Sunday, April 22, 2018

Makalah Kesulitan Belajar


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Belajar adalah syari’at islam yang menjadi kewajiban bagi seluruh umat islam melalui firman Allah Ta’ala, yaitu ayat yang pertama kali turun dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Oleh karena itu, mau tidak mau, sebagai umat Nabi Muhammad kita harus selalu belajar dan belajar. Terlebih lagi pada usia anak-anak. Karena pada masa itu proses pembelajaran sangatlah mudah diterima atau mendapat respon yang baik dari anak-anak.
Dalam kehidupan yang nyata, sering dijumpai suatu keadaan dimana seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Hal itu menyebabkan perkembangan belajar orang tersebut akan menjadi terganggu. Berbagai macam permasalahan belajar ini sering dialami oleh anak-anak. Banyak kejadian seorang anak lebih memilih bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menuruti orang tuanya untuk belajar. Ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat menyebabkan anak sulit belajar. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Seorang guru dituntut untuk mengetahui apa saja yang menjadi kesulitan belajar pada peserta didik dalam belajar, misalnya mengenai teori-teori belajar. Diharapkan guru mampu mengaplikasikan kesulitan belajar pada peserta didik dalam  belajar tersebut  kegiatan belajar mengajar, sehingga setelah melakukan proses belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Selain itu, seorang guru atau orang tua juga dituntut untuk dapat memecahakan permasalahan-permasalahan belajar yang dialami anak agar tidak mengganggu perkembangan belajar anak.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.           
Pada masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan dalam belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses belajar yang ditandai oleg hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental) akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu mendapat jaminan keberhasilan belajar.
Akan tetapi, banyak sekali proses pembelajaran yang dilakukan oleh anak-anak yang dibimbing oleh seorang guru, menghasilkan hanya sedikit perubahan yang dialami oleh anak, bahkan tidak sama sekali. Hal itu disebabkan adanya kesulitan anak tersebut dalam belajar. Tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
Oleh karena itu, melalui karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah literatur pembaca mengenai “Kesulitan Belajar Sebagai Dampak Memilih Jurusan yang tidak Sesuai”.  

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan keshulitan belajar?
2.      Apa saja faktor kesulitan Belajar?

C.     Batasan Masalah
Berdarakan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dalam karya ilmiah ini adalah :
1.      Kesulitan belajar
2.      Pemilihan jurusan yang tidak sesuai

D.    Tujuan Penulisan
Tujuan karya ilmiah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian kesulitan belajar
2.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kesuliran belajar




BAB II
LANDASAN TEORI


A.     Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.[1]
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.

B.     Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari sekolah. [2]
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri.
2.      Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.
1.      Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a)      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
b)      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c)      Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.[3]
Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2.      Faktor ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
a.       Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
a.       Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b.      Non-social Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kurikulum dan sebagainya.[4]
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1.      Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan.
2.      Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
3.      Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.[5]
4.      Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
5.      Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6.      Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
a)      Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
b)      Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c)      Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).

C.     Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
 Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
D.    Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:  Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.[6]
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1.      Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.      Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3.      Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.[7]
4.      Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.


E.     Karakteristik Kesulitan Belajar
Terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.[8]
1.      Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2.      Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3.      Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4.      Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5.      Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri
6.      Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.
7.      Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .

F.      Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya
1.      Gangguan Persepsi Visual
Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
a.       Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
b.      Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
c.       Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
d.      Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).
2.      Gangguan Persepsi Auditori
a.       Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
b.      Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
c.       Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.
3.      Gangguan Belajar Bahasa
a.       Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
b.      Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4.      Gangguan Perseptual-Motorik
a.       Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
b.      Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5.      Hiperaktivitas
a.       Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
b.      Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6.      Kacau (distractability)
a.       Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
b.      Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
c.       Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan


BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Jenis Penelitian
Pada penelitian kami kali ini, menggunakan metode kualitatif interaktif, dimana peneliti melakukan wawancara kepada beberapa narasumber dengan cara mengajukan pertanyaan – pertanyaan sesuai dengan topik yang dibahas. Sedangkan narasumber yang kami percaya, merupakan salah satu teman sekelas dari salah satu peneliti kami (Hafiz Clevanota). Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan keduan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Metode kualitatif interaktif, merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya.[9]

B.     Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dan dilaksanakan pada tahun akademik 2016/2017. Sedangkan tempat penelitian adalah SMAN 3  Kota Bengkulu.

C.     Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Dalam hal ini yang menjadi sumber data penelitian di Sekolah SMAN 3  Kota Bengkulu Kota Bengkulu adalah:
1.      Kepala Sekolah
2.      Guru dan Petugas BK
3.      Siswa sebagai sample


14
 
 

D.    Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik pngumpulan data yang sesuai yaitu:
1.      Interview (wawancara)
Wawancara ini dilakukan utamanya terhadap Kepala Sekolah, Guru dan Petugas BK serta Karyawan TU yang relevan.
2.      Observasi (pengamatan)
Observasi dilaksanakan terhadap fenomena geografis SMAN 3  Kota Bengkulu Kota Bengkulu juga terhadap gejala-gejala siswa yang dapat diamati selama penelitian.
3.      Angket (kuesioner)
Angket ini ditujukan kepada siswa yang terpilih sebagai sampel penelitian yang diharapkan mampu mewakili keseluruhan observasi.
4.      Dokumentasi
Peneliti berusaha mendapatkan keterangan yang bersumber pada dokumen Sekolah dengan cara menyalin, mencatat keterangan yang diperlukan.

E.     Teknik Analisis Data
Dalam mengolah data nantinya, peneliti menggunakan teknik deskriptif, analisis, sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar menyimpulkan dan menyusun data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data.  Analisis data dilakukan setelah data terkumpul. Proses analisis data merupakan usaha untuk memperoleh jawaban permasalahan penelitian.[10]

DAFTAR PUSTAKA
 

               
Santrock. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media, 2008)

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)

Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)

Asrori, Mohammad, Psikologi Pembelajaran. (Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008)

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005)

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan. (PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010)

Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta,2008)

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)


[1]  Asrori, Mohammad, Psikologi Pembelajaran. (Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008) H. 27
[2]  Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005) H. 55
[3] Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.  … H. 57
[4] Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan. (PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010) H. 72
[5] Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan.  … H. 74
[6] Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta,2008) H. 48
[7] Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar … H. 50
[8] Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar … H. 52
[9] Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hlm. 146
[10] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hlm. 318

No comments:

Post a Comment