BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perjalanan sejarah Islam ke dalam tiga bagian
besar beserta cirri-ciri sebagai berikut:
1. Periode klasik,
yang dimulai sejak Rasulallah SAW. Menyampaikan seruannya sampai masa runtuhnya
Dinasti Abbasiyah pada tahun 656 H/1258 M. Cirinya ialah tanpa menutup mata
terhadap adanya dinasti-dinasti kecil, Dinasti Umaiyah Barat yang berkedudukan
diAndalusia dan interengum (masa peralihan pemerintahan) Dinasti Fatimah di
Mesir, masih ada satu kekuasaan politik yang kuat dan disegani. Dalam periode
klasik inilah umat Islam mencapai prestasi-prestasi puncak di bidang
kebudayaan.
2. Periode
pertengahan yang dimulai sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah sampai abad ke-11
H/17 M. Ciri-cirinya ialah kekuasaan politik terpecah-pecah dan saling
bermusuhan. Osmanli Turki, Mamluk Mesir, Umaiyah Barat di Andalusia, Mamluk
India, dan berdirinya kerajaan-kerajaan Muslim yang berdaulat sendiri-sendiri.
3. Periode modern,
yaitu sejak abad ke-12 H/18 M sampai sekarang. Dalam periode ini umat Islam
sudah tidak memiliki kekuatan politik yang disegani. Dinasti Turki Osmanli yang
pernah menggedor pintu Wina sudah mendapat julukan The Sick Man of Europa.
Bukan saja Turki sudah tidak mampu memperluas wilayah dibagi-bagi antara
Inggris, Perancis dan Rusia. Wilayah Turki Barat seperti sepotong kue yang
menjadi rebutan antara kekuasaan-kekuasaan besar Barat. Bekas jajahan setiap
Negara Barat inilah yang kemudian melahirkan Negara-negara baru setelah Perang
Dunia I.[1]
Dewasa ini, peran dan fungsi filsafat mengalami
perkembangan dalam posisi approach (pendekatan).
Filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal, dan
radikal, yang mengupas sesuatu secara mendalam ternyata sangat relevan dengan
problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat kembali
antara berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain.
Dengan demikian, dengan menggunakan analisa
filsafat, berbagai macam ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan
kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan lebih mampu lagi
meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana corak
pemikiran pada masa nabi?
2. Bagaimana corak
pemikiran pada masa Khulafaurrasyidin?
3. Bagaimana corak
pemikiran pada masa tabi'in?
4. Bagaimana corak
pemikiran pada masa Periode Tabi al-Tabi’in?
5. Bagaimana corak
pemikiran pada masa Periode pasca Tabi al-Tabi’in?
6. Bagaimana Aktivitas
Pemikiran Dakwah Sebagai Aktivitas Kebudayaan dan Peradaban Islam?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Dakwah
2. Untuk memahami
dan mengetahui corak pemikiran pada masa klasik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Corak Pemikiran Pada Periode
Nubuat (Nabi)
Kegiatan dakwah pertama dari para nabi dan
tujuan mereka yang terbesar di setiap zaman dalam setiap lingkungan adalah
menegakan keyakinan Tauhidullah dan beribadah hanya kepada-Nya yang menjadi
tugas fitri kemanusiaan sebagai khalifah dan Abdi Allah di muka bumi. Dan
disampaikan pula pesan utama tentang perjalanan hidup manusia, yaitu al-mabda
(asal kehadiran manusia), al-wasath (keberadaan manusia di alam kesadaran
duniawi), al-ma’ad (tempat kembali mempertanggungjawabkan tugas fitri
kemanusiaan).[2]
Adapun tugas-tugas kenabian dapat disimpulkan
dalam tiga perkara. Pertama, seruan untuk beriman kepada Allah dan
ke-Esaan-Nya. Kedua, iman kepada hari akhir dan balasan terhadap amal-amal pada
hari itu. Ketiga, penjelasan hukum-hukum yang di dalamnya terdapat kebaikan dan
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Berkenaan dengan missi para nabi
dipusatkan dan diarahkan kepada pemberantasan berhala di masa-masa mereka, yang
tercermin dalam bentuk penyembahan patung-patung, berhala-berhala dan
orang-orang suci, baik orang yang masih hidup maupun sudah mati.
Seandainya akal manusia bertindak sendirian
dalam memahami kebenaran-kebenaran ini, maka tidak akan dapat menjangkaunya,
khususnya dalam perkara-perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal
manusia dan pengetahuan tanpa wahyu yang disampaikan Allah kepada nabi-nabi.[3] Para
filosof Yunani dan lainnya telah berusaha mempelajari ke-Tuhana-an, maka mereka
pun mengemukakan pendapat-pendapat yang saling bertentangan sebagaimana para
ulama di zaman ini berbeda pendapat dalam menafsirkan ke-Tuhana-an. Sementara
para nabi datang membawa kepastian dalam penafsiran dan penentuan kekuatan
Ilahi dengan pendapat yang menentramkan hati.
Dari 25 nabi yang disebutkan dalam Al-Quran ada
yang diberi al-Kitab, Shuhuf (lembaran wahyu), dan Hikmah. Secara eksplisit
nabi yang diberi hikmah selain al-kitab adalah nabi Daud a.s, Sulaeman a.s, Isa
a.s dan nabi Muhammad saw. selain para nabi, ada seorang hamba Allah swt yang
secara eksplisit disebutkan dalam al-Quran oleh Allah SWT diberi hikmah, yaitu
Luqman. Dan nama Luqman ini menjadi nama salah satu surah dalam mushhaf
al-Quran yaitu surah Luqman surah ke 31. Dan dari surah Luqman inilah dapat
dibangun secara spesifik struktur filsafat dakwah.[4]
Luqman al-Hakim hidup sezaman dengan nabi Daud
a.s yang juga diberi hikmah oleh Allah swt. Luqman ini adalah bapak filsafat
selain nabi, sebagai filosof pertama Yunani, yaitu Empedockles berguru kepada
Luqman kemudian menyusul Pytagoras murid Empedockles, setelah itu secara
berturut-turut menyusul Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kelima filosof ini
hidup dalam rentangan kurun waktu antara nabi Daud a.s hingga sebelum nabi Isa
a.s. dan salah seorang murid Aristoteles adalah Alexander (Iskandar
Zulkarnaen), ia belajar hikmah kepada Aristoteles selama 20 tahun.
Maka jalur pemikiran hikmah (kefilsafatan) para
filosof yang bukan nabi yaitu Luqman dan generasi yang berikutnya, maka
menisbahkannya pemikiran filosofis itu kepada Hermes, dan rentangan waktu
antara Hermes hingga awal hijrah nabi terakhir adalah kurang lebih 3725 tahun (perhitungan menurut
Abu Ma’syar).[5]
B.
Periode al-Khulafa
al-Rasyidun
Estapeta aktivitas dakwah dalam tataran
teoritis dan praktis, sepeninggal rasul terakhir Muhammad saw dilanjutkan oleh
pelanjutnya, yaitu al-Khulafa al-Rasyidun (para pelanjut yang memperoleh dan
melaksanakan Islam ingga bimbingan kehidupan). Pemikiran dakwah yang berkembang
pada periode ini adalah metode naql dan aql secara seimbang orientasi utama
pengembangan dakwah berupa futuhat yaitu konsolidasi dan ekspansi Islam di
semenanjung Arabia dan sekitarnya. Produk pemikiran dan aktivitas dakwah
al-Khulafa al-Rasyidun ini disebut atsar shahabat, yang memuat khazanah Islam.
Merek adalah Abu Bakar (632-634 M), Umar Ibn Khathab (634-644 M), Usman Ibn
Affan (644-655 M), dan Ali Ibn Abi Thalib (656-661 M)
Perlu diketahui, bahwa futuhat adalah proses
menghadirkan dan mendatangkan Islam ke daerah-daerah yang dituju dengan tidak
memaksa rakyat (mad’u) untuk merubah agamanya, mereka menerima dan memeluk
Islam bukan karena paksaan tetapi atas dasar pilihan dan kebebasan kehendaknya
setelah mempertimbangkan secara obyektif-proposional terlebih dahulu.[6]
Adapun hikmah praktis telah diperoleh para al-Khulafa
al-Rasyidun melalui prilaku, banyak mengamalkan ilmu dengan jujur dan ikhlas,
istiqamah, pengalaman dan kemahiran, strategi yang bijak, dan memahami
sendi-sendi dakwah mereka memandang penting penggunaan akal dalam kehidupan,
misalnya, berikut ini sebagai contoh pandangan khalifah Ali r.a dalam syair:
“bila Tuhan menyempurnakan akal seseorang, sempurnalah akhlak dan kepakaran
orang itu. Pemberian Allah yang paling utama bagi seseorang adalah akalnya,
karena tidak ada kebaikan yang sebaik akal. Dengan akal, seorang pemuda dapat
hidup eksis di tengah manusia, karena ilmu dan pengamatannya senantiasa
rasional.
C.
Periode Tabi’in
Bicara tentang tabi’in, Tabi’in adalah mereka
yang hidup sesudah generasi sahabat nabi. Mereka adalah orang-orang yang mampu
bersikap bijak dalam menyalurkan kewajiban dakwahnya. Tokoh pemikir dakwah
(rijal al-dakwah) pada periode ini diantaranya adalah Said bin Musayab, Hasan
bin Yaser al-Bashri, Umar bin Abd al-Aziz dan Abu Hanifah. Umar bin Abd al-Aziz
adalah seorang khalifah pada zaman Daulah Bani Umayah.[7]
Adapun hikmah praktis yang dikembangkan oleh
keempat tokoh pada periode ini adalah memulai dengan memperbaiki diri sendiri,
memperbaiki keluarga, memperbaiki umat, mengembangkan dakwah dengan surat,
menanamkan perasaan takut kepada Allah, berpegang teguh pada agama Allah, dan
memperhatikan umat non muslimin.
Pada zaman ini, metode pemikiran dakwah lebih
banyak menggunakan penalaran metode muhaditsin, yang lebih banyak berorientasi
pada naql ketimbang ‘Aql sebagaimana digunakan dalam penalaran metode
mutakalimin.
D.
Periode Tabi
al-Tabi’in
Sebutan Tabii al-tabiin adalah ditujukan bagi
generasi yang hidup setelah tabiin yang mendapat nilai keutamaan. Tokoh utama
pada periode ini yang tergolong rijal al-dakwah Imam bin Anas, Imam Syafi’I dan
Imam Ahmad bin Hanbal. Periode a dan b dapat dikategorikan pula sebagai periode
Salaf, dan setelah periode salaf disebut periode Khalaf. Kajiannya lebih
berorientasi pada syariat sebagai pesan dakwah.
Adapun hikmah praktis yang dikembangkan pada
periode ini tidak jauh berbeda dengan hikmah praktis (2) bagian (a) yang telah
dikemukakan. Namun dapat ditambahkan bahwa rijal al-dakwah pada periode ini
menonjolkan sikap dan perilaku hikmah, yaitu berpikir sebelum menjawab dalam
berdialog, menolak sesuatu secara bijak dan bertindak tegas dalam hal
kebenaran. Sedangkan hikmah teoritis yang dikembangkan pada periode tabii-al
tabiin adalah metode penalaran mutakalimin dengan tidak mengabaikan metode
penalaran muhaditsin.
E.
Pasca Periode Tabi’I
al-Tabi’in
Pada periode ini dapat dikategorikan sebagai
periode khalaf, suatu periode dengan 300 tahun setelah zaman nubuwah. Hikmah
teoritis dan hikmah praktis dikembangkan dengan metode penalaran yang pernah
berkembang sebelumnya dengan ditandai munculnya berbagai corak pemikiran di
dalam berbagai bidang kajian keislaman sebagai hasil dari akumulasi interaksi
antarbudaya dalam perjalanan aktivitas dakwah sebagai aktualisasi dari hikmah
(pemikiran filosofis dakwah.[8]
Dalam tataran hikmah teoritis dari segi
metodologi pada periode khalaf ini dapat digolongkan kepada: Pertama, kelompok
pengguna penalaran Isyraqi (iluminasionisme) pendukung metode yang dikembangkan
oleh Plato dengan tidak mengabaikan metode naql. Kedua, kelompok pengguna
penalaran masya’I (peripatetisisme) pendukung metode yang dikembangkan oleh
Aristoteles dengan tidak mengabaikan metode naql. Rijal al-dakwah pendukung
metode sebagaimana disebutkan diatas adalah kelompok Mu’tazilah, Asyariyah dan Syi’ah. Mereka telah mengkaji tentang konsep
teologi sebagai pesan dakwah, konsep manusia dan konsep alam. Dari kalangan
sufi yang menggunakan metode irfan, pemikiran mereka lebih menekankan pada
kontek dakwah nafsyiyah (internalisasi ajaran Islam pda tingkat intra individu),
antar pribadi dan kelompok di atas dasar cinta kepada Tuhan dengan tidak
mengabaikan dasar syariat yang lebih mengatur aspek perilaku lahiriyah.[9]
F.
Aktivitas Pemikiran
Dakwah Sebagai Aktivitas Kebudayaan dan Peradaban Islam
Dalam hal ini, penelusuran, pelacakan, dan
pengkajian perkembangan pemikiran dakwah dapat pula dipandang sebagai aktivitas
kebudayan dan peradaban Islam dengan menggunakan alur berpikir kesejarahan.
Dengan demikian, maka perkembangannya dapat distrukturkan ke dalam
periodesasi.[
Periode klasik merupakan masa kemajuan Islam I,
yaitu pada tahun 650-1000 masehi. Pada tahun 1000-1250 masehi merupakan masa
disintegrasi. Pada periode berikutnya, yaitu periode pertenganhan merupakan
masa kemunduran I (125-1500 M). yang selanjutnya adalah periode modern, yaitu
pada tahun 1800 sampai sekarang. Pada tiga periode ini, pada hakekatnya
kegiatan pemikiran dan aktivitas dakwah berlangsung, sebab jika kegiatan dakwah
itu berhenti, maka akan berhenti pula perkembangan kehidupan umat Islam di alam
jagat raya ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi
dari induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat berbagai
macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan
lainnya (interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi bahwa filsafat
sebagai alat analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia ilmu
pengetahuan dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat Islam terbagi dalam
periode awal jaman permulaan Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa
al-Rashidin, periode klasik yang dimulai dari pasca pemerintahan khulafa
al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat, rentang itu dapat pula dimulai
dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran kekuasaan Islam secara
politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan filsafat Islam
yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.
B.
Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai corak
pemikiran pada masa klasik, semoga dapat bermanfaat bagi rekan sekalian. Kritik
dan saran sangat emakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok,
Jaih. Sejarah Peradaban Islam.
(Pustaka Bani Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004)
Hasan,
Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan
Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002)
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik:
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003)
Jaih
Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Pustaka Bani Quraiys, cet. ke-1, 2004)
MAKALAH
FILSAFAT DAKWAH
“Corak Pemikiran Pada Masa Klasik“
![]() |
Disusun oleh:
1.
Desy Saputri NIM. 1516320064
2.
Kamin Gusdiono Tanjung NIM. 1516320074
Dosen Pengampuh:
Edi Sumanto
PROGRAM STUDI BIMBINGAN
KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI BENGKULU
(IAIN BENGKULU)


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat petunjuk, rahmat, nikmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas mengenai “Corak
Pemikiran islam pada Masa Klasik”
Penulis menyadari masih
ada kekurangan dan kesalahan pada makalah ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sebagai bahan untuk
memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang dari pembaca.
Mudah-mudahan makalah ini
dapat memenuhi harapan atau sesuai dengan keinginan kita bersama, semoga
hal-hal yang menjadi pertanyaan selama ini dapat terjawab dan mendapatkan
pengetahuan yang baru serta bermanfaat.
Bengkulu, April
2018
Penulis
|
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................ .i
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
Bab I Pendahuluan................................................................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.........................................................................
C. Tujuan Pembahasan......................................................................
Bab II Pembahasan................................................................................ 3
A. Corak Pemikiran
Pada Masa Nabi................................................ 3
B. Periode Khulafaurrasyidin.............................................................. 4
C. Perirode masa
tabi'in..................................................................... 5
D. Periode Tabi
al-Tabi’in.................................................................. 6
E. Periode pasca
Tabi al-Tabi’in........................................................ 7
F. Aktivitas
Pemikiran Dakwah Sebagai Aktivitas Kebudayaan dan Peradaban Islam 7
Bab III Penutup...................................................................................... 9
A. Kesimpulan................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
|
[1] Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Bani
Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004) h. 27
[2] Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Bani
Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004) h. 32
[3] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.).
Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002), h. 150
[4] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.).
Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002), h. 153
[5] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 18.
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 21
[7] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.).
Jilid 1 dan 2. ... , h. 169
[9] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.).
Jilid 1 dan 2. ... , h. 170
No comments:
Post a Comment