PERANAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBINA
AKHLAK SISWA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Memasuki
abad XXI, yang dikenal dengan era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya
perkembangan pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang telekomunikasi
mengakibatkan dunia tanpa batas. Dengan
adanya dunia tanpa batas (Borderless World), perdagangan bebas, dan dunia yang
terbuka, maka umat manusia bisa lebih saling mengenal kemampuan suatu bangsa,
saling mengetahui kekayaan dan kebudayaan bangsa lain. Maka dengan sendirinya
manusia semakin memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dan horizon yang luas.[1]
|
Diantara
masalah-masalah sosial yang berhubungan langsung dengan pendidikan adalah
perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, alkoholisme, kenakalan
remaja dan sebagainya.
Dalam
melaksanakan tugasnya, SMAN 1 Kota Bengkulu berpedoman kepada KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) yang didalamnya terdapat materi pendidikan Bimbingan
Konseling dan Aqidah Akhlaq, dan berpedoman pada visi sekolah yakni
"unggul dalam ilmu, berakhlakul karimah, berguna bagi
sesama".(Dokumentasi SMAN I Kota Bengkulu )
Namun
demikian dalam kenyataannya masih sering juga terjadi perilaku-perilaku siswa
yang melanggar norma-norma sosial atau bahkan norma agama. Dengan adanya fakta
tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
masalah tersebut.
B. Pembatasan
Masalah
Sesuai
dengan judul penelitian dan berdasarkan pada latar belakang masalah seperti
diuraikan terdahulu maka, masalah yang akan diteliti, penulis batasi dan
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
peranan Bimbingan Konseling dalam membina akhlak siswa SMAN 1 Kota Bengkulu ?
2. Bagaimana langkah-langkah
apa sajakah yang dilaksanakan di SMAN 1 Kota Bengkulu dalam membina akhlak
siswa?
3. Faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kegagalan pembinaan akhlak
siswa SMAN 1 Kota Bengkulu ?
C. Identifikasi
Masalah
Dalam
rangka menghindari kemungkinan terjadinya pemahaman atau penafsiran yang tidak
sesuai dengan makna yang peneliti/penulis maksudkan, maka dipandang perlu
istilah-istilah dalam judul penelitian ini peneliti/penulis tegaskan sebagai
berikut:
1.
Peranan
Dilihat
dari segi arti bahasa, kata peranan berasal dari kata dasar "Peran"
yang berarti "seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat"mendapat akhiran "an" menjadi
"peranan" yang berarti "bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan".(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
(DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 667)
2.
Bimbingan Konseling
Kata
bimbingan berarti "petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan dan sebagainya
sesuatu",(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
(DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1993 hal. 117), sedangkan konseling
berasal dari kata bahasa Inggris, "Counseling", yang berarti
"pemberian nasehat, perembukan, penyuluhan".(Jhon M Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia: 2000 hal. 150), Jadi bimbingan konseling
merupakan dua buah aktivitas yang saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan
dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud dalam aktivitas tersebut.
3.
Pengembangan Pembinaan
Kata
pengembangan berarti, "Proses, cara, perbuatan mengembangkan"(Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar
Bahasa Indonesia: 1993 hal. 117). Yang dimaksud pengembangan di sini adalah
suatu cara menjadikan maju, baik atau sempurna. Sedangkan pembinaan berarti,
"usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan
berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik".(Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa
Indonesia: 1993 hal. 414)
4.
Akhlak Siswa
Yang
dimaksud dengan akhlak adalah "suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu)"(Zahrudin AR, M, Hasanudin Sinaga,
Pengantar Studi Akhlak: 2004) hal. 4). Kata siswa berarti "murid (terutama
pada tingkat dasar dan menengah), pelajar".(Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (DEPDIKBUD), Kamus Besar Bahasa Indonesia:
1993 hal. 849)
Berdasarkan
batasan-batasan pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan tema penelitian,
"Peranan Bimbingan Konseling dalam Membina Akhlak Siswa SMAN 1 Kota
Bengkulu ," adalah "seperangkat harapan dari tugas utama bimbingan
dan penyuluhan dalam membangun siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Bengkulu
berakhlak atau berkepribadian yang lebih baik."
D. Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui
peranan Bimbingan Konseling dalam membina siswa SMAN 1 Kota Bengkulu .
2. Mengetahui
langkah-langkah yang dilaksanakan SMAN 1 Kota Bengkulu dalam membina akhlak
siswa.
3. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pembinaan akhlak siswa SMAN 1 Kota
Bengkulu
E. Kegunaan
Penelitian
Kegiatan
penelitian terhadap masalah dalam judul penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
Secara Teoritik Subtantif
Kegunaan
teoritis adalah untuk merencanakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melakukan
kegiatan Bimbingan Konseling di lingkungan sekolah umumnya dan SMAN 1 Kota
Bengkulu khususnya, dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
para konselor dalam menghadapi permasalahan kliennya.
2.
Secara Empirik
Kegunaan
praktis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang peningkatan
kualitas pelayanan Bimbingan Konseling pada SMAN 1 Kota Bengkulu dan menambah
khasanah pengetahuan, terutama Bimbingan Konseling Islam, serta memberi
pengalaman yang besar terhadap penulis tentang liku-liku pelayanan Bimbingan
Konseling.
F. Sistematika
Penelitian
Untuk
mempermudah penyusunan proposal pembahasan penelitian, maka proposal ini dibagi
kedalam tiga bagian yaitu:
Bagian
awal yang terdiri dari tiga hal yakni halaman judul, halaman persetujuan, dan
daftar isi.
Bagian
kedua yang terdiri dari tiga bab yaitu bab pertama yang terdiri dari, judul
penelitian, latar belakang masalah, pembatasan masalah, penegasan istilah,
tujuan dan kegunaan penelitian. Bab kedua berupa kerangka teoritis yang
meliputi landasan teori, hasil penelitian terdahulu, hipotesa dan instrumen
penelitian. Bab ketiga, metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan
penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data serta
sistematika pembahasan.
Bagian
akhir proposal yang meliputi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata, yaitu
“bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari
kata “conseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu
kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang
integral. Untuk pemahaman yang yang lebih jelas, dalam uraian berikut
pengertian bimbingan dan konseling diuraikan secara terpisah.[3]
1.
Makna Bimbingan
Seperti disebut diatas bahwa, “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata
“guidance” dari kata dasar “guide” yang berarti menunjukkan jalan (showing the
way), memimpin (leading), memberikan petunjuk (giving instruction), mengatur
(regulating), mrngarahkan (governing), dan memberi nasihat (giving advice)
(Winkel, 1991).
Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan dan tuntunan.
Ada juga yang menerjemahkan dengan arti pertolongan. Jadi secara etimologis,
bimbingan dan konseling berarti bantuan dan tuntunan atau pertolongan, tetapi
tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan.
Jadi bimbingan bisa berarti bantuan yang diberikan pembimbing kepada
individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan
berbagai bahan, melalui interaksi dan pemberian nasihat serta gagasan dalam
suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[4]
|
2.
Makna Konseling
Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “conseling” didalam kamus
artinya dikaitkan dengan “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nashiat (to
obtain consel), anjuran (to give counsel) dan pembicaraan (to take counsel).
Berdasarkan arti diatas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat,
anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Konseling merupakan proses hubungan antar pribadi dimnana orang yang
satu yang membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan
menemukan masalahnya.
Jadi konseling bisa berarti kontak hubungan umbal balik antara dua orang
(konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian
dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang
berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.
Berdasarkan makna bimbingan dan koseling diatas, dapat dirumuskan makna
bimbingn dan konseling sebagai berikut: Bimbingan dan Konseling merupakan
proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor)
kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik
antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan
menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari
pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau
hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga
konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai
dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalan yang dihadapinya.[5]
B. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berkenaan dengan perilaku, oleh sebab itu tujuan
bimbingan dan konseling adalah dalam rangka: pertama. Membantu mengembangkan
kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling. Kedua, membantu
mengembangkan kualitas kesehatan mental klien. Ketiga, membantu mengembangkan
perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya. Keempat,
membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara mandiri.
Adapun tujuan lainnya adalah sebagai berikut: [6]
1. Pengenalan
terhadap diri sendiri dan penerimaan terhadap diri sendiri.
2. Penyesuaian
diri terhadap lingkungan (sekolah, rumah, masyarakat).
3. Pengembangan
potensi semaksimal mungkin.
4. Pemecahan
masalah dengan baik dan realistis.
Tujuan bimbingan dan konseling dalam Islam
sebagai berikut: pertama, untuk mnghasilkan suatu perubahan, perbaikan,
kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai
(muthmainnah), bersikap lapang (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufiq dan
hidayah-Nya (mardhiyah).
Kedua, untuk menghasilkan suatu perubahan,
perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada
diri sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan kerja maupun lingkungan
sosial dan sekitarnya.
Ketiga, untuk menghasilkan kecerdasan rasa
(emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi
(tasammukh), kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
Keempat, untuk menghasilkan kecerdasan spiritual
pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat
kepada-Nya, ketulusan memenuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima
ujian-Nya.
Kelima, untuk menghasilkan potensi ilahiyah,
sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai
khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menaggulangi berbagai
persoalan hidup dan dapat membeikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
C.
Pengertian
Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut dari beberapa pendapat:
Kebudayaan adalah peradaban yang mengandung
pengertian yang luas meliputi pemahaman. dan perasaan suatu bangsa yang
kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat
(kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. [7]
1.
Menurut
Koentjoroningrat (1980)
Budaya berasal dari kata BUDHAYAH yang berasal
dari kata budhi yang berati budi atau akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Kata budaya berati perkembangan majemuk dari budi dan
daya. Jadi kebudayan adalah hasil cipta rasa dan karsa
2.
Menurut Sidi
Gozaila
Kebudayaan adalah cara berpikir dan cara merasa,
yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari golongan manusia yang
membentuk satu kehidupan sosial dalam ruang dan waktu
3.
Menurut Ki
Hajar Dewantara
Terdapat 2 pengertian mengenai kebudayaan:
a.
Kebudayaan
adalah buah budi manusia
b.
Kebudayaan
adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan
jaman (kodrat dan manusia) dalam perjuangan mana terbukti kejayaan hidup
manusia
c.
Menurut Iris
Beaber dan Linda Beaner
Kebudayaan sebagai pandangan yang
koheren tentang sesuatu yang dipelajari, dibagi, atau yang dipertukarkan oleh
sekelompok orang
D.
Wujud
Kebudayaan
J. J Honigmann membedakan adanya
tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact,
dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga
wujud kebudayaan :
1.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat
3.
Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.[8]
Mengenai wujud
kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1.
Wujud Ide
Wujud
tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat
diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga
masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Budaya ideal
mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan,
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun.
Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
2.
Wujud perilaku
Wujud
tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya
dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.[9]
3.
Wujud Artefak
Wujud
ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik.
Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan.
Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.
E.
Budaya dan
masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok
manusia yang hidup bersama dalam suatu periode waktu tertentu, mendiami suatu
daerah, dan akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit
sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok lain. Anggota-angota masyarakat
menganut suatu kebudayaan. Kebudayaan dan masyarakat tidak mungkin hidup
terpisah satu sama lain. Di dalam sekelompok masyarakat akan terdapat suatu
kebudayaan.
Setiap masyarakat mempunyai
kebudayaan yang beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya, setiap
kebudayaan mempunya sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di
manapun juga. Sifat kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:[10]
1.
Kebudayaan
terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2.
Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.
Kebudayaan
diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4.
Kebudayaan
mencakup aturan aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang
diterima dan ditolak, tindalan-tindakan yang dilarang dan tindakan tindakan
yang diizinkan.
Sifat hakikat
kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi seseorang hendak memahami apa
sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan
atau larangan-larangan yang ada di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Di dalam
pengalaman manusia, kebudayaan itu bersifat universal. Akan tetapi, perwujudan
kebudayaan mempunya beberapa ciri khusus yang sesuai dengan situasi, lokasi
maupun kondisinya. Sebagamaina diuraikan masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan suatu dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Hal itu mengakibatkan
setiap masyarakat manusia mempunyai kebudayaan atau dengan perkataan lain,
kebudayaan bersifat universal atribut dari setiap masyarakat di dunia ini.
Perbedaan kedua kebudayaan tersebut terletak pada perbedaan latar belakangnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sifat universal dari kebudayaan
memungkinkan berwujudnya kebudayaan yang berbeda-beda, tergantung pada
pengalaman pendukungnya, yaitu masyarakat.
Contoh : Apabila seseorang dari
masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda dan tertentu berhubungan dengan
masyarakat yang menjadi anggota masyarakat yang berlainan, dia akan sadar bahwa
adat istiadat kedua masyarakat tersebut tidak sama.
2.
Kebudayaan
bersifat stabil di samping juga bersifat dinamis dan setiap kebudayaan
mengalami perubahan-perubahan yang kontinu atau berlanjut. Setiap kebudayaan
pasti mengalami perubahan atau perkembangan-perkembangan. Hanya kebudayaan yang
mati yang bersifat statis. Sering kali suatu perubahan yang terjadi dalam
masyarakat tidak terasa oleh anggota-anggota masyarakat. Dalam mempelajari
kebudayaan harus selalu diperhatikan hubungan antara unsur yang stabil dengan
unsur-unsur yang mengalami perubahan. Sudah tentu pasti terdapat perbedaan
derajat pada unsur-unsur yang berubah tersebut, yang harus disesuaikan dengan
kebudayaan bersangkutan. Unsur-unsur kebendaan seperti teknologi bersifat
terbuka untuk suatu proses perubahan, ketimbang unsur rohaniah seperti unsur
keluarga, kode moral, sistem kepercayaan dan lain sebagainya.[11]
Contoh : Bentuk Pulpen, model
sepatu, menu makanan, buku tulis, serta segala macem benda yang dijumpai
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Walaupun yang ditinjau adalah
masyarakat yang seolah-olah tampaknya statis seperti misalnya kehidupan pada
masyarakat-masyarakat asli di pedalaman Indonesia, pasti ada perubahan.
3.
Kebudayaan
mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal itu jarang
disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut secara singkat dapat diterangkan
dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan atribut manusia. Jarang bagi
seseorang untuk mengetahui kebudayaan mereka sampai pada unsur-unsur yang
sekecil-kecilnya, padahal kebudayaan tersebut menentukan arah serta perjalanan
hidupnya.
Contoh: Betapa sulitnya bagi
seorang individu untuk menguasai seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat
sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia
yang menjadi pendukungnya.[12]
Di antara mahluk ciptaan Tuhan
yang lain manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia
menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda disetiap kalangannya, dan
melestarikan kebudayaan tersebut secara turun temurun. Manusia disebut sebagai
mahluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunya akal budi yang
diberikan Tuhan agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang tidak
benar, juga mampu untuk berkarya di dunia ini dan secara hakikatnya menjadi
seorang pemimpin. Contoh: Pemimpin
keluarga, pemimpin negara, dan lain sebagainya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan
Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang membahas masalah sosial, maka dalam
pelaksanaannya penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, kualitatif,
sehingga dalam laporan hasil penelitian diungkapkan secara apa adanya dalam
bentuk uraian naratif.
B. Waktu dan
Tempat Penelitian
Adapun
waktu dan tempat penelitian dalam karya ilmiah ini adalah
Tempat : penelitian di lakukan di SMAN 01 Kota
Bengkulu
Waktu : pada tahun ajaran 2016/2017
C. Subyek
Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data yang diperoleh secara langsung di
lapangan. Dalam hal ini yang menjadi sumber data penelitian di Sekolah Menengah
Atas Negeri (SMAN) Kota Bengkulu adalah:
1.
Kepala Sekolah
2.
Waka Kurikulum
3.
Guru dan Petugas BK
4.
Siswa sebagai sample
5.
Karyawan TU yang berhubungan dengan penelitian
6.
Dokumen Sekolah
D. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik
pngumpulan data yang sesuai yaitu:
1.
Interview
(wawancara)
|
Wawancara ini dilakukan utamanya terhadap Kepala Sekolah, Waka
Kurikulum, Guru dan Petugas BK serta Karyawan TU yang relevan.
2.
Observasi (pengamatan)
Observasi dilaksanakan terhadap fenomena geografis Sekolah Menengah Atas
Negeri I Kota Bengkulu juga terhadap gejala-gejala siswa yang dapat diamati
selama penelitian.
3.
Angket (kuesioner)
Angket ini ditujukan kepada siswa yang terpilih sebagai sampel
penelitian yang diharapkan mampu mewakili keseluruhan observasi.
4.
Dokumentasi
1Peneliti berusaha mendapatkan keterangan yang bersumber pada dokumen
Sekolah dengan cara menyalin, mencatat keterangan yang diperlukan.
E. Teknik
Analisis Data
Dalam mengolah data nantinya, peneliti menggunakan teknik deskriptif,
analisis, sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar menyimpulkan
dan menyusun data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data.
DAFTAR PUSTAKA
Indra Djati Sidi, Menuju
Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta :
Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001)
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu
Pengantar: Sosiologi Suara Pengantar,
(Raja Grafindo persada, Jakarta. 2003)
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers.
2007)
Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar
Pelaksanaannya. (Jakarta: CV Rajawali., 1985)
Prayitno., Emti, Erman. Dasar-Dasar
Bimbingan Dan Konseling. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999)
Soerjono
Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Wali Pers, 2013)
Putri
Andini. Perkembangan Budaya. (Online) Sumber: http ://
putriiandynii. blogspot.co.id diunggah pada 04/07/2014 pukul di 18.23 Wib, dan di akses pada 04/10/2016
pukul 23.00
Bruce J.
Kohen. Sosiologi Suatu Pengantar. (PT. Bina Aksara Anggota IKPI. 1983)
Indra Djati Sidi,
Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta,
Paramadina, 2001.
Mahmud Yunus,
Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, tanpa
tahun.
[1] Indra Djati
Sidi, Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta
: Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001) hal. 41
[2] Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar: Sosiologi Suara
Pengantar, (Raja Grafindo persada,
Jakarta. 2003) hal. 357
[3] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers. 2007) hlm 15
[4] Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. (Jakarta:
CV Rajawali., 1985) hlm 17
[5] Prayitno., Emti, Erman. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.
(Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999) hlm.119
[9] Putri Andini. Perkembangan
Budaya. (Online) Sumber: http :// putriiandynii. blogspot.co.id
diunggah pada 04/07/2014 pukul di 18.23 Wib, dan di akses pada 04/10/2016
pukul 23.00
No comments:
Post a Comment