Sunday, April 15, 2018

Makalah Penerapan Hukum Acara Pidana


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Di dalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewaj iban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.
Latar belakang yang melandasi munculnya KUHAP yaitu :
1.      HIR yang hanya mengatur tentang landraad dan raad van justitie - UUD
2.      Pengakuan HAM
3.      Jaminan bantuan hukum dan ganti rugi
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hukum acara pidana secara mendalam dan menyeluruh.
B.     Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah dari pembahasan makalah ini, yaitu
1.      Apa yang dimaksud dengan hukum acara pidana?
2.      Apa yang dimaksud dengan pra pengadilan dan surat dakwaan?
3.      Bagaimanakah proses pelaksanaan acara pidana?


C.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan hukum acara pidana
2.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pra pengadilan dan surat dakwaan
3.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan acara pidana








BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Hukum Acara Pidana
Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.[1]
Berbicara mengenai pengertian dan maksud dari hukum acara pidana, banyak para tokoh serta para pakar hukum yang mengartikannya, di antaranya seperti:[2]
1.      Menurut Van Bemellen
Hukum acara pidana yaitu kumpulan ketetapan hukum yang mengatur negara terhadap adanya dugaan terjadinya pelanggaran pidana, dan untuk mencari kebenaran melalui alat-alatnya dengan cara diperiksa di persidangan dan diputus oleh hakim dengan menjalankan putusan tersebut.
2.      Menurut Van Apeldoorn
Hukum acara pidana yaitu peraturan yang mengatur cara begaimana pemerintah dapat menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil.
3.      Menurut Bambang Poernomo
Dalam arti sempit, hukum acara pidana yaitu kumpulan peraturan tentang proses pelaksanaan hukum acara pidana, dan dalam arti luasnya yaitu kumpulan peraturan pelaksanaan hukum acara pidana ditambah dengan peraturan lain yang berkaitan dengan itu. Dalam arti sangat luas, ditambah lagi dengan peraturan tentang alternatif jenis pidana.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa hukum acara pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh pada penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya apabila ada persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.

B.     Pra Penuntutan dan Dakwaan
1.      Pra Penuntutan
Pra penuntutan seperti apa yang ditentukan Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI menentukan Jaksa dapat melakukan Pra Penuntutan, yang menjelaskan sebagai berikut : Pra Penuntutan adalah tindakan Jaksa untuk memantau perkembangan penyidikian setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan, apakah berkas perkata tersebut dpat dilimpahkan atau ke tahap penuntutan.[3]
Jika hasil penyidikan sudah lengkap dan sudah diserahkan kepada penuntut umum ,jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal salah atau keliru dalam mencantumkan pasal yang disangkakan menurut DR Andi Hamzah bahwa “Perubahan pencantuman pasal tersebut bisa saja langsung dilakukan oleh penuntut umum, karena hal ini merupakan hal yang tidak substantive, dan juga nantinya dalam penuntutan , Jaksa Penuntut Umum lah yang akan paling bertanggungjawab penuh terhadap hasil penuntutan tersebut. Hal ini sesuai dengan asas Dominus Litis dalam hal penuntutan, dimana jaksa bebas untuk menentukan peraturan pidana mana yang akan didakwakan dan mana yang tidak.”
2.      Surat Dakwaan
Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat diambil dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti terdakwa dapat dijatukan hukuman (A.Karim Nasution, masalah surat tuduhan dalam proses pidana)
Jadi yang dimaksud dengan Surat dakwaan adalah suatu surat atau akta yang memuat rumusan dari tindak pidana yang didakwaan, yang sementara dapat disimpulkan dari penyidik yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan disidang pengadilan.
Surat dakwaan memiliki beberapa tujuan yang dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain :
a)      Dari sisi penuntutan, tujuan surat dakwaan adalah untuk sebagai dasar bagi penuntut umum untuk melakuakn tuntutan hukum, karena jaksa memiliki kekuasaan yang mutlak melakukan tuntutan hukum bagi setiap warga Negara yang melakuakn pelanggaran hukum.
b)      Dari sisi terdakwa, tujuan utama dari surat tuduhan adalah bahwa undang-udndang ingin melihat ditetapkanya alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana, untuk itu sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus dicantumkan dengan sebaik – baiknya. Terdakwa mengetahui hal sekecil – kecilnya tentang perbuatan yang dilakukan. Dan dapat mempersiapkan pembelaan atas itu.
c)      Dasi sisi pengadilan, bahwa tujuan surat dakwaan adalah sebagai dasar hakim untuk memeriksa perkara dalam persidangan.

C.     Penerapan Hukum Acara Pidana
Proses pelaksanaan acara pidana adalah merupakan suatu proses dan tata cara beracara atau mengajukan perkara pidana ke muka persidangan. Adapun tahap-tahapannya adalah sebagai berikut:[4]
1.      Pemeriksaan Pendahuluan
Di dalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan disidang pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut:
a)      Proses Penyelidikan dan Penyidikan.
Menurut KUHP diartikan bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan dapat atau tidak nya dilakukannya penyelidikan (pasal 1 butir lima kuhap).
Dengan demikian fungsi penelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan, yang bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP)[5]
Oleh karena itu, secara kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang
(1)   Tindak apa yang telah dilakukannya?
(2)   Kapan tindak pidana itu dilakuakan?
(3)   Dimana tindak pidana itu dilakukan?
(4)   Dengan apa tindak pidana itu dilakukan?
(5)   Bagaimana tindak pidana itu dilakukan?
(6)   Mengapa tindak pidana itu dilakukan?
(7)   Siapa pembuatnya?

b)      Petugas-Petugas Penyelidik dan Penyidik
Menurut pasal 4 penyidik adalah setiap pejabat polisi Negara republik Indonesia. Di dalam tugas penyelidikan mereka mempunyai wewenang-wewenang seperti diatur dalam pasal 5 KUHAP sebagai berikut:
(1)    Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
(2)    Mencari keterangan dan barang bukti;
(3)    Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
(4)    Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Sedangkan yang termasuk penyidik adalah
(1)    Pejabat polisi Negara Republik Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
(2)    Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu, misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.[6]
Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 KUHAP berwenang untuk:
(1)       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
(2)       Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
(3)       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka
(4)       Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
(5)       Melakukan pemeriksaan dan peryitaan surat.
(6)       Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
(7)       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
(8)       Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalm hubungannya dengan pemeriksaan.
(9)       Mengadakan penghentian penyidikan.
(10)   Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (pasal 7 KUHAP)
c)      Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan atau penyidikan merupakan tidakan pertama-tama yang dapat dan harus dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan atau pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika is siapakah pembuatnya.
Persangkaan atau pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dapt digolongkan sebagai berikut:[7]
(1)   Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad)
Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah:
(a)    Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
(b)   Dengan segera sesudah beberap saat tindakan pidana itu dilakukan, atau
(c)    Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak rami sebagai orang yang melakukannya, atau
(d)   Apabila sesat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa is adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.(pasal 1 butir 19 kuhap)
(2)   Di luar tertangkap tangan
Sedangkan dalam hal tidak tertangkap , pengetehuan penyelidik atau penyidik tentang telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari:
(a)    Laporan
(b)   Pengaduan
(c)    Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik
(d)   Penangkapan dan Penahanan
Yang dimaksud dengan penangkapan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan. Sedangkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.[8]
Jadi, penangkapan dan penahanan adalah merupakan tindakan yang membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang. Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terdapat dalam pasal 20 dan 21 ayat 1 dan ayat (4).
(3)   Penangguhan dan Penahanan
Untuk menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakn kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung untuk beberapa waktu, diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan agar penahanannya ditangguhkan, berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.[9]
(4)   Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
(5)   Penyitaan
Yang dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pengadilan. Di samping itu, menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:[10]
(1)    Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
(2)    Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
(3)    Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
(4)    Benda yang khusus di buat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
(5)    Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
(6)   Pemeriksaan ditempat kejadian
Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.
(7)   Pemeriksaan tersangka
Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hukum (pasal 114 KUHAP)
(8)   Pemeriksaan saksi dan ahli
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Mengenai hal ini, menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi: "Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia sebagai demikian harus melakukan:[11]
(1)     Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 bulan.
(2)     Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selam-lamanya 6 bulan.”
(9)   Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan
Menurut Syarifudin Petranase penyidikan itu dianggap selesai ketika dinyatakan bahwa:
(1)    Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari penyidik, ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
(2)    Penyidikan diaanggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP.
d)      Surat Dakwaan
Surat dakwaan adalah rumusan tindak pidana sebagai dasar dan batas pemeriksaan dan penuntutan yang dikehendaki UU dalam sidang pengadilan.
1)      Syarat-syarat dalam surat dakwaan
(a)    syarat formil
Identitas lengkap terdakwa, seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan.[12]
(b)   syarat materiil
Harus berisi uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tapi itu dilakukan.
2)      Cara merumuskan surat dakwaan
Cara merumuskan surat dakwaan: harus mengandung lukisan dari apa yang senyatanya terjadi dan mengandung unsur yuridis dari dari tindak pidana yang dilakukan.
3)      Pembatalan Surat Dakwaa
(a)    pembatalan formil: karena tidak memenuhi syarat mutlak yang ditentukan UU (batal demi hukum).
(b)   pembatalan hakiki: berdasarkan keputusan penilaian hakim karena kurangnya syarat yang dianggap esensil (tergantung maksud dan tujuan surat dakwaan). Salah satu cara pembelaan adalah membuat alibi, yaitu menyatakan tidak ada di tempat pada waktu kejadian yang disebutkan dalam surat dakwaan.
4)      Macam-macam Surat Dakwaan
(a)    dakwaan tunggal: terdakawa hanya didakwa dengan satu dakwaan saja.
(b)   dakwaan alternatif: terdakwa didakwa dengan dakwaan. Biasanya karena keraguan jaksa tentang jenis TP apa yang tepat untuk menjadi dasar dakwaan.
(c)    dakwaan subsidair: dakwaan dengan mengurutkan dari yang terberat.
(d)   dakwaan komulatif: dakwaan sekaligus dan masing-masing berdiri sendiri.
(e)    dakwaan campuran: campuran dari dakwaan alternatif, subsidair, dan komulatif.
5)      Syarat penggabungan perkara:
(a)    beberapa tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang yang sama.[13]
(b)   sating sangkut-paut antara satu tp dengan tp yang lain.
(c)    tidak sangkut paut namun masih saling berhubungan dan dianggap perlu dalam proses pemeriksaan.
2.      Pemeriksaan di muka sidang pengadilan
a)      Penentuan Hari Sidang Dan Pemanggilan
Penentuan hari sidang di tentukan oleh hakim yang di tunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara (Pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, hakim tersebut memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan sanksi untuk datang disidang pengadilan (Pasal 152 ayat (2) KUHAP).
b)      Pemeriksaan Perkara Biasa
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadila. Pertama, pemeriksaan perkara biasa; kedua, pemeriksaan singkat; ketiga, pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi alas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.
c)      Pemeriksaan Singkat
Seperti telah disebut di muka, ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 203 ayat (3) yang mengatakan bahwa dalam acara ini (acara pemeriksaan singkat) berlaku ketentuan bagian kesatu, Bagian kedua, Bagian ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuannya.[14]
d)      Pemeriksaan Cepat
Istilah yang dipakai HIR ialah perkara rol. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu.
3.      Putusan hakim pidana
a)      Acara pengambilan keputusan
Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sudah selesai, maka ia mempersilahkan penuntut umum membacakan tuntutannya (requisitoir). Setelah itu giliran terdakwa atau penasihat hukumnya membacakan pembelaann)a yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya mendapat giliran terakhir (Pasal 182 ayat (1) KUHAP).
b)      Isi keputusan hakim
Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, Bentuk-bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana:
(1)     Putusan Bebas: jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan dipersidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
(2)     Putusan Lepas dari Segala Tuntutan: Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti , tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
(3)     Putusan pemidanaan: Jika terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.[15]
Sebelum membicarakan putusan akhir tersebut, perlu kita ketahui bahwa pada waktu hakim menerima suatu perkara dari penuntut umum dapat diterima. Putusan mengenai hal ini bukan merupakan keputusan akhir (vonnis), tetapi merupakan suatu ketetapan.
c)      Formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim
Dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim dan menurut ayat (2) pasal itu kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali yang tersebut pada huruf g, putusan batal demi hukum.
d)      Subtansi putusan hakim
Surat putusan pemidanaan memuat:[16]
(1)     Kepala putusan yang dituliskan berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA".
(2)     Nama lengkap, tempat lahir, umur, tanggal lahir, jenis kelamin
(3)     Dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
(4)     Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh di sidang pemeriksaan
e)      Tuntutan pidana
f)        Pasal aturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
g)      Hari dan tanggal diadakannnya musyawarah majelis hakim
h)      Pernyataan kesalahan terdakwa
i)        Ketentuaan kepada siap biaya perkara dibebankan
j)        Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika dianggap ada akta oetentik yang palsu
k)      Perintah supaya terdakwa ditahanatau tetap dalam tahanan atu dibebaskan
l)        Hari dan tanggal putusan, nama penuntut, nama hakim yang memutus dan nama panitera.[17]
4.      Upaya hukum
Adapun upaya hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
a)      Upaya hukum biasa
KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa merupakan Bab XVII, sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang pemeriksaan kasasi.
(1)   Pemeriksaan tingkat banding Pemeriksaan tingkat Banding
(a)    Hakim terdiri dari hakim majelis ( sekurang -kurangnya 3 orang )
(b)   Dasar pemeriksaan adalah berkas perkara yang diterima dari PN (yang sudah dikirim dalam waktu 14 Hari) berkas -berkas yang dikirim adalah:
i.          Berita acara penyidikan
ii.        Berita acara pemeriksaan sidang
iii.       Alat-alat bukti yang ada serta surat -surat tertentu yang timbul dipengadilan
iv.      Putusan pengadilan
(c)    Dalam pemeriksaan hakim banding adalah berkas -berkas perkara yang dikirim oleeh PN tetapi jika perlu maka hakim PT dapat memanggil saksi-saksi, terdakwa atu penuntut umum. Untuk melakukan konfirmasi. Hakim PT juga dapat memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan kepada PN atau melakukan sendiri.
(2)   Kasasi
Alasan-alasan dalam pengajuan kasasi:
(1)    Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang dalam memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan.
(2)    Pengadilan telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
(3)    Pengadilan lalai memenuhi syarat -syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Sedangkan tata cara pengajuan Kasasi adalah sebagai berikut:
(1)       Diajukan dalam waktu empat belas hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa.
(2)       Permintaan tersebut ditulis oleh panitera dan ditandatangani oleh pemohon dan panitera.[18]
(3)       Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohoan kasasi dalam waktu 14 hari sejak permohonan kasasi diterirna panitera. Apabila dalam tenggangwaktu tersebut pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan kasasi gugur.
(4)       Pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung oleh Panitera selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan kasasi tersebut lengkap.
b)      Upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kesatu pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan bagian kedua peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(1)   Kasasi demi kepentingan umum
(a)    Diajukan oleh Jaksa Agung untuk satu kali
(b)   putusan yang dapat dilakukan kasasi demi kepentingan hukum adalah semua putusanpengadilan yang telah mempuyai kekuataan hukum Tetap
(c)    Tidak boleh merugikan kepentingan para pihak
(d)   Pengajuan melalui Hakim PN
(2)   Peninjauan Kembali
Alasan Peninjauan Kembali:
(a)     Ditemukan /terdapat alat bukti lain yang apabila alat bukti tersebut ada pada saatpemeriksaan sidang berlangsung akan menyebabkan:[19]
i.            Putusan bebas
ii.          Putun Lepas dari segala tuntutan hukum
iii.         Tuntutan tidak bisa diterima
iv.        Memperoleh Pidana yang lebih ringan.
(b)    Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakn telah terbukti itu, temyata bertentanan satu dengan yang lain.
(c)     Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu ke khilafan atu suatu kekeliruan yangnyata. Tata cara pengajuan peninjauan kembali:
(d)    Diajukan ke Mahkmah Agung melalui Panitera yan mengadili.
(e)     Permintaan peninjauan kembali tersebut oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yangditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
5.      Pelaksanaan putusan hakim pidana
Tata cara pelaksanaan putusan hakim pidana:
a)      Pelaksanaan Putusan pengadilan dilakukan oleh Jaksa (Pasal 270 KUHAP)
b)      Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan didepan umum (Pasal 271 KUHAP)
c)      Pidana dijalankan secara berturut-turut, jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum is menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu (Pasal 272 KUHAP )[20]
d)      Jangka waktu pembayaran denda satu bulan dan dapat diperpanjang
e)      Barang bukti yang dirampas oleh negara dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas negara
f)        Putusan ganti rugi dilaksanakan secara perdata
g)      Biaya perkara dan ganti rugi ditanggung berimbang oleh para narapidana
h)      Pidana bersyarat diawasi dan diamati sungguh-sungguh.



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.
Tujuan Hukum Acara Pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materiil. Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat. Sedangkan Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan dari korban kecuali tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU.

B.     Saran
Inilah yang dapat kami bahas pada makalah ini, meskipun penulisan ini jauh dari kata sempurna, minimal kita bisa mengimplementasikan tulisan ini. Mungkin masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami adalah manusia yang tempatnya salah dan doss: dalam hadits "al insanu minal khotto' wannisa', dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987)

Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, cet. Ke-1, (Jakarta: Djambatan, 2013)

C.T.S. Kansil, Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)

Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2014)

Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2008)


[1] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 105.
[2] Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, cet. Ke-1, (Jakarta: Djambatan, 2013), hlm. 76.
[3]  C.T.S. Kansil, Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 347
[4] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 112.
[5] Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2014), hlm 87.
[6] Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana,  ... hlm 88
[7] Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana,  ... hlm 88
[8] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 117
[9] Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana,  ... hlm 90
[10] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 118
[11] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 120
[12] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 156.
[13] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 157
[14] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 157
[15] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 158
[16] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2008), hal 92.
[17] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2008), hal 95
[18] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana,  ... hal 97
[19] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana,  ... hal 98
[20] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, cet. Ke-3,  ... hlm. 159

No comments:

Post a Comment