Wednesday, April 18, 2018

Makalah_Bani Umayyah


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul.
Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Malta.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan makalah ini adalah :
1.      Bagaimaan sistem Pemerintahan Dinasti bani Umayyah?
2.      Bagaimana Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Upaya Penegakan Dinasti?
3.      Bagaimaa Sistem Sosial, Politik Dan Ekonomi Daulah Bani Umayyah...... ?
4.      Apa saja Sebab-sebab Runtuhnya Dinasti Bani Umayyah?

C.     Tujuan
1.      Untuk memahami sistem Pemerintahan Dinasti bani Umayyah
2.      Untuk memahami Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Upaya Penegakan Dinasti
3.      Untuk memahami Sistem Sosial, Politik Dan Ekonomi Daulah Bani Umayyah
4.      Untuk memahami Sebab-sebab Runtuhnya Dinasti Bani Umayyah



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pemerintahan Umayyah
Kerajaan Bani  Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada  tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu   Sufyan   adalah   seorang   politisi   handal   di  mana  pengalaman   politiknya   sebagai Gubernur  Syam pada  zaman Khalifah Ustman bin Affan   cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib.[1]
Tepatnya Setelah Husein putra Ali Bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah  dalam pertempuran di  Karbala. Kekuasaan dan kejayaan. Dinasti Bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman  Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka menurun.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin  Abdi Syamsi bin Abdi  Manaf  bertemu dengan Nabi  Muhammad SAW pada Abdi  Manaf.  Turunan Nabi  dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun Dinasti Umayyah.[2]
Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya, yang mempunyai 10 anak laki-laki yang semuanya mempunyai  kekuasaan dan kemuliaan,  di  antaranya Harb,  Sufyan,  dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang pernah menjadi pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi  pada perang Badar  Kubra.  Dilihat  dari  sejarahnya,  Bani  Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan.

Keberhasialan Muawiyah mendirikan Dinasti  Umayyah bukan hanya   akibat   dari kemenangan diplomasi Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah:
Dukungan yang kuat dari rakyat Syiria dan dari keluarga Bani Umayyah.
Sebagai  administrator,  Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
Muawiyah   memiliki   kemampuan   yang   lebih   sebagai   negarawan   sejati,   bahkan mencapai tingkat  sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu,   yang mana seorang  manusia  hilm  seperti  Muawiyah dapat  menguasai  diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi

B.     Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Upaya Penegakan Dinasti
Dengan  meninggalnya  Khalifah Ali,  maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah berakhir, dan Di lanjutkan dengan bentuk pemerintahan kerajaan (Dinasti), yakni kerajaan  Bani Umayyah (dinasti Umayyah). daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, politik dan tipu muslihat yang licik, bukan atas pilihan kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh para Khalifah sebelumnya. dengan demikian, berdirinya Daulah Bani Umayyah bukan berdasar pada  musyawarah atau  demokrasi. Jabatan raja  menjadi  turun-temurun, dan Daulah Islam berubah sifatnya menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarkhi).[3]
Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia  naik tahta, yang  menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin  setelah Muawiyah   akan   diserahkan   kepada   pemilihan   ummat   Islam.   Hal   ini   terjadi   ketika Muawiyah  mewajibkan  seluruh  rakyatnya  untuk  menyatakan  setia  terhadap  anaknya, Yazid. Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai.
Dinasti  Umayyah  berkuasa  hampir  satu  abad,  tepatnya  selama  90  tahun,  dengan  empat   belas   Khalifah.  Banyak   kemajuan,   perkembangan   dan   perluasan   daerah   yang dicapai,   lebih-lebih   pada   masa   pemerintahan   Walid   bin   Abdul   Malik. Dimulai oleh kepemimpinan Muawiyyah bin Abi  Sufyan dan diakhiri oleh kepemimpinan Marwan bin Muhammad. Adapun urut-urutan Khalifah Daulah Bani Umayyah adalah sebagai berikut: [4]
1.      Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M) [4]    
2.      Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)
3.      Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
4.      Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
5.      Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M) [5]
6.      Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
7.      Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
8.      Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
9.      Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
10.  Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
11.  Walid ibn Yazid (743-744 M)
12.  Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
13.  Ibrahim ibn Malik (744 M)
14.  Marwan ibn Muhammad (745-750 M)

C.     Sistem Sosial, Politik Dan Ekonomi Daulah Bani Umayyah
1.      Sistem Sosial
Dalam  lapangan  sosial,  Bani  Umayyah  telah  membuka  terjadinya  kontak  antara bangsa-bangsa   Muslim   (Arab)  dengan   negeri-negeri   taklukan   yang   terkenal   memiliki kebudayaan yang telah  maju  seperti  Persia,  Mesir,  Eropa  dan  sebagainya.  Hal tersebut menyebabkan  terjadinya   akulturasi  budaya  antara  Arab   (yang  memiliki  ciri-ciri  Islam) dengan   tradisi   bangsa-bangsa   lain   yang   bernaung   dibawah   kekuasaan   Islam. Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan dibidang seni bangunan (arsitektur) dan ilmu pengetahuan.
Seperti yang terjadi  pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn Abdul Malik   (705- 715 M) kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Ia seorang yang berkemauan keras danberkemampuan melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, ia menyempurnakan  gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan  sumur  untuk para  kabilah yang berlalu lalang dijalan tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal  hingga masa kini di Damaskus. Disamping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta dan sebagainya.
2.      Sistem Politik
Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik, diantaranya adalah:
a.       Politik dalam Negeri
1.      Pemindahan   pusat   pemerintahan   dari   Madinah   ke   Damaskus.   Keputusan   ini berdasarkan pada  pertimbangan politis  dan keamanan.  Karena  letaknya   jauh dari Kufah,  pusat kaum Syi’ah  (pendukung Ali),  dan  juga  jauh dari  Hijaz,  tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam antara dua bani tersebut dalam memperebutkan kekuasaan.
2.      Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari Khalifah  ar rasyidin,   untuk   memenuhi   tuntutan   perkembangan   administrasi   dan   wilayah  kenegaraan yang  semakin komplek.  Dalam  menjalankan pemerintahannya  Khalifah  Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab  yang meliputi :[5]
1.      Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan  surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat. Katib al Kharraj  yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan  pengeluaran negara.
2.      Katib  al  Jund  yaitu   sekretaris   yang   bertugas   menyelenggarakan   hal-hal   yang berkaitan dengan ketentaraan.
3.      Katib    asy    Syurthahk    yaitu     sekretaris   yang     bertugas    menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
4.      Katib  al-Qaadhi  yaitu  sekretaris yang   bertugas  menyelenggarakan  tertib  hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat.
b.      Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu melakukan perluasan daerah kekuasaan ke negara–negara yang belum tunduk pada kerajaan Bani Umayyah. Pada zaman Khalifah ar-Rasyidin wilayah Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum mencapai  tapal  batas yang tetap, sebab di  sana-sini  masih selalu terjadi pertikaian dan kontak-kontak  pertempuran di  daerah perbatasan.
Daerah-daerah  yang telah dikuasai  oleh  Islam masih  tetap menjadi   sasaran penyerbuan pihak-pihakdi   luar Islam, dari belakang garis perebutan tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin.
3.      Sistem Ekonomi
Pada masa Bani  Umayyah ekonomi  mengalami  kemajuan yang  luar  biasa.  Dengan wilayah   penaklukan   yang   begitu   luas,   maka   hal   itu   memungkinkannya   untuk mengeksploitasi  potensi  ekonomi  negeri-negeri  taklukan.  Mereka  juga dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini membuat bangsa Arab hidup   dari   negeri   taklukan   dan  menjadikannya   kelas   pemungut   pajak   dan   sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.[6]
Tetapi bukan hanya eksplotasi yang bersifat menguras saja yang dilakukan oleh Bani umayyah, tetapi ada juga usaha untuk memakmurkan negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari  kebijakan Gubernur Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj  bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem  ukuran timbang, takaran dan keuangan. Jadi   sumber   ekonomi  masa  Daulah Bani  Umayyah  berasal   dari   potensi   ekonomi negeri-negeri  yang  telah ditaklukan dan sejumlah budak dari  negara-negara yang  telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam.

D.    Sebab-Sebab Runtuhnya Bani Umayyah
Kebesaran   yang   telah   diraih   oleh  Dinasti   Bani   Umayyah   ternyata   tidak  mampu menahan kehancurannya, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Pertentangan antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara  yang  disebut  Mudariyah  yang menempati   Irak dan Arab Selatan (Himyariyah)   yang   berdiam  di   wilayah   Suriah.   Di   zaman   Dinasti   Bani   Umayyah persaingan  antar   etnis   itu mencapai   puncaknya,   karena   para  Khalifah   cenderung kepada satu pihak dan menafikan yang lainnya.
2.      Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka adalah pendatang baru dari kalangan   bangsa-bangsa   taklukkan   yang   mendapatkan   sebutan  mawali.   Status tersebut  menggambarkan  infeoritas di   tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapatkan  fasilitas dari  penguasa Umayyah.  Padahal mereka bersama-sama Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara  tidak dikabulkan. Seperti  tunjangan tahunan yang diberikan kepada  mawali  itu  jumlahnya  jauh  lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.[7]
3.      Sistem pergantian Khalifah melalui  garis keturunan adalah sesuatru yang baru bagi tradisi  Arab  yang   lebih menekankan aspek  senioritas.  Pengaturannnya  tidak  jelas.Ketidakjelasan   sistem  pergantian   Khalifah   ini  menyebabkan   terjadinya   persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga Istana.
4.      Adanya pola hidup mewah di   lingkungan  istana menyebabkan anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di   samping   itu,   golongan agama  banyak  yang  kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5.      Penindasan   terus  menerus   terhadap   pengikut-pengikut   Ali   pada   khususnya,   dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiyah) pada umumnya, sehingga mereka menjadi oposisi yang   kuat.  Kekuatan   baru   ini,   dipelopori   oleh  keturunan   al-Abbas   ibn   Abdul   al-Muthalib dan mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini menjadi  penyebab  langsung  tergulingnya kekuasaan Dinasti  Bani  Umayyah.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Bani Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah merubah sistem  pemerintahan yang   demokratis   menjadi   monarchi   (sistem   pemerintahan   yang   berbentuk   kerajaan). Kerajaan  Bani  Umayyah  diperoleh  melalui  kekerasan,  diplomasi  dan  tipu  daya,  tidak dengan   pemilihan   atau   suara   terbanyak   sebagaimana   dilakukan   oleh   pemimpin sebelumnya,   yaitu   khalafaur   rasyidin.  Meskipun   mereka   tetap   menggunakan   istilah Khalifah, namun mereka memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatannya.Mereka  menyebutnya  “Khalifah Allah”  dalam pengertian “penguasa” yang  diangkat  oleh  Allah.
Kekuasaan  Bani  Umayyah  berlangsung  selama  90  tahun  (680-750  M).  Dinasti  ini dipimpin oleh  14 Khalifah, dengan urutan raja sebagai berikut yaitu: Muawiyah, Yazid ibn Muawiyah, Muawiyah ibn Yazid, Marwan ibn Hakam, Abdul Malik ibn Marwan, Walid ibn Abdul  Malik,  Sulaiman  ibn Abdul  Malik,  Umar ibn Abdul Aziz, Yazid  ibn Abdul  Malik, Hisyam ibn Abdul Malik, Walid ibn Yazid, Yazid ibn Walid (Yazid III), Ibrahim ibn Malik dan Marwan ibn Muhammad.

B.     Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tedapat kesalahan-kesalahan baik penggunaan tanda baca dan dalam hal menggunakan kata, semua itu karena minim pengetahuan kami  tentang menulis,, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kontruktif demi kesempurnaan untuk kedepannya,, terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

RusydiSulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014)

Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam 1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004 )

Syamruddin Nasution . Sejarah Peradaban Islam Masa Klasik ( Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau, 2010)

Nur Chamid. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010)


[1] RusydiSulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014) h. 253
[2] Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam 1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004 ), hal 170
[3] Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam 1,  … hal 172
[4]  Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam 1,  … hal 173
[5] Syamruddin Nasution . Sejarah Peradaban Islam Masa Klasik ( Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau, 2010 ) hal 127
[6] Nur Chamid. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010) h. 105
[7] yamruddin Nasution . Sejarah Peradaban Islam Masa Klasik  … hal 130

No comments:

Post a Comment