Thursday, May 31, 2018

Makalah Konsep Pendidikan Karakter


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa, sebagai penanda, penciri sekaligus pembeda suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menapaki dan melewati suatu jaman dan mengantarkannya pada suatu derajat tertentu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Demikianlah yang pernah terjadi dalam sebuah perjalanan sejarah.[1]
Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna yang pernah hidup di muka bumi telah memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun sebuah karakter bangsa dan mempengaruhi dunia. Sehingga Michael H. Hart penulis buku 100 tokoh berpengaruh di dunia menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan, karena mampu mengubah sebuah wajah karakter masyarakat dari realitas masyarakat yang sangat tidak beradab, suka menyembah patung, suatu produk manusia yang disembahnya sendiri, suka berjudi, suka membunuh anak perempuannya karena dianggap melemahkan citra diri keluarga besar (suku), memberikan penghargaan atas wanita dengan cara yang sangat murah dan keji, memperjualbelikan manusia dengan sistem perbudakan menjadi beradab dan bermoral. Semua realitas itu kemudian diubah dengan cara yang sangat indah dan cerdas melalui keteladanan dan dibangun karakter masyarakatnya, kemudian mampu mempengaruhi karakter bangsanya sehingga dapat diakui dalam percaturan sebuah kawasan (jazirah) bahkan hingga mampu mengubah sejarah perjalanan dunia. [2]
Dari sebuah bangsa yang tidak pernah dikenal dalam sejarah hingga mampu menjadi benchmark (ukuran standar) sebuah peradaban dunia dan mampu berlangsung sangat lama, 1.400 tahun mendampingi sejarah perkembangan peradaban dunia hingga saat ini. Semua itu karena pembangunan karakter bangsa yang dibangun oleh Nabi Besar Muhammad SAW yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Akhlak.
Akhlak sebagai suatu nilai dan tindakan perilaku yang tinggi berdasarkan pada nilai-nilai luhur agama dan wahyu yang dapat mengantarkan manusia pada derajat tertinggi kemanusiaan baik di sisi manusia maupun di sisi Tuhan Sang Penguasa Kehidupan, Allah SWT. Inilah yang menjadi tugas utama kenabian Muhammad SAW yaitu untuk membangun dan memperbaiki Akhlak manusia. Sebagaimana di dalam sabdanya: “Tidaklah aku diutus (ke muka bumi) kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia”. Sehingga Nabi Muhammad SAW kemudian benar-benar terfokus dan concern untuk melakukan proses pembentukan, penyempurnaan, dan penguatan akhlak (karakter generasi) ini sebagai modal dasar melakukan sebuah perubahan besar dan pembangunan peradaban besar. [3]
Usaha keras dan sungguh-sungguh ini dalam waktu yang sangat singkat ternyata telah mampu menampakkan hasilnya. Generasi terbaik dan kuat itu berhasil terbentuk. Sebuah generasi yang siap membangun peradaban besar dunia yang memberikan pengaruh besar bagi perubahan-perubahan besar selanjutnya. Sehingga beliau pernah bersabda bahwa, “sebaik-baik kaum (kurun/masa) adalah masaku, kemudian setelahnya (para sahabat), kemudian setelahnya (tabi’in)'’.[4]
Hasil pembentukan karakter itu bertahan dengan sangat baik, kuat, dan kokoh dalam tiga generasi selama lebih kurang 500 tahun tetap dijaga, dipelihara, dan dipertahankan dalam menjalani kehidupan tentu dengan segala pernak-perniknya dan dinamikanya. Pembangunan karakter ini kemudian melahirkan orang-orang besar sepanjang sejarah dan mampu mewarnai dunia melalui kekuatan karakter kepribadiannya. Misalnya kita bisa mengenal dari generasi sahabat Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Kemudian dari generasi tabi’in, Umar bin Abdul Aziz, Thariq bin Ziyad, Harun Ar Rasyid dan generasi selanjutnya yang semua mereka telah tampil dalam pentas sejarah dengan karakternya yang kuat, penuh gagah berani, akhlak yang agung, mampu membangun sejarah dan mengubah dunia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana konsep pendidikan karaktrer?
2.      Bagaimana Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter?
3.      Bagaimana hubungan Pendidikan Karakter dengan Pendidikan Akhlak?

C.    Tujuan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :"
1.      Untuk mengetahui konsep pendidikan karaktrer
2.      Untuk mengetahui Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter
3.      Untuk mengetahui hubungan Pendidikan Karakter dengan Pendidikan Akhlak



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagai negara. Pandangan pro dan kontra mewarnai diskursus pendidikan karakter sejak lama. Sejatinya, pendidikan karakter merupakan bagian esen- sial yang menjadi tugas sekolah, tetapi selama ini kurang perhatian. Akibat minimnya perhatian terhadap pendidikan karakter dalam ranah persekolahan, sebagaimana dikemukakan Lickona,24 telah menyebabkan berkembangnya berbagai penyakit sosial di tengah masyarakat. Seyogianya, sekolah tidak hanya berkewajiban meningkatkan pencapaian akademis, tetapi juga bertanggung jawab dalam membentuk karakter peserta didik. Capaian akademis dan pembentukan karakter yang baik merupakan dua misi integral yang harus mendapat perhatian sekolah. Namun, tuntutan ekonomi dan politik pendidikan menyebabkan penekanan pada pencapaian akademis mengalahkan idealitas peran sekolah dalam pembentukan karakter.[5]
Raharjo memaknai pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.[6]
Dalam grand desain pendidikan karakter, pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori- teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-sehari. Proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur ini juga perlu didukung oleh komitmen dan kebijakan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait lainnya termasuk dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan (I alam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jali dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain: kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berpikir logis. Oleh karena itu, penanaman pendidikan karakter tidak bisa hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, dan pembiasan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan (exposure) media massa.[7]
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.[8]
Pendidikan karakter secara perinci memiliki lima tujuan. Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).[9]
Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama. Pertama, fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Kedua, fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Ketiga fungsi ini dilakukan melalui: (1) pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) penguatan nilai- nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, dan (5) penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.[10]
Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala upaya yang dilalaikan guru, yang mampu memengaruhi karakter peserta didik. Guru
Pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya membangun karakter bangsa mendesak untuk diterapkan. Pendidikan karakter menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global. Di antara karakter yang perlu dibangun adalah karakter yang berkemampuan dan berkebiasaan memberikan yang terbaik (giving the best) sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Inti karakter adalah kejujuran. Karakter dasar seseorang adalah mulia. Namun, dalam proses perjalanannya mengalami modifikasi atau metamorfosis, sehingga karakter dasarnya dapat hilang. Contohnya, hewan singa memiliki karakter dasar yang galak, tetapi karena mengalami proses modifikasi menjadi bagian dari pertunjukan sirkus, maka singa kehilangan kegalakannya.
Pendidikan karakter dari sisi substansi dan tujuannya sama dengan pendidikan budi pekerti, sebagai sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya.36 Istilah budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa Inggris, yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian, antara lain: adat-istiadat, sopan santun, dan perilaku. Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, dan norma budaya dan adat-istiadat masyarakat. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik.[11]
Pengertian budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa Inggris, yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain: a) adat istiadat, b) sopan santun, dan c) perilaku. Namun pengertian budi pekerti secara hakiki adalah perilaku. Sementara itu, menurut draf kurikulum berbasis kompetensi budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan iliukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata karma dan sopan santun, dan norma budaya dan .ul.it istiadat masyarakat. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik.[12]
Istilah karakter juga memiliki kedekatan dan titik singgung dengan etika. Karena umumnya orang dianggap memiliki karakter yang baik '.ctclah inampu bertindak berdasarkan etika yang berlaku di tengah- tengah masyarakat. Etika, berasal dari bahasa Yunani ethikos yang diambil dari kata dasar ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, piulang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan, sikap atau cara berpikir.

B.     Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negatif.[13]
Disadari bahwa karakter/akhlak/moral yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa diubah atau dibentuk. Karakter/ akhlak/moral manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungannya, sosial budaya, pendidikan, dan alam.[14]
Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak), sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah terdapat materi pelajaran Pancasila dan kewarganegaraan. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada saat ini, antara lain memperkuat pendidikan karakter.[15]
Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan (respect) dan tanggung jawab (responsibility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan oleh sekolah. Nilai-nilai moral yang lain adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, kedisiplinan diri, suka menolong, rasa kasihan, kerja sama, keteguhan hati, dan sekumpulan nilai-nilai demokrasi.
Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini, antara lain: (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.[16]
Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa I ntlonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.[17]
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama. Oleh karena IIu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada .tjaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Karenanya, nilai- ml.ii pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
Kedua, Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan iit.is prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut I ’.incasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabar- I .m lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. A11 i nya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, Imilaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik y.ulu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.[18]
Ketiga, budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia mg hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam memberikan makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi angora masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nllal dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Keempat, tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (HU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional

C.    Hubungan Pendidikan Karakter dengan Pendidikan Akhlak
Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, terlihat bahwa pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama, yaitu pembentukan karakter. Perbedaan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur dan Islam, sedangkaan pendidikan karakter terkesan Barat dan sekuler, bukan alasan untuk dipertentangkan. Pada kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk saling mengisi.[19] Bahkan Lickona sebagai Bapak Pendidikan Karakter di Amerika justru mengisyaratkan keterkaitan erat antar karakter dan spiritualitas. Dengan demikian, bila sejauh ini pendidikan karakter telah berhasil dirumuskan oleh para penggiatnya sampai pada tahapan yang sangat operasional meliputi metode, strategi, dan teknik, sedangkan rendidikan akhlak sarat dengan informasi kriteria ideal dan sumber Karakter baik, maka memadukan keduanya menjadi suatu tawaran yang sangat inspiratif. Hal ini sekaligus menjadi entrypoint bahwa pendidik- an karakter memiliki ikatan yang kuat dengan nilai-nilai spiritualitas dan agama.
Pola bentukan definisi “akhlak” di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara Khalik (Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum minallah. Dari produk hablum minallah yang verbal, biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum minannas (pola hubungan antarsesama makhluk).[20]
Ibnu Athir dalam bukunya an-Nihayah menerangkan bahwa hakikat makna khuluq tersebut ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, dan tinggi rendah tubuhnya)
Senada dengan pendapat Ibnu Athir ini, Imam al-Ghazali menyatakan bahwa bilamana orang mengatakan si A itu baik khalqu-nya dan khuluq-nya, berarti si A itu baik sifat lahir dan sifat batinnya”. Berpijak pada sudut pandang kebahasaan, definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “budi pekerti”, kesusilaan, sopan santun, tata krama (versi bahasa Indonesia) sedang dalam bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic.[21]
Dalam tinjauan kebahasaan, Abd. Hamid Yunus menyatakan bahwa : “Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik.” Memahami ungkapan tersebut bisa dimengerti sifat/potensi yang dibawa setiap manusia sejak lahir: artinya, potensi ini sangat tergantung dari cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya positif, outputnya adalah akhlak mulia; sebaliknya apabila pembinaannya negatif, yang terbentuk adalah akhlak mazmuniah (tercela).
Firman Allah dalam al-Qur’an surat As-Syam ayat 8 menegaskan:

Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut yang artinya: “Akhlaq adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya”.
Dalam memaknai akhlaq al-kanmah, akhlak tersebut merupakan sikap yang melekat pada seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariah Islam yang tercermin dalam berbagai amal, baik amal batin seperti zikir, berdoa, maupun amalan lahir seperti kepatuhan pelaksanaan ibadah dan sikap tata krama berinteraksi dengan orang lain. Adapun akhlaq al-madzmumah bagi peneliti adalah sikap yang melekat pada diri berupa kebiasaan pelanggaran-pelanggaran kepada ketentuan dan aturan syariah baik secara amalan batin seperti dengki, hasad, maupun amalan lahir seperti berzina, menyakiti orang lain, dan seterusnya.[22]
Rasulullah dinyatakan berakhlak mulia karena sikap dan ketaatannya pada ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an. Ketaatan beliau menjadi bagian yang tak terpisahkan pada setiap suasana kehidupannya, sehingga jawaban Aisyah Radhiyallahu Anha tentang akhlak beliau menjadi batasan ideal tentang pemaknaan seorang itu sempurna tidaknya akhlaq al-kanmah-nya.[23]
Akhlak juga merupakan rahasia kehidupan yang menghantarkan kesuksesan para Nabi dan Rasul-rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mengemban tugas, fungsi, dan risalah-Nya. Menurut Muhammad Rabbi’ Mahmud Jauhari, kesempurnaan akhlak seorang Muslim merupakan salah satu faktor diterimanya ajaran Islam di berbagai wilayah di dunia. Menurutnya penyebaran Islam di berbagai dunia tidak selalu diiringi oleh pasukan tentara, ada dua faktor yang membuat tersebar dan diterimanya Islam:
Pertama, akhlak yang ditampilkan oleh para generasi awai Islam saat itu; Kedua, ajaran akhlak yang dibawa oleh Islam berfungsi sebagai solusi dari kerusakan kehidupan masyarakat umum saat itu.
Menurut Mohammad Natsir, akhlak ibarat tarikan magnet (besi berani) yang dapat menarik terhadap apa saja yang bersifat logam, yang bermutu tinggi atau rendah. Akhlak juga dapat diibaratkan sumber tenaga. Sumber tenaga bagi daya tarik itu tidak lagi terletak pada ilmu, dan tidak pada hikmah. Ilmu dan hikmah hanya pembuka jalan. Sumber tenaganya sendiri terletak pada akhlak pribadi dari pembawa pesan. Baik atau buruknya amal perbuatan yang terbit secara spontan itu, tergantung pada baik atau buruknya akhlak pribadi yang bersangkutan. Lisan al- hal yang baik dan uswah hasanah yang menarik hanya bisa terbit dari akhlak yang baik dan mulia, yaitu akhlaq al-karimah.[24]
Ruang Lingkup Akhlak
Konsep akhlaq al-karimah merupakan konsep hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan alam sekitarnya dan manusia dengan manusia itu sendiri. Keseluruhan konsep-konsep akhlak tersebut diatur dalam sebuah ruang lingkup akhlak.[25]
Menurut Muhammad Abdullah Darraz konsep ruang lingkup akhlak sangat luas karena mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari hubungan manusia kepada Allah maupun hubungan manusia kepada sesamanya. Darraz membaginya menjadi lima bagian; Pertama, akhlak pribadi (al-akhlaq al-fardiyah) yang mencakup akhlak yang diperintahkan, yang dilarang dan yang dibolehkan serta akhlak yang dilakukan dalam keadaan darurat. Kedua, akhlak berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah) yang mencakup tentang kewajiban antara orangtua dan anak, kewajiban antara suami istri dan kewajiban terhadap keluarga dan kerabat. Ketiga, akhlak bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima’iyah) yang mencakup akhlak yang dilarang dan yang dibolehkan dalam bermuamalah serta kaidah-kaidah adab. Keempat, akhlak bernegara (al-akhlaq al-daulah) yang mencakup akhlak di antara pemimpin dan rakyatnya serta akhlak terhadap negara lain.
Ketiga, akhlak bermasyarakat dan muamalah yang di dalamnya mencakup hubungan antarmanusia. Akhlak ini mengatur konsep hidup seorang Muslim dalam bermuamalah di segala sektor, seperti dalam sektor ekonomi, kenegaraan, maupun sektor komunikasi, baik itu kepada Muslim atau non Muslim dalam tataran lokal ataupun global.[26]
Pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an untuk manusia ini tergambar dalam berbagai ayat-ayat yang tersebar di berbagai surat. Pendidikan yang disampaikan tersebut sangat kaya akan model pengungkapannya. Seperti tergambar dalam kisah-kisah dan dialog-dialog, misal pada permulaan QS Al-A’raf yang berbicara tentang seruan agar mengikuti Al-Qur’an dengan mengingatkan kembali kisah umat terdahulu dan kisah Iblis. Ada pula pendidikan yang diungkap dalam bentuk hasil proses mentadabburi alam ciptaannya, seperti digambarkan dalam QS Ar-Rahman yang mencoba memberikan pendidikan melalui penekanan kalimat berulang-ulang hingga timbul keyakinan bagi manusia tentang pemilik nama Ar-Rahman, Dzat yang Maha Agung. Karena itu, proses pendidikan atau pembinaan yang dilakukan melalui ayat-ayat Al-Qur’an memiliki corak dan model yang amat beragam.[27]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II dapat pemakalah simpulkan bahwa pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya membangun karakter bangsa mendesak untuk diterapkan. Pendidikan karakter menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global. Di antara karakter yang perlu dibangun adalah karakter yang berkemampuan dan berkebiasaan memberikan yang terbaik (giving the best) sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Inti karakter adalah kejujuran. Karakter dasar seseorang adalah mulia. Namun, dalam proses perjalanannya mengalami modifikasi atau metamorfosis, sehingga karakter dasarnya dapat hilang. Contohnya, hewan singa memiliki karakter dasar yang galak, tetapi karena mengalami proses modifikasi menjadi bagian dari pertunjukan sirkus, maka singa kehilangan kegalakannya.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai pendidikan karakter dalam perspektif Islam, semoga dapat bermanfaat bagi rekan pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),

Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada, 2012)

Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani, (Jakarta: Erlangga, 2012)


[1] Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani, (Jakarta: Erlangga, 2012),     h. 1
[2] Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani,  … h. 1
[3] Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani,  … h. 2
[4] Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani,  … h. 2
[5] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 14
[6] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 14
[7] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 17
[8] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 17
[9] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 17
[10] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 18
[11] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 18
[12] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 18
[13] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 71
[14] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 71
[15] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 71
[16] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 72
[17] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 72
[18] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 73
[19] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 65
[20] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 66
[21] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,  … h. 66
[22] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada, 2012), h. 74
[23] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, …  h. 74
[24] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, …  h. 74
[25] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, …  h. 79
[26] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, …  h. 80
[27] Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, …  h. 80

No comments:

Post a Comment