BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik
Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan
pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari
itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang
berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan
teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut
juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana
adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan
menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau
membebaskan pidana.
Di dalam KUHAP disamping
mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan
kewaj iban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud
adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.
Latar belakang yang
melandasi munculnya KUHAP yaitu :
1.
HIR yang hanya mengatur
tentang landraad dan raad van justitie - UUD
2.
Pengakuan HAM
3.
Jaminan bantuan hukum dan
ganti rugi
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hukum
acara pidana secara mendalam dan menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar
belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah dari pembahasan makalah
ini, yaitu
1.
Apa yang dimaksud dengan
hukum acara pidana?
2.
Apa yang dimaksud dengan pra
pengadilan dan surat dakwaan?
3.
Bagaimanakah proses
pelaksanaan acara pidana?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian
rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik tujuan penulisan dari makalah ini
yaitu:
1.
Untuk mengetahui yang
dimaksud dengan hukum acara pidana
2.
Untuk mengetahui yang
dimaksud dengan pra pengadilan dan surat dakwaan
3.
Untuk mengetahui proses
pelaksanaan acara pidana
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Acara
Pidana
Yang dimaksud hukum
acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.[1]
Berbicara mengenai
pengertian dan maksud dari hukum acara pidana, banyak para tokoh serta para
pakar hukum yang mengartikannya, di antaranya seperti:[2]
1.
Menurut Van Bemellen
Hukum acara pidana yaitu kumpulan ketetapan hukum yang mengatur negara
terhadap adanya dugaan terjadinya pelanggaran pidana, dan untuk mencari
kebenaran melalui alat-alatnya dengan cara diperiksa di persidangan dan diputus
oleh hakim dengan menjalankan putusan tersebut.
2.
Menurut Van Apeldoorn
Hukum acara pidana yaitu peraturan yang mengatur cara begaimana
pemerintah dapat menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil.
3.
Menurut Bambang Poernomo
Dalam arti sempit, hukum acara pidana yaitu kumpulan peraturan tentang
proses pelaksanaan hukum acara pidana, dan dalam arti luasnya yaitu kumpulan
peraturan pelaksanaan hukum acara pidana ditambah dengan peraturan lain yang
berkaitan dengan itu. Dalam arti sangat luas, ditambah lagi dengan peraturan
tentang alternatif jenis pidana.
Berdasarkan penjelasan
di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa hukum acara pidana adalah aturan-aturan
yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh pada penegak hukum dan
pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya apabila ada persangkaan bahwa hukum
pidana dilanggar.
B. Pra Penuntutan dan
Dakwaan
1.
Pra Penuntutan
Pra penuntutan seperti apa yang ditentukan Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI menentukan Jaksa dapat melakukan Pra Penuntutan, yang
menjelaskan sebagai berikut : Pra Penuntutan adalah tindakan Jaksa untuk
memantau perkembangan penyidikian setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan, apakah berkas perkata tersebut
dpat dilimpahkan atau ke tahap penuntutan.[3]
Jika hasil penyidikan sudah lengkap dan sudah diserahkan kepada penuntut
umum ,jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal salah atau
keliru dalam mencantumkan pasal yang disangkakan menurut DR Andi Hamzah bahwa
“Perubahan pencantuman pasal tersebut bisa saja langsung dilakukan oleh
penuntut umum, karena hal ini merupakan hal yang tidak substantive, dan juga
nantinya dalam penuntutan , Jaksa Penuntut Umum lah yang akan paling
bertanggungjawab penuh terhadap hasil penuntutan tersebut. Hal ini sesuai
dengan asas Dominus Litis dalam hal penuntutan, dimana jaksa bebas untuk
menentukan peraturan pidana mana yang akan didakwakan dan mana yang tidak.”
2.
Surat Dakwaan
Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari
tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat diambil dari surat-surat
pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan
pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti terdakwa dapat dijatukan hukuman
(A.Karim Nasution, masalah surat tuduhan dalam proses pidana)
Jadi yang dimaksud dengan Surat dakwaan adalah suatu surat atau akta yang
memuat rumusan dari tindak pidana yang didakwaan, yang sementara dapat
disimpulkan dari penyidik yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan
pemeriksaan disidang pengadilan.
Surat dakwaan memiliki beberapa tujuan yang dapat dilihat dari beberapa
sisi, antara lain :
a)
Dari sisi penuntutan,
tujuan surat dakwaan adalah untuk sebagai dasar bagi penuntut umum untuk
melakuakn tuntutan hukum, karena jaksa memiliki kekuasaan yang mutlak melakukan
tuntutan hukum bagi setiap warga Negara yang melakuakn pelanggaran hukum.
b)
Dari sisi terdakwa, tujuan
utama dari surat tuduhan adalah bahwa undang-udndang ingin melihat ditetapkanya
alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana, untuk itu
sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus
dicantumkan dengan sebaik – baiknya. Terdakwa mengetahui hal sekecil – kecilnya
tentang perbuatan yang dilakukan. Dan dapat mempersiapkan pembelaan atas itu.
c)
Dasi sisi pengadilan, bahwa
tujuan surat dakwaan adalah sebagai dasar hakim untuk memeriksa perkara dalam
persidangan.
C. Penerapan Hukum Acara
Pidana
Proses pelaksanaan acara
pidana adalah merupakan suatu proses dan tata cara beracara atau mengajukan
perkara pidana ke muka persidangan. Adapun tahap-tahapannya adalah sebagai
berikut:[4]
1.
Pemeriksaan Pendahuluan
Di dalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan
disidang pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut:
a)
Proses Penyelidikan dan
Penyidikan.
Menurut KUHP diartikan
bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan dapat atau
tidak nya dilakukannya penyelidikan (pasal 1 butir lima kuhap).
Dengan demikian fungsi
penelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan, yang bertugas untuk
mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat
berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan
penyidikan.
Sedangkan yang dimaksud
dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP)[5]
Oleh karena itu, secara
kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak
pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang
(1)
Tindak apa yang telah
dilakukannya?
(2)
Kapan tindak pidana itu
dilakuakan?
(3)
Dimana tindak pidana itu
dilakukan?
(4)
Dengan apa tindak pidana
itu dilakukan?
(5)
Bagaimana tindak pidana itu
dilakukan?
(6)
Mengapa tindak pidana itu
dilakukan?
(7)
Siapa pembuatnya?
b)
Petugas-Petugas Penyelidik
dan Penyidik
Menurut pasal 4 penyidik
adalah setiap pejabat polisi Negara republik Indonesia. Di dalam tugas
penyelidikan mereka mempunyai wewenang-wewenang seperti diatur dalam pasal 5
KUHAP sebagai berikut:
(1)
Menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
(2)
Mencari keterangan dan
barang bukti;
(3)
Menyuruh berhenti seseorang
yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
(4)
Mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab.
Sedangkan
yang termasuk penyidik adalah
(1)
Pejabat polisi Negara
Republik Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
(2)
Pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu,
misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang
melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.[6]
Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 KUHAP
berwenang untuk:
(1)
Menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
(2)
Melakukan tindakan pertama
pada saat ditempat kejadian.
(3)
Menyuruh berhenti seorang
tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka
(4)
Melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
(5)
Melakukan pemeriksaan dan
peryitaan surat.
(6)
Mengambil sidik jari dan
memotret seorang.
(7)
Memanggil orang untuk
didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
(8)
Mendatangkan orang ahli
yang diperlukan dalm hubungannya dengan pemeriksaan.
(9)
Mengadakan penghentian
penyidikan.
(10)
Mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab. (pasal 7 KUHAP)
c)
Pelaksanaan Penyelidikan
dan Penyidikan
Penyelidikan atau
penyidikan merupakan tidakan pertama-tama yang dapat dan harus dilakukan oleh
penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi
tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan atau
pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan,
benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika is siapakah pembuatnya.
Persangkaan atau
pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat diperoleh dari berbagai sumber
yang dapt digolongkan sebagai berikut:[7]
(1)
Kedapatan tertangkap tangan
(ontdekkeng op heterdaad)
Adapun yang dimaksud dengan tertangkap
tangan adalah:
(a)
Tertangkapnya seorang pada
waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
(b)
Dengan segera sesudah
beberap saat tindakan pidana itu dilakukan, atau
(c)
Sesaat kemudian diserukan
oleh khalayak rami sebagai orang yang melakukannya, atau
(d)
Apabila sesat kemudian
padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa is adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.(pasal 1 butir 19 kuhap)
(2)
Di luar tertangkap tangan
Sedangkan dalam hal
tidak tertangkap , pengetehuan penyelidik atau penyidik tentang telah
terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari:
(a)
Laporan
(b)
Pengaduan
(c)
Pengetahuan sendiri oleh
penyelidik atau penyidik
(d)
Penangkapan dan Penahanan
Yang dimaksud dengan penangkapan adalah pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan. Sedangkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa
ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.[8]
Jadi, penangkapan dan penahanan adalah merupakan tindakan
yang membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang. Mengenai
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terdapat dalam
pasal 20 dan 21 ayat 1 dan ayat (4).
(3)
Penangguhan dan Penahanan
Untuk menjaga supaya
tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakn kepentingannya karena
tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung untuk beberapa waktu,
diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan agar
penahanannya ditangguhkan, berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam HIR yang
menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan penahanan
ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu penahanan
perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.[9]
(4)
Penggeledahan Badan dan
Rumah
Penggeledahan badan dan
penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan
dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan
penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann
atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya
atau dibawanya serta untuk disita.
(5)
Penyitaan
Yang dimaksud dengan
penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan,
dan pengadilan. Di samping itu, menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa benda
yang dapat dikenakan penyitaan adalah:[10]
(1)
Benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
(2)
Benda yang telah digunakan
secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
(3)
Benda yang digunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan
(4)
Benda yang khusus di buat
atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
(5)
Benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana.
(6)
Pemeriksaan ditempat
kejadian
Pemeriksaan ditempat
kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan kematian,
kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan
kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan
ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.
(7)
Pemeriksaan tersangka
Sebelum penyidik
melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak pidana,
maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan
bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hukum
(pasal 114 KUHAP)
(8)
Pemeriksaan saksi dan ahli
Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri.
Mengenai hal ini,
menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi: "Barang siapa dipanggil menurut
undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak
melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia sebagai demikian harus
melakukan:[11]
(1)
Dalam perkara pidana
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 bulan.
(2)
Dalam perkara lain,
dipidana dengan pidana penjara selam-lamanya 6 bulan.”
(9)
Penyelesaian dan
Penghentian Penyidikan
Menurut Syarifudin
Petranase penyidikan itu dianggap selesai ketika dinyatakan bahwa:
(1)
Penyidikan dianggap selesai
apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari
penyidik, ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap
selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi
penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
(2)
Penyidikan diaanggap
selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas
perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4
KUHAP.
d)
Surat Dakwaan
Surat dakwaan adalah
rumusan tindak pidana sebagai dasar dan batas pemeriksaan dan penuntutan yang
dikehendaki UU dalam sidang pengadilan.
1)
Syarat-syarat dalam surat
dakwaan
(a)
syarat formil
Identitas lengkap
terdakwa, seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan.[12]
(b)
syarat materiil
Harus berisi uraian secara
cermat jelas dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tapi itu dilakukan.
2)
Cara merumuskan surat
dakwaan
Cara merumuskan surat
dakwaan: harus mengandung lukisan dari apa yang senyatanya terjadi dan mengandung
unsur yuridis dari dari tindak pidana yang dilakukan.
3)
Pembatalan Surat Dakwaa
(a)
pembatalan formil: karena
tidak memenuhi syarat mutlak yang ditentukan UU (batal demi hukum).
(b)
pembatalan hakiki:
berdasarkan keputusan penilaian hakim karena kurangnya syarat yang dianggap
esensil (tergantung maksud dan tujuan surat dakwaan). Salah satu cara pembelaan
adalah membuat alibi, yaitu menyatakan tidak ada di tempat pada waktu kejadian
yang disebutkan dalam surat dakwaan.
4)
Macam-macam Surat Dakwaan
(a)
dakwaan tunggal: terdakawa
hanya didakwa dengan satu dakwaan saja.
(b)
dakwaan alternatif:
terdakwa didakwa dengan dakwaan. Biasanya karena keraguan jaksa tentang jenis
TP apa yang tepat untuk menjadi dasar dakwaan.
(c)
dakwaan subsidair: dakwaan
dengan mengurutkan dari yang terberat.
(d)
dakwaan komulatif: dakwaan
sekaligus dan masing-masing berdiri sendiri.
(e)
dakwaan campuran: campuran
dari dakwaan alternatif, subsidair, dan komulatif.
5)
Syarat penggabungan
perkara:
(a)
beberapa tindak pidana
dilakukan oleh beberapa orang yang sama.[13]
(b)
sating sangkut-paut antara
satu tp dengan tp yang lain.
(c)
tidak sangkut paut namun
masih saling berhubungan dan dianggap perlu dalam proses pemeriksaan.
2.
Pemeriksaan di muka sidang
pengadilan
a)
Penentuan Hari Sidang Dan
Pemanggilan
Penentuan hari sidang di
tentukan oleh hakim yang di tunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan
perkara (Pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, hakim tersebut memerintahkan
kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan sanksi untuk datang disidang
pengadilan (Pasal 152 ayat (2) KUHAP).
b)
Pemeriksaan Perkara Biasa
KUHAP membedakan tiga
macam pemeriksaan sidang pengadila. Pertama, pemeriksaan perkara biasa; kedua,
pemeriksaan singkat; ketiga, pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi
alas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas
jalan.
c)
Pemeriksaan Singkat
Seperti telah disebut di
muka, ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan
singkat, kecuali ditentukan. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 203 ayat (3) yang
mengatakan bahwa dalam acara ini (acara pemeriksaan singkat) berlaku ketentuan
bagian kesatu, Bagian kedua, Bagian ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan
itu tidak bertentangan dengan ketentuannya.[14]
d)
Pemeriksaan Cepat
Istilah yang dipakai HIR
ialah perkara rol. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada
pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu.
3.
Putusan hakim pidana
a)
Acara pengambilan keputusan
Apabila hakim memandang
pemeriksaan sidang sudah selesai, maka ia mempersilahkan penuntut umum
membacakan tuntutannya (requisitoir). Setelah itu giliran terdakwa atau
penasihat hukumnya membacakan pembelaann)a yang dapat dijawab oleh penuntut
umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya mendapat giliran
terakhir (Pasal 182 ayat (1) KUHAP).
b)
Isi keputusan hakim
Setiap keputusan hakim
merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, Bentuk-bentuk putusan pengadilan
dalam perkara pidana:
(1)
Putusan Bebas: jika
pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan dipersidangan, kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.
(2)
Putusan Lepas dari Segala
Tuntutan: Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti , tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,
maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
(3)
Putusan pemidanaan: Jika
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana.[15]
Sebelum membicarakan
putusan akhir tersebut, perlu kita ketahui bahwa pada waktu hakim menerima
suatu perkara dari penuntut umum dapat diterima. Putusan mengenai hal ini bukan
merupakan keputusan akhir (vonnis), tetapi merupakan suatu ketetapan.
c)
Formalitas yang harus
dipenuhi suatu putusan hakim
Dalam pasal 197 ayat (1)
KUHAP diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim dan menurut
ayat (2) pasal itu kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali yang
tersebut pada huruf g, putusan batal demi hukum.
d)
Subtansi putusan hakim
Surat putusan pemidanaan memuat:[16]
(1)
Kepala putusan yang
dituliskan berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA".
(2)
Nama lengkap, tempat lahir,
umur, tanggal lahir, jenis kelamin
(3)
Dakwaan sebagaimana
terdapat dalam surat dakwaan
(4)
Pertimbangan yang disusun
secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh di sidang pemeriksaan
e)
Tuntutan pidana
f)
Pasal aturan
perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
g)
Hari dan tanggal
diadakannnya musyawarah majelis hakim
h)
Pernyataan kesalahan
terdakwa
i)
Ketentuaan kepada siap
biaya perkara dibebankan
j)
Keterangan bahwa seluruh
surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika
dianggap ada akta oetentik yang palsu
k)
Perintah supaya terdakwa ditahanatau
tetap dalam tahanan atu dibebaskan
l)
Hari dan tanggal putusan,
nama penuntut, nama hakim yang memutus dan nama panitera.[17]
4.
Upaya hukum
Adapun upaya
hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
a)
Upaya hukum biasa
KUHAP membedakan upaya
hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa merupakan Bab XVII, sedangkan
upaya hukum luar biasa Bab XVIII. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian,
bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang pemeriksaan
kasasi.
(1)
Pemeriksaan tingkat banding
Pemeriksaan tingkat Banding
(a)
Hakim terdiri dari hakim
majelis ( sekurang -kurangnya 3 orang )
(b)
Dasar pemeriksaan adalah
berkas perkara yang diterima dari PN (yang sudah dikirim dalam waktu 14 Hari)
berkas -berkas yang dikirim adalah:
i.
Berita acara penyidikan
ii.
Berita acara pemeriksaan
sidang
iii.
Alat-alat bukti yang ada
serta surat -surat tertentu yang timbul dipengadilan
iv.
Putusan pengadilan
(c)
Dalam pemeriksaan hakim
banding adalah berkas -berkas perkara yang dikirim oleeh PN tetapi jika perlu
maka hakim PT dapat memanggil saksi-saksi, terdakwa atu penuntut umum. Untuk
melakukan konfirmasi. Hakim PT juga dapat memerintahkan untuk melakukan
pemeriksaan tambahan kepada PN atau melakukan sendiri.
(2)
Kasasi
Alasan-alasan dalam pengajuan kasasi:
(1)
Pengadilan yang
bersangkutan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang dalam memeriksa dan
memutus sengketa yang bersangkutan.
(2)
Pengadilan telah salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
(3)
Pengadilan lalai memenuhi
syarat -syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Sedangkan
tata cara pengajuan Kasasi adalah sebagai berikut:
(1)
Diajukan dalam waktu empat
belas hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa.
(2)
Permintaan tersebut ditulis
oleh panitera dan ditandatangani oleh pemohon dan panitera.[18]
(3)
Pemohon kasasi wajib
mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohoan kasasi dalam waktu 14
hari sejak permohonan kasasi diterirna panitera. Apabila dalam tenggangwaktu
tersebut pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan
kasasi gugur.
(4)
Pengiriman berkas perkara
ke Mahkamah Agung oleh Panitera selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan
kasasi tersebut lengkap.
b)
Upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa
tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian
kesatu pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan bagian kedua
peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(1)
Kasasi demi kepentingan
umum
(a)
Diajukan oleh Jaksa Agung
untuk satu kali
(b)
putusan yang dapat
dilakukan kasasi demi kepentingan hukum adalah semua putusanpengadilan yang
telah mempuyai kekuataan hukum Tetap
(c)
Tidak boleh merugikan
kepentingan para pihak
(d)
Pengajuan melalui Hakim PN
(2)
Peninjauan Kembali
Alasan Peninjauan Kembali:
(a)
Ditemukan /terdapat alat
bukti lain yang apabila alat bukti tersebut ada pada saatpemeriksaan sidang
berlangsung akan menyebabkan:[19]
i.
Putusan bebas
ii.
Putun Lepas dari segala
tuntutan hukum
iii.
Tuntutan tidak bisa
diterima
iv.
Memperoleh Pidana yang
lebih ringan.
(b)
Apabila dalam berbagai
putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau
keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakn telah terbukti itu,
temyata bertentanan satu dengan yang lain.
(c)
Apabila putusan itu dengan
jelas memperlihatkan suatu ke khilafan atu suatu kekeliruan yangnyata. Tata
cara pengajuan peninjauan kembali:
(d)
Diajukan ke Mahkmah Agung
melalui Panitera yan mengadili.
(e)
Permintaan peninjauan
kembali tersebut oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yangditandatangani
oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada
berkas perkara.
5.
Pelaksanaan putusan hakim
pidana
Tata cara
pelaksanaan putusan hakim pidana:
a)
Pelaksanaan Putusan
pengadilan dilakukan oleh Jaksa (Pasal 270 KUHAP)
b)
Pelaksanaan pidana mati
tidak dilakukan didepan umum (Pasal 271 KUHAP)
c)
Pidana dijalankan secara
berturut-turut, jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian
dijatuhi pidana yang sejenis sebelum is menjalani pidana yang dijatuhkan
terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang
dijatuhkan lebih dahulu (Pasal 272 KUHAP )[20]
d)
Jangka waktu pembayaran
denda satu bulan dan dapat diperpanjang
e)
Barang bukti yang dirampas
oleh negara dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas negara
f)
Putusan ganti rugi
dilaksanakan secara perdata
g)
Biaya perkara dan ganti
rugi ditanggung berimbang oleh para narapidana
h)
Pidana bersyarat diawasi
dan diamati sungguh-sungguh.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud hukum
acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.
Tujuan Hukum Acara
Pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materiil. Kebenaran materiil yaitu
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat. Sedangkan Fungsi hukum acara
pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara pidana beroprasi
sejak adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan dari korban
kecuali tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU.
B. Saran
Inilah yang dapat kami
bahas pada makalah ini, meskipun penulisan ini jauh dari kata sempurna, minimal
kita bisa mengimplementasikan tulisan ini. Mungkin masih banyak kesalahan dari
penulisan makalah ini, karena kami adalah manusia yang tempatnya salah dan
doss: dalam hadits "al insanu minal khotto' wannisa', dan kami juga butuh
saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik
dari masa sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Andi
Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana
Indonesia, cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987)
Luhut
M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana,
cet. Ke-1, (Jakarta: Djambatan, 2013)
C.T.S.
Kansil, Pengantar Ilmu dan Tata Hukum
Indonesia, cet. Ke-8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Luhut
P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana,
(Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2014)
[1] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia,
cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 105.
[2] Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, cet. Ke-1, (Jakarta:
Djambatan, 2013), hlm. 76.
[3] C.T.S. Kansil, Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-8, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hlm. 347
[4] Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia,
cet. Ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 112.
[5] Luhut P.M. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Papas
Sinar Sinanti, 2014), hlm 87.
[16] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung:
Alumni, 2008), hal 92.
[17] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung:
Alumni, 2008), hal 95
No comments:
Post a Comment