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko.  Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif  dan memperdalam bobot kajian.  Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru  baik dari kalangan outsider maupun insider.[11]
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.

D.    Wilayah Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
Antropologi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dengan dibekali oleh pendekatan yang holistic dan komitmennya tentang manusia, sesungguhnya antropologi merupakan ilmu penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa pendekatan antropologis sangat penting untuk memahami agama Islam karena konsep manusia sebagai khalifah (wakil Tuhan) di bumi, misalnya merupakan symbol akan pentingnya posisi manusia dalam Islam.[12]
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia sesungguhnya adalah persoalan agama yang sebenarnya.Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaanya.
Pemahaman Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak lengkap tanpa memahami manusia. Realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan terletak pada interpretasi dan pengalaman agama. Oleh karena itu antropologi diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagaman manusia.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa signifikansi antropologi dalam studi islam adalah sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain, cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan dibidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematics, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif dengan berbagai bidang kehidupan, diantaranya:[13]
1.      Agama berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan miskin pada umumnya, lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sydah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Karl Marx (1818-1883), sebagai contoh, melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut dengan teori pertentangan kelas. Menurutnya agama bisa disalahfungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status quo peran tokoh-tokoh agama yang mendukung sistem kapitalsime di Eropa yang beragama Kristen. Lain halnya dengan Max Weber (1864-1920). Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran Protestan dengan munculnya semangat kapitalisme modern. Etika Protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja semangat masyarakat industri yang kapitalistik. Cara pandang Weber ini kemudian diteruskan oleh Robert N. Bellah dalam karyanya The Religion of Tokugawa.Dia juga melihat adanya korelasi positif antara ajaran agama Tokugawa, yakni semacam percampuran antara ajaran agama budha dan sinto pada era pemerintahan Meiji dengan semangat etos kerja orang Jepang modern. Tidak ketinggalan, seorang Yahudi kelahiran Prancis, Maxime Rodinson, dalam bukunya Islam and Capitalism menganggap bahwa ekonomi islam itu lebih dekat dengan sistem kapitalisme atau sekurang-kurangnya tidak mengharamkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme.
2.      Agama dalam hubungannya dengan mekanisme organisasi social budaya.
Peneliti Clifford Geertz dalam karyanya The Religion of Java melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di Jawa, antara santri, priyayi, dan abangan. Sungguhpun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan sosial yang lain, namun kontruksi stratifikasi sosial yang dikemukakannya cukup membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya.
3.      Keterkaitan agama dengan psikoterapi.
Sigmund Freud (1856-1939) pernah mengaitkan agama dengan oedipus complex, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya dihadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Agama dinilainya sebagai neurosis. Dalam psikoanalisanya dia mengungkapkan adanya hubungan antara id, ego dan superego. Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpati terhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuannya ini cukup memberi peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait dengan patologi sosial mupun kejiwaan. Jika Freud dianggap terlalu minor melihat fenomina keberagaman manusia, lain halnya dengan psikoanalis yang dikemukakan C.G.Jung. Jung malah menemukan hasil temuan psikoanalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan Freud. Menurutnya ada korelasi antara agama dan kesehatan mental.
4.      Agama dengan Budaya
Jika kembali pada persoalan kajian antropologi bagi kajian Islam, maka dapat dilihat relevansinya dengan melihat dari dua hal. Pertama, penjelasan antropologi sangat berguna untuk membantu mempelajari agama secara empirik, artinya kajian agama harus diarahkan pada pemahaman aspek-aspek social context yang melingkupi agama. Kajian agama secara empiris dapat diarahkan ke dalam dua aspek yaitu manusia dan budaya. Pada dasarnya agama diciptakan untuk membantu manusia untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan kemanusiaannya, dan sekaligus mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa persoalan agama yang harus diamati secara empiris adalah tentang manusia. Tanpa memahami manusia maka pemahaman tentang agama tidak akan menjadi sempurna.[14]
Kesulitan mempelajari agama dengan pendekatan budaya, dengan mempelajari wacana, pemahaman dan tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan ajaran agama, dirasakan juga oleh mereka yang beragama. Kesulitan itu terjadi karena ketakutan untuk membicarakan masalah agama yang sakral dan bahkan mungkin tabu untuk dipelajari. Persoalan itu ditambah lagi dengan keyakinan bahwa agama adalah bukan hasil rekayasa intelektual manusia, tetapi berasal dari wahyu suci Tuhan. Sehingga realitas keagamaan diyakini sebagai sebuah “takdir sosial” yang tak perlu lagi dipahami.
Namun sesungguhnya harus disadari bahwa tidak dapat dielakkan agama tanpa pengaruh budaya-ulah pikir manusia-tidak akan dapat berkembang meluas ke seluruh manusia. Bukankah penyebaran agama sangat terkait dengan usaha manusia untuk menyebarkannya ke wilayah-wilayah lain. Dan bukankah pula usaha-usaha manusia, jika dalam Islam bisa dilihat peran para sahabat, menerjemahkan dan mengkonstruksi ajaran agama ke dalam suatu kerangka sistem yang dapat diikuti oleh manusia. Lahirnya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fikih dan ilmu usul fikih adalah hasil konstruksi intelektual manusia dalam menerjemahkan ajaran agama sesuai dengan kebutuhan manusia di dalam lingkungan sosial dan budayanya.
Secara garis besar kajian agama dalam antropologi dapat dikategorikan ke dalam empat kerangka teoritis; intellectualist, structuralist, functionalist dan symbolist. Tradisi kajian agama dalam antropologi diawali dengan mengkaji agama dari sudut pandang intelektualisme yang mencoba untuk melihat definisi agama dalam setiap masyarakat dan kemudian melihat perkembangan (religious development) dalam satu masyarakat. Termasuk dalam tradisi adalah dengan mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap adanya kekuatan supranatural. Walaupun definisi agama ini sangat minimalis, definisi ini menunjukkan kecenderungan melakukan generalisasi realitas agama dari animisme sampai kepada agama monoteis.
Obyek kajian dari antropologi Islam adalah sebagai berikut ini :
a)      Penciptaan manusia, meliputi awal penciptaan manusia dan bagaimana manusia kemudian berkembang termasuk teori evolusi Darwin sebagai komparasinya. Juga pertanyaan tentang apakah sebelum Adam AS. ada Adam-Adam lain. Seperti kecenderungan Iqbal, misalnya, yang mengatakan dalam bukunya The Reconstraction of Religious Thought in Islam, bahwa Adam yang disebut dalam al Qur’an lebih banyak bersifat konsep tinimbang histories.
b)      Susunan manusia, meliputi susunan yang membentuk manusia; tubuh, jiwa, ruh, akal, hati, mata hati dan nurani. Sehingga dapat didapatkan konsep manusia yang utuh sesuai dengan konsep Islam. Sehingga dengannya manusia akan berbeda dengan malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan benda mati. Sambil menjelaskan perbedaan manusia dengan makhluk tersebut.
c)      Macam-macam manusia, yaitu perbedaan manusia antara lelaki dan perempuan, suku-suku, bangsa-bangsa, perbedaan bahasa, dan hikmah dibalik perbedaan ini.
d)      Tujuan diciptakannya manusia dan apa misi yang dibawanya di atas bumi, pengkajian tentang ibadah, khilafah, pembumidayaan dunia dan sebagainya.
e)      Hubungan manusia dengan semesta, yakni manusia sebagai pusat semesta dan pembahasan tentang lingkungan hidup.
f)        Hubungan manusia dengan Tuhan-nya, yakni mengkaji tentang beragama manusia, peran nabi-nabi, kitab-kitab suci dan ibadah.
g)      Manusia masa depan, yang mengkaji tentang rekayasa manusia masa depan yaitu tentang pembibitan buatan, bioteknologi, manusia robot dan hal-hal lainnya.
h)      Manusia setelah mati, yang membahas bagaiman manusia setelah mati, serta apa yang harus ia persiapkan di dunia ini bagi kehidupannya di akherat nanti.

E.     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam
Setiap metode atau pendekatan dalam penelitian dan pengkajian terhadap suatu masalah pasti terdapat kelebihan dan kekurangan dari pendekatan yang digunakan. Begitu pula pada pendekatan Antropologi dalam studi Islam, kita akan menemukan kelebihan dan kekurangannya.
Dalam pengkajian makalah ini kami dapat mengemukakan beberapa kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam, sebagai berikut :[15]
1.      Kelebihan
Kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :
a)      Pendekatan antropologi bercorak deskriptif dan denganmelakukan pengamatan langsung, sehingga peneliti mengetahui dengan sebenarnya praktik keberagamaan (local practices) praktik yang nyata di suatu tempat.
b)      Antropologiselalu mencariketerkaitan atau hubungan antara berbagai domain kehidupan secara lebih utuh dan melakukan perbandingan dari berbagai tradisi.
c)      Dengan antropologi kita dapat meneliti asal-usul agama, dan dengan itu  kita dapat mengerti cara berpikir manusia yang menganut agama tersebut pada zamannya,sehingga dengan melakukan kajian lewat agama kita dapat mengetahui pola berpikir manusia pada zaman dahulu, karena pasti ada keterkaitan antara agama dan manusia.
d)      Antropologi lebihterfokus pada symbol-simbol dan unsur-unsur dalam agama seperti sholat, puasa, haji, golongan agama, pemuka agama dan sebagainya, karena hal itu dapat mempengaruhi manusia.
2.      Kekurangan
Kekurangan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :
a)      Antropologi tidak membahas fungsi agama bagi manusia, tetapi membahas isi dan unsur-unsur pembentuk dalam agama itu berkaitan dengan manusia dan kebudayaan sehingga akan sulit mengamati terjadinya sekularisasi.
b)      Dalam kehidupan terjadinya pembauran antara budaya dan agama, sehingga dalam praktiknya jika kita tidak cermat mengamatinya, maka tidak dapat dibedakan antara agama dan budaya.

F.      Pengaruh Antara Pendekatan Antropologi  Dalam Studi Islam Terhadap Pembaharuan Dalam Islam
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pendekatan antropologi dalam studi Islam adalah salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.[16]
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujarat: 13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
Sedangkan pembaharuan dalam Islam menurut Harun Nasution adalah  upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Menurut Abd. Rahman Assegaf bahwa gagasan dan ide modernisasi Islam muncul sebagai upaya interpretasi kaum muslim terhadap sumber-sumber ajaran Islam dalam rangka menghadapi berbagai perubahan social-kultural yang terjadi dalam setiap waktu dan tempat masing-masing.
Menurut H. Abudin Nata, pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi, menambah teks al-Qur’an maupun teks al-Hadits, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman…selain itu pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini perlu dilakukan karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.[17]
Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa modernisasi atau pembaharuan dalam Islam adalah sebuah bentuk  implementasi dari ajaran Islam secara kontekstual atas dasar interpretasi atau penafsiran, dan hal tersebut merupakan respond an jawaban kaum muslim atas segala persoalan yang dihadapi di zamannya serta mereka harus menyambutnya dengan arif dan bijaksana.
Dengan demikian menurut pendapat kami, bahwa ada pengaruh  antara pendekatan antropologi dalam studi Islam dan pembaharuan dalam Islam, karena keduanya mengkaji masalah keberagamaan dan menempatkannya secara proporsional. Pendekatan antropologi dalam Islam meneliti manusia dengan praktik keberagamaan yang beraneka ragam karena dipengaruhi oleh berbagai factor kehidupan sedangkan dengan adanya pembaharuan dalam Islam, dapat diketahui inti ajaran Islam yang sebenarnya, baik secara tekstual maupun kontekstual serta mengetahui dan memahami praktik-praktik keberagamaan lokal yang dipengaruhi oleh berbagai factor tersebut(budaya, social, ekonomi, politik dan lain-lain).




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan  ajarannya oleh umat manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis, dan lainnya, maka perlu tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para ilmuwan Islam.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.

B.     Saran
Demikianlah makalah ini dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik berupa sistematika penulisan, isi maupun bahasa yang digunakan.
Oleh karana itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dalam rangka perbaikan  dan penyempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Tajul Arifin, Pengantar Antropologi, (CV. Pustaka Setia, Bandung, 2012)

William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi , (Surakarta: Penerbit Erlangga,1999),

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (PT RINEKA CIPTA, Jakarta : 2002)

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001)

Hasan Baharun dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)

Parsudi Suparlan, Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan Pusjarlit, Cet. I, 1998)

William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi , (Surakarta: Penerbit Erlangga,1999),

M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2004)

Achmad Fedyanisaifuddin, Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta : Kencana, 2006)


[1] Tajul Arifin, Pengantar Antropologi, (CV. Pustaka Setia, Bandung, 2012) hal.13
[2] Hasan Baharun dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) hlm.232
[3] Parsudi Suparlan, Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan Pusjarlit, Cet. I, 1998), h. 110
[4] Tajul Arifin, Pengantar Antropologi,  … hal.14
[5] William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi , (Surakarta: Penerbit Erlangga,1999), hlm.12.
[6] William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi , (Surakarta: Penerbit Erlangga,1999), hlm.15
[7] William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi ,  … hlm.15
[8] M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 15.
[9] William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi ,  … hlm.16
[10] William A. Havilland, R.G. Soekadijo, Jilid 1 Antropologi ,  … hlm.17
[11] M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 21
[12] Hasan Baharun, Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media) hlm. 234
[13] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2004), hlm. 35
[14] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2004), hlm. 37
[15] Achmad Fedyanisaifuddin, Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm.10
[16] Achmad Fedyanisaifuddin, Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm.14
[17] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2004), hlm. 43

No comments:

Post a Comment