Sunday, April 22, 2018

PERANAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA


PERANAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA 

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Memasuki abad XXI, yang dikenal dengan era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang telekomunikasi mengakibatkan dunia tanpa batas.  Dengan adanya dunia tanpa batas (Borderless World), perdagangan bebas, dan dunia yang terbuka, maka umat manusia bisa lebih saling mengenal kemampuan suatu bangsa, saling mengetahui kekayaan dan kebudayaan bangsa lain. Maka dengan sendirinya manusia semakin memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dan horizon yang luas.[1]

1
 
Pengetahuan terhadap keadaan kebudayaan lain sangat transparan yang dapat mempengaruhi kepribadian masyarakat Indonesia yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Budaya-budaya barat khususnya dan luar negeri umumnya dengan mudah memasuki areal wilayah budaya Indonesia dan mempengaruhi bahkan diserap atau dipakai oleh bangsa Indonesia. Unsur budaya asing yang sesuai dan positif menjadi kekayaan khasanah budaya kita, tetapi yang negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia menjadi tantangan dan, "masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak".[2]
Diantara masalah-masalah sosial yang berhubungan langsung dengan pendidikan adalah perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, alkoholisme, kenakalan remaja dan sebagainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, SMAN 1 Kota Bengkulu berpedoman kepada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang didalamnya terdapat materi pendidikan Bimbingan Konseling dan Aqidah Akhlaq, dan berpedoman pada visi sekolah yakni "unggul dalam ilmu, berakhlakul karimah, berguna bagi sesama".(Dokumentasi SMAN I Kota Bengkulu )
Namun demikian dalam kenyataannya masih sering juga terjadi perilaku-perilaku siswa yang melanggar norma-norma sosial atau bahkan norma agama. Dengan adanya fakta tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah tersebut.

B.     Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian dan berdasarkan pada latar belakang masalah seperti diuraikan terdahulu maka, masalah yang akan diteliti, penulis batasi dan dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah peranan Bimbingan Konseling dalam membina akhlak siswa SMAN 1 Kota Bengkulu ?
2.      Bagaimana langkah-langkah apa sajakah yang dilaksanakan di SMAN 1 Kota Bengkulu dalam membina akhlak siswa?
3.      Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kegagalan pembinaan akhlak siswa SMAN 1 Kota Bengkulu ?

C.     Identifikasi Masalah
Dalam rangka menghindari kemungkinan terjadinya pemahaman atau penafsiran yang tidak sesuai dengan makna yang peneliti/penulis maksudkan, maka dipandang perlu istilah-istilah dalam judul penelitian ini peneliti/penulis tegaskan sebagai berikut:
1.      Peranan
Dilihat dari segi arti bahasa, kata peranan berasal dari kata dasar "Peran" yang berarti "seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat"mendapat akhiran "an" menjadi "peranan" yang berarti "bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan".(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 667)
2.      Bimbingan Konseling
Kata bimbingan berarti "petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan dan sebagainya sesuatu",(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 117), sedangkan konseling berasal dari kata bahasa Inggris, "Counseling", yang berarti "pemberian nasehat, perembukan, penyuluhan".(Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: 2000 hal. 150), Jadi bimbingan konseling merupakan dua buah aktivitas yang saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud dalam aktivitas tersebut.
3.      Pengembangan Pembinaan
Kata pengembangan berarti, "Proses, cara, perbuatan mengembangkan"(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 117). Yang dimaksud pengembangan di sini adalah suatu cara menjadikan maju, baik atau sempurna. Sedangkan pembinaan berarti, "usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik".(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 414)
4.      Akhlak Siswa
Yang dimaksud dengan akhlak adalah "suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)"(Zahrudin AR, M, Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak: 2004) hal. 4). Kata siswa berarti "murid (terutama pada tingkat dasar dan menengah), pelajar".(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 849)
Berdasarkan batasan-batasan pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan tema penelitian, "Peranan Bimbingan Konseling dalam Membina Akhlak Siswa SMAN 1 Kota Bengkulu ," adalah "seperangkat harapan dari tugas utama bimbingan dan penyuluhan dalam membangun siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Bengkulu berakhlak atau berkepribadian yang lebih baik."

D.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui peranan Bimbingan Konseling dalam membina siswa SMAN 1 Kota Bengkulu .
2.      Mengetahui langkah-langkah yang dilaksanakan SMAN 1 Kota Bengkulu dalam membina akhlak siswa.
3.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pembinaan akhlak siswa SMAN 1 Kota Bengkulu

E.     Kegunaan Penelitian
Kegiatan penelitian terhadap masalah dalam judul penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Secara Teoritik Subtantif
Kegunaan teoritis adalah untuk merencanakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melakukan kegiatan Bimbingan Konseling di lingkungan sekolah umumnya dan SMAN 1 Kota Bengkulu khususnya, dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para konselor dalam menghadapi permasalahan kliennya.
2.      Secara Empirik
Kegunaan praktis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang peningkatan kualitas pelayanan Bimbingan Konseling pada SMAN 1 Kota Bengkulu dan menambah khasanah pengetahuan, terutama Bimbingan Konseling Islam, serta memberi pengalaman yang besar terhadap penulis tentang liku-liku pelayanan Bimbingan Konseling.

F.      Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah penyusunan proposal pembahasan penelitian, maka proposal ini dibagi kedalam tiga bagian yaitu:
Bagian awal yang terdiri dari tiga hal yakni halaman judul, halaman persetujuan, dan daftar isi.
Bagian kedua yang terdiri dari tiga bab yaitu bab pertama yang terdiri dari, judul penelitian, latar belakang masalah, pembatasan masalah, penegasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian. Bab kedua berupa kerangka teoritis yang meliputi landasan teori, hasil penelitian terdahulu, hipotesa dan instrumen penelitian. Bab ketiga, metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data serta sistematika pembahasan.
Bagian akhir proposal yang meliputi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI

A.     Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata, yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari kata “conseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral. Untuk pemahaman yang yang lebih jelas, dalam uraian berikut pengertian bimbingan dan konseling diuraikan secara terpisah.[3]
1.      Makna Bimbingan
Seperti disebut diatas bahwa, “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance” dari kata dasar “guide” yang berarti menunjukkan jalan (showing the way), memimpin (leading), memberikan petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mrngarahkan (governing), dan memberi nasihat (giving advice) (Winkel, 1991).
Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan dan tuntunan. Ada juga yang menerjemahkan dengan arti pertolongan. Jadi secara etimologis, bimbingan dan konseling berarti bantuan dan tuntunan atau pertolongan, tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan.
Jadi bimbingan bisa berarti bantuan yang diberikan pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[4]

7
 
 

2.      Makna Konseling
Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “conseling” didalam kamus artinya dikaitkan dengan “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nashiat (to obtain consel), anjuran (to give counsel) dan pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti diatas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Konseling merupakan proses hubungan antar pribadi dimnana orang yang satu yang membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
Jadi konseling bisa berarti kontak hubungan umbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.
Berdasarkan makna bimbingan dan koseling diatas, dapat dirumuskan makna bimbingn dan konseling sebagai berikut: Bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalan yang dihadapinya.[5]



B.     Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berkenaan dengan perilaku, oleh sebab itu tujuan bimbingan dan konseling adalah dalam rangka: pertama. Membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling. Kedua, membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien. Ketiga, membantu mengembangkan perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya. Keempat, membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara mandiri.
Adapun tujuan lainnya adalah sebagai berikut:  [6]
1.      Pengenalan terhadap diri sendiri dan penerimaan terhadap diri sendiri.
2.      Penyesuaian diri terhadap lingkungan (sekolah, rumah, masyarakat).
3.      Pengembangan potensi semaksimal mungkin.
4.      Pemecahan masalah dengan baik dan realistis.
Tujuan bimbingan dan konseling dalam Islam sebagai berikut: pertama, untuk mnghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainnah), bersikap lapang (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufiq dan hidayah-Nya (mardhiyah).
Kedua, untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial dan sekitarnya.
Ketiga, untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasammukh), kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
Keempat, untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada-Nya, ketulusan memenuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya.
Kelima, untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menaggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat membeikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.

C.     Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut dari beberapa pendapat:
Kebudayaan adalah peradaban yang mengandung pengertian yang luas meliputi pemahaman. dan perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. [7]
1.      Menurut Koentjoroningrat (1980)
Budaya berasal dari kata BUDHAYAH yang berasal dari kata budhi yang berati budi atau akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kata budaya berati perkembangan majemuk dari budi dan daya. Jadi kebudayan adalah hasil cipta rasa dan karsa
2.      Menurut Sidi Gozaila
Kebudayaan adalah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari golongan manusia yang membentuk satu kehidupan sosial dalam ruang dan waktu
3.      Menurut Ki Hajar Dewantara
Terdapat 2 pengertian mengenai kebudayaan:
a.       Kebudayaan adalah buah budi manusia
b.      Kebudayaan adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan manusia) dalam perjuangan mana terbukti kejayaan hidup manusia
c.       Menurut Iris Beaber dan Linda Beaner
Kebudayaan sebagai pandangan yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang

D.    Wujud Kebudayaan
J. J Honigmann membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.[8]
Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1.      Wujud Ide
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
2.      Wujud perilaku
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.[9]
3.      Wujud Artefak
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.

E.     Budaya dan masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu periode waktu tertentu, mendiami suatu daerah, dan akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok lain. Anggota-angota masyarakat menganut suatu kebudayaan. Kebudayaan dan masyarakat tidak mungkin hidup terpisah satu sama lain. Di dalam sekelompok masyarakat akan terdapat suatu kebudayaan.
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya, setiap kebudayaan mempunya sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun juga. Sifat kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:[10]
1.      Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2.      Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.      Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4.      Kebudayaan mencakup aturan aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindalan-tindakan yang dilarang dan tindakan tindakan yang diizinkan.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi seseorang hendak memahami apa sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan atau larangan-larangan yang ada di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1.      Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan itu bersifat universal. Akan tetapi, perwujudan kebudayaan mempunya beberapa ciri khusus yang sesuai dengan situasi, lokasi maupun kondisinya. Sebagamaina diuraikan masyarakat dan kebudayaan itu merupakan suatu dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Hal itu mengakibatkan setiap masyarakat manusia mempunyai kebudayaan atau dengan perkataan lain, kebudayaan bersifat universal atribut dari setiap masyarakat di dunia ini. Perbedaan kedua kebudayaan tersebut terletak pada perbedaan latar belakangnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sifat universal dari kebudayaan memungkinkan berwujudnya kebudayaan yang berbeda-beda, tergantung pada pengalaman pendukungnya, yaitu masyarakat.
Contoh : Apabila seseorang dari masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda dan tertentu berhubungan dengan masyarakat yang menjadi anggota masyarakat yang berlainan, dia akan sadar bahwa adat istiadat kedua masyarakat tersebut tidak sama.
2.      Kebudayaan bersifat stabil di samping juga bersifat dinamis dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu atau berlanjut. Setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan atau perkembangan-perkembangan. Hanya kebudayaan yang mati yang bersifat statis. Sering kali suatu perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak terasa oleh anggota-anggota masyarakat. Dalam mempelajari kebudayaan harus selalu diperhatikan hubungan antara unsur yang stabil dengan unsur-unsur yang mengalami perubahan. Sudah tentu pasti terdapat perbedaan derajat pada unsur-unsur yang berubah tersebut, yang harus disesuaikan dengan kebudayaan bersangkutan. Unsur-unsur kebendaan seperti teknologi bersifat terbuka untuk suatu proses perubahan, ketimbang unsur rohaniah seperti unsur keluarga, kode moral, sistem kepercayaan dan lain sebagainya.[11]
Contoh : Bentuk Pulpen, model sepatu, menu makanan, buku tulis, serta segala macem benda yang dijumpai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Walaupun yang ditinjau adalah masyarakat yang seolah-olah tampaknya statis seperti misalnya kehidupan pada masyarakat-masyarakat asli di pedalaman Indonesia, pasti ada perubahan.
3.      Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut secara singkat dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan atribut manusia. Jarang bagi seseorang untuk mengetahui kebudayaan mereka sampai pada unsur-unsur yang sekecil-kecilnya, padahal kebudayaan tersebut menentukan arah serta perjalanan hidupnya.
Contoh: Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk menguasai seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang menjadi pendukungnya.[12]
Di antara mahluk ciptaan Tuhan yang lain manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda disetiap kalangannya, dan melestarikan kebudayaan tersebut secara turun temurun. Manusia disebut sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunya akal budi yang diberikan Tuhan agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, juga mampu untuk berkarya di dunia ini dan secara hakikatnya menjadi seorang pemimpin.  Contoh: Pemimpin keluarga, pemimpin negara, dan lain sebagainya.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.     Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang membahas masalah sosial, maka dalam pelaksanaannya penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, kualitatif, sehingga dalam laporan hasil penelitian diungkapkan secara apa adanya dalam bentuk uraian naratif.

B.     Waktu dan Tempat Penelitian
Adapun waktu dan tempat penelitian dalam karya ilmiah ini adalah
Tempat       : penelitian di lakukan di SMAN 01 Kota Bengkulu
Waktu        : pada tahun ajaran 2016/2017

C.     Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Dalam hal ini yang menjadi sumber data penelitian di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Bengkulu adalah:
1.      Kepala Sekolah
2.      Waka Kurikulum
3.      Guru dan Petugas BK
4.      Siswa sebagai sample
5.      Karyawan TU yang berhubungan dengan penelitian
6.      Dokumen Sekolah

D.    Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik pngumpulan data yang sesuai yaitu:
1.     

15
 
Interview (wawancara)
Wawancara ini dilakukan utamanya terhadap Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Guru dan Petugas BK serta Karyawan TU yang relevan.
2.      Observasi (pengamatan)
Observasi dilaksanakan terhadap fenomena geografis Sekolah Menengah Atas Negeri I Kota Bengkulu juga terhadap gejala-gejala siswa yang dapat diamati selama penelitian.
3.      Angket (kuesioner)
Angket ini ditujukan kepada siswa yang terpilih sebagai sampel penelitian yang diharapkan mampu mewakili keseluruhan observasi.
4.      Dokumentasi
1Peneliti berusaha mendapatkan keterangan yang bersumber pada dokumen Sekolah dengan cara menyalin, mencatat keterangan yang diperlukan.

E.     Teknik Analisis Data
Dalam mengolah data nantinya, peneliti menggunakan teknik deskriptif, analisis, sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar menyimpulkan dan menyusun data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data.


DAFTAR PUSTAKA
 

Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001)

Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar: Sosiologi Suara Pengantar,  (Raja Grafindo persada, Jakarta. 2003)

Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers. 2007)

Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. (Jakarta: CV Rajawali., 1985)

Prayitno., Emti, Erman. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999)

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Wali Pers, 2013)

Putri Andini. Perkembangan Budaya. (Online) Sumber:  http :// putriiandynii. blogspot.co.id  diunggah pada 04/07/2014 pukul  di 18.23 Wib, dan di akses pada 04/10/2016 pukul 23.00

Bruce J. Kohen. Sosiologi Suatu Pengantar. (PT. Bina Aksara Anggota IKPI. 1983)

Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta, Paramadina, 2001.

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, tanpa tahun.



[1] Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001) hal. 41
[2] Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar: Sosiologi Suara Pengantar,  (Raja Grafindo persada, Jakarta. 2003) hal. 357
[3] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers. 2007) hlm 15
[4] Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. (Jakarta: CV Rajawali., 1985) hlm 17
[5] Prayitno., Emti, Erman. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999) hlm.119
[6] Prayitno., Emti, Erman. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.  … hlm.121
[7] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Wali Pers, 2013) Hal 149
[8] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar.  …. Hal 150
[9] Putri Andini. Perkembangan Budaya. (Online) Sumber:  http :// putriiandynii. blogspot.co.id  diunggah pada 04/07/2014 pukul  di 18.23 Wib, dan di akses pada 04/10/2016 pukul 23.00
[10] Bruce J. Kohen. Sosiologi Suatu Pengantar. (PT. Bina Aksara Anggota IKPI. 1983) Hal 47s
[11] Bruce J. Kohen. Sosiologi Suatu Pengantar.  … Hal 49
[12] Bruce J. Kohen. Sosiologi Suatu Pengantar.  … Hal 50

No comments:

Post a Comment