Friday, April 27, 2018

Makalah Kinerja KPK dalam Memberantas Korupsi


A.     LATAR BELAKANG
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres.
 Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi.
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upayapenanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini yang telah dan sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai fenomena negara atau fenomena politik.
Upaya pencegahan korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkat daerah.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Apa Pengertian Korupsi?
2.      Apa saja Faktor  Pedorong Terjadinya Korupsi di Indonesia?
3.      Apa saja dampak negatif korupsi?

C.     TINJAUAN PUSTAKA
1.      Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin : corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok . Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[1]
Meskipun kata corruption itu luas sekali artinya,namun sering corruptio dipersamakan artinya dengan penyuapan seperti disebut dalam ensiklopedia Grote Winkler Prins (1977) PP Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat", dst.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998), mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang
dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Kemudian secara singkat Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The GlobalEconomy menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi".
Menurut pasal  25 (penghabisan) perpu nomor 24 tahun 1960 ini disebut peraturan pemberantasan korupsi diatas saya namakan undang undang anti-korupsi pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
a)      Tindaakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian nergara atau daerah atau merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran kelonggaran dari Negara atau masyarakat[2]
b)      Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan
c)      Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210,415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435, kitab undang undang hokum pidana.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1)      perbuatan melawan hukum;
2)      penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3)      memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4)      merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
2.      Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
a)      Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukandemokratik.
b)      Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
c)      Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
d)      Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
e)      Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
f)        Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
g)      Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
h)      Lemahnya ketertiban hukum.
i)        Lemahnya profesi hukum.
j)        Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan".
3.      Dampak negatif korupsi
a)      Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.[3]
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat ataudinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b)      Terhadap perekonomian
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
c)      Terhadap kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

D.    PEMBAHASAN
1.      Kinerja KPK dalam Memberantas Korupsi di Indonesia
a)      Strategi Pemberantasan Korupsi                   
Bertambah besar volume pembangunan maka semakin besar pula kemungkinan kebocoran . ditambah dengan gaji pegawai negeri yang memang sangat minim di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, pegawai negeri terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang kadang-kadang menggunakkan kekuasaanya untuk menambah penghasilanya.Memang terjadi korupsi yang besar-besaran bagi mereka yang telah memperoleh pendapatan yang memadai disebabkan karena sifatnya yang serakah, tetapi ini bukan hal yang menyeluruh.[4]
Guner Myrdal berpendapat bahwa jalan untuk memberantas korupsi ialah sebagai berikut :
1)      Menaikkan gaji pegawai rendah (dan menengah)
2)      Menaikkan moral pegawai tinggi
3)      Legalisasi pemungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal
Sudah jelas bahwa kalangan elite kekuasaan harus member keteladanan bagi yang dibawah . untuk mencegah korupsi besar-besaran, bagi penjabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan Negara, penegak hukum, dan pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat jabatanya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatan yang resmi .Artinya pegawai negeri atau penjabat yang tidak dapat membuktikan kekayaanya yang tidak seimbang debnga pendapatannyya yang resmi
 dapat digugat langsung secara perdata oleh penuntu umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum . Dengan demikian, harus ada sistem pendaftaran kekayaan penjabat sebelum dan sesudah menjabat sehingga dapat dihitung pertambahan kekayaan itu . Penuntutan pidana hanya mempunyai fungsi sebagai obat yang terakhir  . jelas korupsi tidak akan terberantas hanya dengan penjatuhan pidana yang berat saja, tanpa suatu prevensi yang lebih efektif .
Dengan pidana mati pun seperti di RRC ternyata tidak menghapus korupsi . satu hal yang sering dilipakan kurang diperhatikannya peningkatan kesadaran hukum rakyat . selalu penegak hukum saja yang diancam dengan tindakan keras, tetapi jika rakyatnya senidiri menoleransi korupsi, yang setiap kali memerlukan layanan selalau menyediakan amplop, dan setiap kena perkara langsung mencari siapa penyidik, penuntut, atau hakimnya untuk disogok, lingkaran setan korupsi tidak akan terberantas .
Di Negara Negara Afrika Bagian Selatan dirumuskan strsategi pemberantasan korupsi berbentuk piramida yang pada puncaknya adalah prevensi (pencerahan), sedangkan pada kedua sisinya masing masing pendidikan masyarakat (public education) dan pemidanaan (punishment)Dalam memberantas korupsi harus dicari penyebabnya terlebih dahulu, kemudian penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan (peningkatan kesadaran hukum) masyarakat disertai dengan tindakan represif (pemidanaa) .
b)      Kebijakan pemerintah dalam memberantas korupsi harus didukung seluruh warga
Kebijakan pemerintah dalam memberantas korupsi yang sangat serius merupakan bagian dari upaya dalam merealisasikan good governance dan clean government yaitu sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Program itu harus didukung dan dijabarkan oleh seluruh warga Departemen Pertahanan sesuai fungsi, tugas dan kewenangan masing-masing.
Seluruh warga, khususnya para pejabat untuk bekerja lebih keras dan lebih cermat sesuai aturan yang telah ditetapkan serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Lebih lanjut, ketidakcermatan dalam melaksanakan tugas bukan saja akan mengganggu tertibnya tatanan dan orientasi organisasi serta menghambat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Tetapi hal itu juga dapat merusak moral, sikap dan disiplin yang sekaligus merusak citra lembaga Untuk itu, hal yang perlu ditekankan disini untuk dipedomani dan dilaksanakan, antara lain : pertama, melaksanakan tugas sesuai fungsi, kewenangan serta aturan-aturan yang telah digariskan. Kedua, sinergi, disiplin, dan motivasi untuk memberikan yang terbaik. Ketiga, jangan mudah tergoda mengambil jalan pintas yang dapat mengarah pada hal-hal yang berpotensi merugikan, baik secara perorangan maupun kelembagaan.
c)      Upaya pemberantasan korupsi seiring kemajuan teknologi dan komunikasi
Dalam pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan pencegahan korupsi, serta ruang untuk peran serta masyarakat yang seharusnya dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap informasi. Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik sebagai salah satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sedangkan di sisi penindakan, (tanpa bermaksud mengesampingkan pro kontra yang terjadi) undang-undang memberi ruang bagi para penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat pembuktian kasus korupsi. Saat ini kita tengah menanti kehadiran Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut intersepsi dalam rangka penegakan hukum, sesuai amanah undang-undang.
Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi,   monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’. Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building, paper-less information system yang diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. KPK juga telah mengadakan berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba lainnya.
d)      Penggunaaan teknologi informasi dalam memperkuat pembuktian kasus korupsi
Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan.[5]
Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah. Dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakan lawfull interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra.
KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kesimpangsiuran informasi terjadi, ketika salah satu stasiun televisi swasta menayangkan program yang memuat upaya penindakan KPK lengkap dengan pemutaran rekaman hasil penyadapan yang dilakukan KPK.Terkait dengan banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan para terperiksa, terdakwa, dan terpidana kasus-kasus yang ditangani KPK, ada sebagian masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya.
Selama ini, KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan kami cermati sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Dalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa : “……..Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”.
Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa pula – sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku. Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan atas kasus terorisme sebagai pembanding.POLRI telah lama melakukan penyadapan untuk kasus terorisme dan tidak pernah ada yang mempermasalahkannya.
Besar kemungkinan karena kita sudah memahami bahaya terorisme. Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa seriusnya implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat Indonesia. Ketika seorang Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan dalam memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang lain, atau bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan. Namun yang selama ini kurang kita sadari - kerusakan sudah terjadi, ketika seseorang dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu - karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal, menjual obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan bermuara pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
Mengingat itu semua, masih bisakah kita dengan percaya diri mengatakan bahwa bukan perilaku koruptif kitalah yang menyebabkan rakyat di bumi yang kaya raya ini harus berdiri berjam-jam sekedar untuk mendapatkan sembako atau uang sekedarnya? Alangkah tidak sepadan jika boleh kita membandingkan antara uang suap yang berpindah tangan itu dengan ongkos dan azab yang harus ditanggung (oleh orang lain, saudara kita sendiri). Sebagai penutup, Undang-Undang ITE mensyaratkan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Para penegak hukum termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil tentu saja berkepentingan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Karenanya keterlibatan mereka dalam penyusunan Peraturan Pemerintah ini diperlukan untuk menjamin profesionalisme, tanggung jawab, dan asas keadilan dalam pelaksanaan dan pemanfaatan hasil intersepsi.

E.     KESIMPULAN
1.      Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat pemakalah simpulkan bahwa. korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

2.      Adapun faktor pendorong terjadinya korupsi di Indonesia antara lain :
a)      Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat;
b)      Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan;
c)      Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara.
3.      Dampak negatif  korupsi antara lain :
a)      Terhadap demokrasi, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
b)      Terhadap perekonomian, korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
c)      Terhadap kesejahteraan umum negara, korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.


DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi,(2005), Pemberantasan Korupsi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada

Dikoro Wirdjono Projo,(2005),Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Jakarta,PT Raja Grafindo Pesada

Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua. (Jakarta  Sinar Grafika. 2007)

Cansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.  Jakarta : Balai Pustaka.


[1] Hamzah Andi, Pemberantasan Korupsi, (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, 2008)  h. 15
[2] Dikoro Wirdjono Projo, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Pesada, 2005) h. 5
[3] Dikoro Wirdjono Projo, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Pesada, 2005) h. 7
[4] Hamzah Andi, Pemberantasan Korupsi, (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, 2008)  h. 25
[5] Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua. (Jakarta  Sinar Grafika. 2007) h. 13

No comments:

Post a Comment