BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar adalah syari’at islam yang menjadi kewajiban bagi seluruh umat
islam melalui firman Allah Ta’ala, yaitu ayat yang pertama kali turun dalam
surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Oleh karena itu, mau tidak mau, sebagai umat Nabi
Muhammad kita harus selalu belajar dan belajar. Terlebih lagi pada usia
anak-anak. Karena pada masa itu proses pembelajaran sangatlah mudah diterima
atau mendapat respon yang baik dari anak-anak.
Dalam kehidupan yang nyata, sering dijumpai suatu keadaan dimana
seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Hal itu menyebabkan perkembangan
belajar orang tersebut akan menjadi terganggu. Berbagai macam permasalahan
belajar ini sering dialami oleh anak-anak. Banyak kejadian seorang anak lebih
memilih bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menuruti orang tuanya
untuk belajar. Ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat menyebabkan
anak sulit belajar. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara orang tua dan
guru dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Seorang guru dituntut untuk mengetahui apa saja yang menjadi kesulitan
belajar pada peserta didik dalam belajar, misalnya mengenai teori-teori
belajar. Diharapkan guru mampu mengaplikasikan kesulitan belajar pada peserta
didik dalam belajar tersebut kegiatan belajar mengajar, sehingga setelah
melakukan proses belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku yang
relatif menetap. Selain itu, seorang guru atau orang tua juga dituntut untuk
dapat memecahakan permasalahan-permasalahan belajar yang dialami anak agar
tidak mengganggu perkembangan belajar anak.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Pada masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam
belajar. Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan
kurang saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan
tinggi. Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan
dalam belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi
proses belajar yang ditandai oleg hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi
yang rendah (kelainan mental) akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor
non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu mendapat jaminan
keberhasilan belajar.
Akan tetapi, banyak sekali proses pembelajaran yang dilakukan oleh
anak-anak yang dibimbing oleh seorang guru, menghasilkan hanya sedikit
perubahan yang dialami oleh anak, bahkan tidak sama sekali. Hal itu disebabkan
adanya kesulitan anak tersebut dalam belajar. Tentunya banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya.
Oleh karena itu, melalui karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah
literatur pembaca mengenai “Kesulitan Belajar Sebagai Dampak Memilih Jurusan
yang tidak Sesuai”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah :
1. Apa yang
dimaksud dengan keshulitan belajar?
2. Apa saja faktor
kesulitan Belajar?
C. Batasan
Masalah
Berdarakan
latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dalam karya
ilmiah ini adalah :
1. Kesulitan
belajar
2. Pemilihan
jurusan yang tidak sesuai
D. Tujuan
Penulisan
Tujuan
karya ilmiah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian kesulitan belajar
2. Untuk
mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kesuliran belajar
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian
Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk
mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari
kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan
pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan
siswa lainnya.[1]
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada
umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga
siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan.
Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat
pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk
berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan
atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses
persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian,
penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner,
2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar
adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi
sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities),
hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning
difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi
juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar
juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang
sesuai dengan harapan.
B. Faktor-faktor
Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar
juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi,
sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari sekolah. [2]
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar
terdiri atas dua macam.
1. Faktor intern
siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri.
2. Faktor ektern
siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan
keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.
1. Faktor intern
siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik
siswa, yakni:
a) Yang bersifat
kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
b) Yang bersifat
afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c) Yang bersifat
psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera
penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain
sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.[3]
Psikologis
Faktor psikologis adalah
berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam
belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah
kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor
psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki
IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk
memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90
– 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya
tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan
dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar.
Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki
anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi,
kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2. Faktor ektern
siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan
sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari lingkungannya dibagi
menjadi 3 macam:.
a. Lingkungan
keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c. Lingkungan
sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya
adalah sebagai berikut:
a. Social. Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b. Non-social
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kurikulum dan sebagainya.[4]
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah
kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1. Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan
menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis
dan mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor
penyebabnya adalah faktor keturunan.
2. Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami
gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup
sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku
anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan
ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya
sedikit tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu
menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan
ini.
3. Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam
menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka
tidak dapat mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para
ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan
meningkatkan daya belajarnya.[5]
4. Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan
binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan
kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab
terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
5. Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang
dapat nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga,
sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi
kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya
kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan
dan daya konsentrasi anak.
6. Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan
belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan
Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam
jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian
penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang
sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi,
perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan
kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan
buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang
juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat
dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998)
yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
a) Disleksia
(dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
b) Disgrafia
(dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c) Diskalkulia
(dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang
mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ
yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata.
Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi
mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan
ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
C. Diagnosis
Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa,
guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal
gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya
kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut
diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan
belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis
diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami
siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
D. Jenis
Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu sebagai berikut: Dilihat dari
jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang
studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada
yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang
sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat
dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang
karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita
dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa
yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.[6]
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis,
sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang
luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c)
underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis
lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan
sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih
bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3. Under Achiever
mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual
yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa
saja atau rendah.[7]
4. Slow Learner
atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
E. Karakteristik
Kesulitan Belajar
Terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan
belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar,
bukan kesulitan belajar khusus.[8]
1. Sejarah
kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar
ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga
melemahkan usaha.
2. Hambatan
fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar Adanya
kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang
terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan
kesulitan fisik awal.
3. Kelainan
motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak
adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan
mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi
atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4. Kecemasan yang
samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang
mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke
bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam
bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5. Perilaku
berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar
anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan
angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik
turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan
perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari
rendahnya prestasi itu sendiri
6. Penilaian yang
keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena
pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap.
Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan
mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan
anak yang keterbelakangan mental.
7. Pendidikan dan
pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu,
penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar.
Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri,
tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak.
Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung
kegiatan belajar .
F. Ciri-Ciri
Kesulitan Belajar dan Gejalanya
1. Gangguan
Persepsi Visual
Melihat huruf/angka dengan posisi
yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam
menuliskannya kembali.
a.
Sering tertinggal huruf dalam menulis.
Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
b.
Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
c.
Bingung membedakan antara obyek utama dan latar
belakang.
d.
Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan)
dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).
2. Gangguan
Persepsi Auditori
a.
Sulit membedakan bunyi; menangkap secara
berbeda apa yang didengarnya.
b.
Sulit memahami perintah, terutama beberapa
perintah sekaligus.
c.
Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari
berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena
sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara
(masalah) lain.
3. Gangguan
Belajar Bahasa
a. Sulit
memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
b. Sulit
mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4. Gangguan
Perseptual-Motorik
a. Kesulitan
motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
b. Memiliki
masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku
dalam gerakannya.
5. Hiperaktivitas
a. Sukar
mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
b. Berpindah-pindah
dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6. Kacau
(distractability)
a. Tidak dapat
membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
b. Tidak teratur,
karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
c. Perhatiannya
sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian kami kali ini, menggunakan metode kualitatif interaktif,
dimana peneliti melakukan wawancara kepada beberapa narasumber dengan cara
mengajukan pertanyaan – pertanyaan sesuai dengan topik yang dibahas. Sedangkan
narasumber yang kami percaya, merupakan salah satu teman sekelas dari salah
satu peneliti kami (Hafiz Clevanota). Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan
utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore)
dan keduan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Metode
kualitatif interaktif, merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik
pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya.[9]
B. Waktu Dan
Tempat
Penelitian ini dilakukan dan dilaksanakan pada tahun akademik 2016/2017.
Sedangkan tempat penelitian adalah SMAN 3
Kota Bengkulu.
C. Subyek
Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data yang diperoleh secara langsung di
lapangan. Dalam hal ini yang menjadi sumber data penelitian di Sekolah SMAN
3 Kota Bengkulu Kota Bengkulu adalah:
1.
Kepala Sekolah
2.
Guru dan Petugas BK
3.
Siswa sebagai sample
|
D. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik
pngumpulan data yang sesuai yaitu:
1.
Interview (wawancara)
Wawancara ini dilakukan utamanya terhadap Kepala Sekolah, Guru dan
Petugas BK serta Karyawan TU yang relevan.
2.
Observasi (pengamatan)
Observasi dilaksanakan terhadap fenomena geografis SMAN 3 Kota Bengkulu Kota Bengkulu juga terhadap
gejala-gejala siswa yang dapat diamati selama penelitian.
3.
Angket (kuesioner)
Angket ini ditujukan kepada siswa yang terpilih sebagai sampel
penelitian yang diharapkan mampu mewakili keseluruhan observasi.
4.
Dokumentasi
Peneliti berusaha mendapatkan keterangan yang bersumber pada dokumen
Sekolah dengan cara menyalin, mencatat keterangan yang diperlukan.
E. Teknik
Analisis Data
Dalam mengolah data nantinya, peneliti menggunakan teknik deskriptif,
analisis, sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar menyimpulkan
dan menyusun data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data. Analisis data dilakukan setelah data
terkumpul. Proses analisis data merupakan usaha untuk memperoleh jawaban
permasalahan penelitian.[10]
DAFTAR PUSTAKA
Santrock. Psikologi Pendidikan.
(Jakarta: Prenada Media, 2008)
Sukardi, Metodologi Penelitian
Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan
Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012)
Asrori, Mohammad, Psikologi Pembelajaran.
(Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008)
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. (PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005)
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan.
(PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010)
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi
Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta,2008)
Sukardi, Metodologi Penelitian
Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan
Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012)
[2] Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. (PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005) H. 55
[9] Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan
Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hlm. 146
[10] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan
Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012) hlm. 318
No comments:
Post a Comment