BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan
dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide.
Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah
yang panjang sejak zaman dahulukala, para guru telah mendorong siswa-siswa
mereka untuk bekerja sama dlam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi,
debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning
tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi
sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir kritis.
Jadi, cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa yang
dimaksud dengan cooperatif learning?
2. Apa saja tujuan
cooperatif learning?
3. Bagaimana Karakteristik
Cooperatif Learning?
4. Bagaimana Peranan
Guru Dalam Cooperatif Learning?
C. Tujuan
Pembahasan
1. Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan cooperatif learning
2. Untuk
mengetahui tujuan cooperatif learning
3. Untuk
mengetahui Karakteristik Cooperatif Learning
4. Untuk
mengetahui Peranan Guru Dalam Cooperatif Learning
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Cooperatif Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang
m artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai s.ilu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) mengemuka-
k.in, "In cooperative learning methods, students work together in four
member teams to master material initially presented by tlw teacher".
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu
model pem-belajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar.[1]
Sedangkan Johnson (dalam Hasan, 1994) mengemukakan, “Cooperanon means
working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities
individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members.
Cooperative learning is the instructional use of small groups that
allows students to work together to maximize their own and each other as
learning". Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning mengandung
arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif,
siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar
kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka
dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain
untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang
terdiri atas 4-6 orang.[2]
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegatan belajar mengajar yang berpusat pada
siswa (studend oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan
guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,
siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini
telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai
usia.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahas Indonesia dikenal
dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994)
cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu
kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.[3]
Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model
pembelajaran yang telah dikenal sejak l.ima, di mana pada saat itu guru
mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan
lertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching).
Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti
lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan
siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.[4]
Ada banyak alasan mengapa cooperative learning tersebut mampu memasuki
mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang
ke-berhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin
menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta
meng- gabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pendekatan ini akan
berjalan baik di kelas yang ke- mampuannya merata, namun sebenamya kelas dengan
kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini. Karena dengan
mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang
kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga
siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamannya.
Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan
kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila
diterapkan secara sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternatif
pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang
akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam
ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuannya merasa malu
bila ke- kurangannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi
kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak
mampu, katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah
yang dirasa perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).[5]
Dengan mempraktekkan cooperative learning di m.mg-ruang kelas, suatu hal
kelak kita akan menuai buah pcrsahabatan dan perdamaian, karena cooperative
learning mcmandang siswa sebagai makhluk sosial (homo homini nocius), bukan
homo homini lupus (manusia adalah srigala h.igi sesamanya). Dengan kata lain,
cooperative learning .ulalah cara belajar mengajar berbasiskan peace education
(metode belajar mengajar masa depan) yang pasti men- tl.ipat perhatian.[6]
Djahiri K (2004) menyebutkan cooperative learning M-bagai pembelajaran
kelompok kooperatif yang menimtut ililcrapkannya pendekatan belajar yang siswa
sentris, Immanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan
B. Tujuan
Cooperatif learning
Pelaksanaan model cooperative learning mem- butuhkan partisipasi dan
kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative learning dapat meningkatkan
cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam
beberapa perilaku sosial. I\ijuan utama dalam penerapan model belajar mengajari
imperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik inoperative learning
sebagaimana dikemukakan Slavin (1995), y.iilu penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban Individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.[7]
1. Mengembangkan
Kemampuan Belajar Berkelompok
Cooperative learning menggunakan
tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan
kelompok diperoleh jika kelompok men-capai skor di atas kriteria yang
ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota kelompok dalam rnenciptakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling membantu, dan sating peduli.
2. Pertanggungjawaban
individu
Keberhasilan kelompok tergantung
dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban
tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu
dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa
bantuan teman sekelompoknya.[8]
3. Kesempatan yang
sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan
motode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan
prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Derigan menggunakan metode
skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional,
cooperative learning memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya dilihat dari
aspek Mswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar incngemukakan dan membahas
suatu pandangan, jx iigalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja
ft.iina dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan,
1993).
Dengan melaksanakan model pembelajaran imperative learning, siswa
memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa
melatih iswa untuk memiliki keterampilan, baik ke-terampilan bcrpikir (thinking
skill) maupun keterampilan sosial (social kill), seperti keterampilan untuk
me-ngemukakan didapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bckerjasama,
rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya I 'crilaku yang menyimpang dalam
kehidupan kelas (Stahl, 1994).[9]
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa unluk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan krlerampilan secara penuh dalam suasana belajar
yang lerbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek Pembelajaran, namun
bisa juga berperan sebagai tutor bagi leman sebayanya.
Siswa yang belajar menggunakan metode cooperative learning akan memiliki
motivasi yang tinggi karerfa didorong dan didukung dari rekan sebaya.
Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan per-sahabatan,
menimba berbagai informasi, belajar meng- gunakan sopan-santun, meningkatkan
motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi
tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok
pikiran orang lain.[10]
Stahl (1994) mengemukakan, melalui model cooperative learning siswa
dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan
menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Selanjutnya Zaltman et.al
(1972) mengemukakan pula, siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan
menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, temyata
sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara
in-dividual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar menurut Harmin (dalam
Santos, 1983) dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka lebih banyak
mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum
mengembangkan kebiasaan yang baik
Selanjutnya Jarolimek & Parker (1993) mengatakan keunggulan yang
diperoleh dalam pembelajaran ini adalah: 1) saling ketergantungan yang positif,
2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, 3) siswa dilibatkan
dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan
menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dengan guru, dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan.[11]
Kelemahan model pembelajaran cooperative learning I mm umber pada dua
faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) faktor dari luar (ekstern).
Cooperative learning menyediakan banyak contoh yang I tcrlu dilakukan
para siswa antara lain: (1) siswa terlibat di il.ilam tingkah-laku
mendefinisikan, menyaring, dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah
laku p.irtisipasi sosial; (2) respek pada orang lain, memperlakukan orang lain
dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan
pemikiran i .isional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama;
(3) berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama,
konsensus dan pentaatan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas
mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya belajar. Ketika mereka berusaha
mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan diri
bagaimana memecahkan konflik, menangani berbagai problem, dan membuat pilihan-pilihan
yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka
temukan dalam situasi dunia ini.
Mengacu pada pendapat tersebut maka dengan cooperative learning, para
siswa dapat membuat kemajuan besar ke arah pengembangan sikap, nilai, dan
tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat berpartisipasi dalam komunitas
mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pendidikan sejarah, karena
tujuan utama cooperative learning, adalah untuk memperoleh pengetahuan dari
sesama temannya. Jadi, tidak lagi pengetahuan itu diperoleh dari gurunya,
dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada
teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat
orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Ketika cooperative learning dilaksanakan, guru harus berusaha menanamkan
dan membina sikap berdemokrasi di antara para siswanya. Maksudnya suasana
sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian
siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan
kebiasaan- kebiasaan kerja sama, terutama dalam memecahkan kesulitan-
kesulitan. Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat dari siswa yang
lainnya, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya
mendengarkan di mana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada
kekurangannya maka perlu ditambah, dan penambah- an ini harus disetujui semua
anggota, yang satu harus saling menghormati pendapat yang lain (Hasan, 2000).[12]
Jadi, dengan cara menghargai pendapat orang lain dan ilmg membetulkan
kesalahan secara bersama, mencari |.i w.iban yang tepat dan baik, dengan cara
mencari sumber- •mnber informasi dan mana saja seperti buku paket, buku- I
'iiku yang ada di perpustakaan dan buku buku penunjang l.minya, untuk dijadikan
pembantu dalam mencari jawaban y.mg baik dan benar serta memperoleh
pengetahuan, m.iteri pelajaran yang diajarkan semakin luas dan semakin Iniik.
Dalam cooperative learning meskipun mencakup bcragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa .il.iu tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli lu-rpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu •.iswa
memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model
struktur peng- li.irgaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang bcrhubungan dengan hasil belajar. Di
samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative
learning dapat memberi^keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah
secara mandiri sedang- kan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan
teman sebaya yang lebih mampu. Dengan demikian, tingkat perkembangan potensial
dapat disalurkan melalui model cooperative learning.
Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu
memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran,
kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih
tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh,
ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri.
Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain
kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam
ruangan kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja
sama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan
orang dewasa dalam hal ini guru.
C. Karakteristik
Cooperatif Learning
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan 'kerja kelompok, oleh
sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam
cooperative learning,[13]
karena mereka menganggap telah lerbiasa menggunakannya. Walaupun cooperative
learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok
dikatakan cooperative learning.
Bennet (1995) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan
cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:
1.
Positive Interdepedence
2.
Interaction Face to face
3.
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi
pelajaran dalam anggota kelompok
4.
Membutuhkan keluwesan
5.
Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam
memecahkan masalah (proses kelompok).
Positive Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari
adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana
keberhasilan seseorang merpakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur dan
tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi
dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan
pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya keter-
gantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap
anggota kelompok untuk bekerja sama.[14]
Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung
terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan
individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal
diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang
bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
Adanya tanggung jawab pribadi
mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi
untuk membantu temannya, karena tujuan dalam cooperative learning adalah
menjadikan setap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya. Membutuhkan
keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan
kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
Meningkatkan keterampilan bekerja
sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang
diharapkan dapat dicapai dalam cooperative learning adalah siswa belajar
keterampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah keterampilan yang penting
dan sangat diperlukan di masyarakat. Para siswa mengetahui tingkat keberhasilan
dan efektifitas kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu para
siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana
mereka telah bekerjasama sebagai satu tim, seberapa baik tingkat pencapaian
tujuan kelompok, bagaimana mereka saling membantu satu sama lain, bagaimana
mereka bertingkah laku positif untuk me- mungkinkan setiap individu dan
kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan apa yang mereka butuhkan
untuk melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.[15]
Pada dasarnya cooperative learning
mengandung pengertian bahwa sikap siswa atau perilaku bersama kadang- kadang
harus diperhatikan guru atau membantu di antara '.(\sama, dalam struktur
kerjasama yang teratur di dalam kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan ilari
setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative itu juga dapat diartikan
sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di
antara sesama anggota kelompok. Di samping itu, cooperative learning juga
sering diartikan sebagai suatu motif kerjasama, yang setiap individunya
dihadapkan pada preposisi dan pilihan yang harus diikuti apakah memilih bekerja
bersama-sama, berkompetisi, atau indvidualistis. Penggunaan model cooperative
learning adalah suatu proses yang membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam
kelompok. Pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa
menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial
(Stahl, 1994).[16]
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan strategi yang menempatkan
siswa belajar dalam kelompok yang ber- anggotakan 4-6 siswa dengan tingkat
kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda. Pembelajaran harus
menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Oleh sebab
itu, penanaman keterampilan cooperative sangat perlu dilakukan, antara lain
menghargai pendapat orang lain, mendorong ber- partisipasi, berani bertanya,
mendorong teman untuk bertanya, mengambil giliran dan berbagi tugas.
Slavin (1995) mengatakan cooperative
learning telah dikenal sejak lama, pada saat itu guru mendorong para siswa
untuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau
pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Selain itu, alur proses belajar
mengajar tidak harus seperti lazimnya selama ini, guru terlalu men-dominasi
proses belajar mengajar, segala informasi berasal dari guru, ternyata
siswa dapat juga saling belajar mengajar sesama mereka. Lie (2002)
mengungkapkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh teman sebaya
(peer teaching) temyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Ini
berarti, keberhasilan dalam belajar bukan semata- mata harus diperoleh dari
guru saja, melainkan dapat juga dilakukan melalui teman lain, yaitu teman
sebaya. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator.[17]
Johnson & Johnson (1994)
mengemukakan cooperative adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama.
Cooperative learning berarti juga belajar bersama-sama, saling membantu antara
yang satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan setiap orang dalam
kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
Keberhasilan belajar dari kelompok
tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara
individual, maupun secara kelompok. Sunal dan Haas (1993) mengemukakan,
cooperative learning merupakan pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik .igar bekerja sama selama
berlangsungnya proses pembelajaran. Stahl dalam (Supriatna, 2002) menyebut,
melalui (ooperative learning siswa bukan hanya dapat dilatih mcngenai sikap
keunggulan individual yang tergantung pada keunggulan kelompok, melainkan juga
semangat serta keterampilan kooperatif, yang merupakan bagian dari kemampuan
relasi sosial di dalam kelompok yang menghimpun berbagai individu.
Dengan berkelompok siswa mendapat
kesempatan yang lebih luas untuk mempraktekkan sikap dan prilaku berpartisipasi
pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka. Selanjutnya Ibrahim et al,
(2000) mengibaratkan cooperative learning bagaikan dua orang yang memikul
balok. Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika kedua orang tersebut berhasil
memikulnya. Kegagalan salah satu saja dari kedua orang itu berarti kegagalan
keduanya. Demikian pula halnya dengan tujuan yang akan dicapai suatu kelompok
siswa tertentu. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok
mencapai tujuannya secara bersama-sama.[18]
Dalam cooperative learning tidak
hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas
anggota kelompok selama kegiatan.
1. Keterampilan
kooperatif tingkat awal
a. Menggunakan
kesepakatan
b. Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan
atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan
anggota lain, dapat saja kritik yang diberikan itu ditujukan terhadap ide dan
tidak individu.
c. Mengambil
giliran dan berbagi tugas Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota
kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab
tertentu dalam kelompok.
d. Berada dalam
kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama
kegiatan berlangsung.
e. Berada dalam
tugas
Yang dimaksud berada dalam tugas adalah menerus- kan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang
dibutuhkan.
f.
Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok untuk
memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
g. Mengundang
orang lain
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk ber- bicara clan
berpartisipasi terhadap tugas.[19]
h. Menyelesaikan
tugas dalam waktunya
i.
Menghormati perbedaan individu Menghormati
perbedaan individu berarti bersikap lebih baik, kelas dibagi ke dalam
kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dan 3-6 orang siswa. Berikan
penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik bakat atau pun
kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan
yang di dalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan
isi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan,
hobby, bakat dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk
mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.
D. Peranan Guru
Dalam Cooperatif Learning
Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara isik maupun mental,
dengan cara menciptakan suasana kelas yang yang nyaman, suasana hati yang gembira
tanpa tekanan, maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk
mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan.
Sesuai dengan pendapat tersebut, maka dalam pelaksanaan model
cooperative learning dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru
dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan meng-gunakan model ini guru
bukannya bertambah pasif, tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat menyusun
rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan
membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.[20]
Dalam model pembelajaran cooperative learning guru harus mampu
menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih
dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di
bangku sekolah, agar peserta didik terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif
dalam mengakui kekurangannya sendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang
lebih baik, serta mampu mencari pemecahan masalah. Perbedaan pendapat yang
mengarah pada konflik interpersonal asalkan menurut aturan diskusi yang baik
disertai sikap yang positif, sesurrgguhnya dapat membantu menumbuh- kan
kesehatan mental siswa. Hal yang perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat
itu menjurus pada konflik yang bersifat intrapersonal yang dapat merugikan
kesehatan mental siswa (Soemantri, 2001).
Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai
fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitalor
seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: 1) mampu menciptakan
suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) membantu dan mendorong siswa
untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara
individual maupun kelompok, 3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan
sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka, 4) membina
siswa agar setiap orang merupakan sumber yang ber- manfaat bagi yang lainnya,
dan 5) menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam
bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai peng- hubung dalam menjembatani
mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning
dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peran ini sangat penting
dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), yaitu
istilah yang dikemukakan Ausubel untuk menunjukkan bahan yang dipelajari
memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki siswa sehingga
mengubah apa yang menjadi milik siswa (Hasan, 1996).[21]
Di samping itu, guru juga berperan dalam me- nyediakan sarana
pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan
kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak
menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai director-motivator, guru berperan dalam membimbing serta
mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan
jawaban. Di samping itu, sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi
semangat pada siswa untuk aktif ber- partisipasi. Peran ini sangat penting
dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam
mengembangkan keberanian siswa, baik dalam mengembangkan keahlian dalam
bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa
empati, maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau
menyampaikan per- masalahannya.
Berdasarkan teori motivasi, peranan teman sebaya dalam belajar bersama
memegang peranan yang penting untuk memunculkan motivasi dan keberanian siswa
agar mampu mengembangkan potensi belajarnya secara maksimal. Oleh karena
itulah, sebagai seorang guru harus menciptakan iklim yang kondusif, agar
terjalin interaksi dan dialog yang hangat, baik antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa lainnya.
Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar
yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih
ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan
maupun secara berkelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk
tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk
melihat kegiatan siswa di kelas.[22]
Dalam model cooperative learning dibutuhkan proses yang melibatkan niat
dan kiat (will and skill) dari anggota kelompoknya sehingga masing-masing siswa
harus memiliki niat untuk bekerjasama dengan anggota lainnya. Di samping itu,
juga harus memiliki kiat-kiat bagaimana caranya berinteraksi dan bekerjasama
dengan orang lain. Dalam pengelolaan kelas model cooperative learning ini ada
tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni pengelompokan, pemberian motivasi
kepada kelompok, dan penataan ruang kelas (Lie, 2000).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab II dapat pemakalah simpulkan bahwa Dari pemaparan makalah
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Cooperative
learning adalah suatu metode pengajaran yang man pra siswa bekerja dlam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pembelajaran.
2. Tujuan cooperative
learning dalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima terhadap
perbedaan individu, dan mengembngkan ketrmpilan social.
3. Karakteristik
cooperative learning antara lain: Positive Independence, Personal
Responsibility, Face to Face Promotive Interaction, Interpersonal Skill, Group
Processing.
4. Model- model
cooperative lerning antar lain : jigsaw, group invesgation dan listening team.
5. Peran guru
dalam cooperative lerning adalah sebagai fasilitator, modiator, director
motivtor dan evaluator.
B. Saran
Demikianlah pembahasan makalah
mengenai peranan guru dalam pembelajaran cooperatif learning, semoga dapat
bermanfaat bagi rekan pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah
harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung, ALfabeta, 2009)
Trianto. Mendesain Model
Pembelajaran Inovativ-Progresifi. (Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2010)
Rusman. Model-Model
Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011)
[1] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 15
[2] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 15
[3] Trianto. Mendesain
Model Pembelajaran Inovativ-Progresifi. (Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana,
2010), h. 58
[5] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 16
[6] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 16
[7] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 21
[8] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 22
[9] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 23
[10] Rusman. Model-Model
Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), h.
203
[11] Rusman. Model-Model
Pembelajaran. (Cetakan ke-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), h.
204
[12] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 25
[13] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 41
[14] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 42
[15] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 43
[16] Rusman. Model-Model
Pembelajaran. ... h. 207
[17] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 44
[18] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 45
[19] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 46
[20] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 62
[21] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 63
[22] Isjoni, Cooperatif Learning, (Bandung,
ALfabeta, 2009), h. 64
No comments:
Post a Comment