Thursday, April 19, 2018

MAKALAH KECERDASAN MUSIKAL ANAK USIA DINI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Para ahli mengatakan bahwa musik adalah jendela hati dan merupakan bahasa universal. Dengan musik orang dapat mengungkapkan isi hatinya, bahkan dengan musik pula orang dapat mempengaruhi hati. Kecerdasan ritmik musikal adalah kemampuan seseorang untuk menyimpan nada didalam benaknya, untuk mengingat irama, dan secara emosional terpengaruhi oleh musik. Kecerdasan musikal merupakan suatu alat yang potensial karena harmoni dapat masuk kedalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang tersembunyi didalam jiwa (plato).
Kecerdasan ini merupakan perspektif neurologis. Kecerdasan musikal adalah kecerdasan yang paling awal tumbuh dalam diri manusia. Detak jantung, denyut nadi, dan suara pencernaan makanan dalam rahim ibu merupakan materi awal yang diterima seorang anak manusia dalam menumbuhkan kecerdasan musikalnya.
Gardner mendefiinisikan intelgensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa inteligensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya. Inteligensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi Gardner karena seseorang baru sungguh berinteligensi tinggi bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin tinggi inteligensinya bila ia dapat memecahkan persoalan dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup yang sungguh kompleks. Maka, untuk mengerti inteligensi seseorang yang menonjol perlu dilihat bagaimana orang itu menghadapi persoalan nyata dalam hidup.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan kecerdasan musikal?
2.      Bagaimana efek dari adanya mendengarkan musik bagi kecerdasan anak?
3.      Bagaimana efek dari bermain musik bagi kecerdasan anak?
4.      Bagaimana efek bermain musik bagi kemampuan kognitif anak?

C.    Tujuan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah pengembangan permainan edukatif II
2.      Untuk memahami tentang kecerdasan musikal bagi Anak Usia Dini.

D.    Manfaat 
Adapun manfaat dalam pembahasan makalah ini adalah :
1.      Sebagai wawasan kita bagi para calon guru untuk memahami anak
2.      Sebagai rujukan bagi orang tua dalam memahami bakat yang ada di dalam diri anak, sehingga dapat mudah dalam mengembangkannya


3.       
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Oleh karena itu, musik juga bisa disebut sebagai bahasa emosi yang mampu memengaruhi hati seseorang. Bahkan, musik juga mampu membuka perasaan dalam hati yang paling dalam, dan hal ini tidak bisa dilakukan oleh seni lain kecuali musik.[1]
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama pola titi nada, dan warna nada, juga kemampuan mengapresiasi bentuk ekspresi musikal. Seseorang dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal menyusun/mengarang melodi dan lirik, bernyanyi kecil, menyanyi dan bersiul. Mereka juga mudah mengenal ritme, mengingat irama dan lirik dan memainkan instrument musik.
Kecerdasan Musikal dapat diperoleh terhadap:
1.      Kesenangan dan kemampuan mereka menyanyi dan menghafal lagu, bersiul, bersenandung, dan mengetuk-mengetuk benda untu membuat bunyi berirama;
2.      Kepekaan mereka menangkap nada-nada, irama, dan kemampuan menyesuaikan suara dengan nada yang mengiringi;
3.      Kecenderungan musikal saat anda bicara dan kemerduan suara mereka saat bernyanyi;
4.      Mereka mengenali berbagai barbagai jenis suara disekitarnya, mulai dari suara mesin, hewan, manusia, dan suara khas lainnya.
Hampir semua anak memiliki kecerdasan ini, dan cara belajar yang baik untuk mereka adalah dengan nada, irama dan melodi. Oleh karena itu, guru perlu memfasilitasi anak agar dapat berekspresi secara musikal melalui salam beriram, menyanyi bersama, tepuk bernada, dan suara disekitarnya.
Secara fitrah atau kodrati, semua orang mempunyai ketertarikan terhadap musik. Apapun bentuk dan jenis musik yang ada, setiap orang pasti mempunyai ketertarikan terhadap musik, walaupun musik yang menarik bagi orang yang satu dengan orang yang lain berbeda-beda. Banyak orang (terutama para pemuda) yang sangat senang mendengarkan musik bahkan dengan suara yang memekakkan telinga. Anehnya, mereka sangat menikmati suara super keras tersebut. Lebih dari itu, ketika mereka belajar, bekerja, bersantai ria dan lain sebagainya, musik seolah-olah telah menjadi teman setia yang sulit untuk dipisahkan. Bahkan, ada sebagian pemuda yang mengaku bahwa dengan musik, bekerja lebih bersemangat, belajar lebih tahan lama, pikiran selalu segar, dan hati selalu senang.[2]
Dalam hal ini, Plato sebagaimana dikutip May Lwin mengatakan bahwa semua orang mempunyai "jendela hati” untuk merasakan sesuatu ketika sesuatu tersebut diungkapkan dengan musik. Dengan kata lain, musik dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kecerdasan seseorang karena dengan musik pesan dapat ditangkap lebih dalam, belajar lebih tahan lama, bekeija lebih bersemangat, pikiran selalu segar ifresh), dan hati selalu riang. Tentu, suasana yang demikian akan sangat menunjang kesuksesan seseorang.
Sayangnya, sekolah-sekolah atau pendidikan di negeri ini tidak memasukkan pelajaran musik sebagai mata pelajaran yang serius. Pelajaran musik hanya sekadar “numpang lewat” di tengah-tengah geliat pelajaran lainnya. Itu pun hanya sebatas bernyanyi, tidak memainkan alat musik secara langsung. Bernyanyi pun hanya terbatas pada lagu-lagu nasional yang sering kali kurang menarik. Akhimya, pelajaran musik semakin dikesampingkan dan dianggap tidak begitu penting. Padahal pada abad pertengahan dan masa renaissance atau pencerahan, musik menjadi salah satu pilar dari empat pilar pendidikan, yaitu musik, geometri, astronomi, dan aritmatika. Bahkan, Plato pernah berkomentar mengenai musik ini dengan mengatakan bahwa “Pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu instrumen yang lebih potensial dari yang lainnya karena irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat tersembunyi dalam jiwanya.”[3]
Tidak diragukan lagi bahwa pada masa itu, pelajaran musik memegang peranan penting bagi prestasi akademik peserta didik. Hal ini dibuktikan oleh sekolah St. Augustine School of the Arts, Amerika. Di sekolah ini, hampir semua peserta didiknya berasal dari keluarga miskin dan terbelakang. Namun, mereka sangat senang belajar, terlebih lagi ketika belajar musik. Mereka sangat bersemangat belajar musik, sampai-sampai mengambil les di luar sekolahnya untuk bermain musik. Hasilnya? Anak-didik di sekolah ini mempunyai prestasi akademik yang termasuk paling tinggi di seluruh Amerika. Lebih dari itu, survei membuktikan bahwa tiga dari 17 negara yang peserta didiknya setingkat SMP unggul di bidang sains adalah negara yang memasukkan pelajaran musik dengan sangat intensif di dalam kurikulum sekolahnya. Ketiga negara tersebut adalah Hongaria, Jepang, dan Belanda. Penting bagi prestasi akademik peserta didik. Dengan kata lain, kecerdasan musikal dapat memperkuat kecerdasan lain, terutama linguistik dan matematis-logis. Hal itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dee Dickinson, seorang pendiri New Horizon for Leaming, yaitu jaringan pendidikan intemasional nirlaba yang berkedudukan di Washington menyatakan bahwa sekolah yang mengintegrasikan pelajaran musik dalam kurikulum sejak taman kanak-kanak (TK) mampu meningkatkan kecerdasan visual dan logika. Hal ini dibuktikan oleh seorang alumni sekolah Hongaria yang meraih peringkat ke-1 dalam bidang sains modern .
Menurut Frank Wood, musik adalah bahasa perdana otak, dan menyanyi adalah jenis musik paling awai. Di sisi lain, musik merupakan bagian dari seni. Jadi, antara seni, musik, dan menyanyi merupakan tiga aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. Musik, termasuk bernyanyi memberikan efek pada otak dengan cara menstimulasi intelektual dan emosional. Musik juga memengaruhi fisik dengan cara mengubah kecepatan detak jantung, sistem pemapasan, tekanan darah, dan gerakan otot. Hal ini menunjukkan bahwa musik mempunyai basis neurologi di dalam otak, khususnya cortex frontal, amygdala, dan sistem limbik.[4]
Beberapa riset di bidang neurosains menunjukkan bahwa bayi yang berusia tiga (3) bulan dapat mempelajari dan mengingat gerakan-gerakan tertentu ketika lagu-lagu tertentu dinyanyikan. Bahkan, bayi  telah mampu merespons intonasi harmoni sejak usia 3-4 bulan dan dapat membedakan dua intonasi musik yang beru rutan, serta mengenali melodi saat dimainkan dengan kunci atau nada berbeda. Selanjutnya, pada usia 7 bulan, bayi mulai mampu mengkategorikan pola-pola irama dan melodi berdasarkan indikator- indikator tertentu. Lebih dari itu, ketika anak-anak memasuki usia prasekolah, secara spontan mampu menggunakan musik pada saat bermain dan berkomunikasi.
Hal ini menunjukkan bahwa musik dapat digunakan untuk stimulasi memori atau daya ingat anak usia dini. Artinya, di dalam otak anak (bayi) terdapat area tertentu yang menjadi basis neurologis pengolahan musik. Misalnya, pada cortex auditori terdapat area yang disusun untuk memproses nada dan suara. Selain itu, kemampuan otak untuk merespons musik secara emosional berhubungan dengan biologi dan budaya. Aspek-aspek biologis didukung oleh fakta bahwa otak memiliki area terspesialisasi yang secara khusus merespons musik yang kemudian secara otomatis memicu respons emosional.
Sebuah eksperimen dilakukan di Inggris terhadap anak-anak usia 4-6 tahun yang kemampuan membacanya di bawah rata-rata diberikan treatment musik. Setiap selesai kegiatan atau pembelajaran, mereka bermain musik. Anak-anak tersebut diajak bernyanyi diiringi dengan musik dan bermain musik dalam sebuah kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai latihan emosi. Setelah tiga bulan, mereka dapat mengejar teman-temannya yang berada di kelompok rata-rata. Program yang terstruktur dan dapat dinikmati anak-anak ini kemudian terbukti mampu meningkatkan kemampuan otak atau kecerdasannya, seperti tampak adanya peningkatan kemampuan baca mereka.
Periode empat hingga enam tahun merupakan periode untuk pematangan yang sangat mengairahkan. Di samping itu, pada usia ini kemampuan anak untuk bergerak dan bernyanyi mengikuti irama dan mengekspresikan seni sedang tumbuh dengan pesat. Penelitian terkini mendukung asumsi-asumsi lama bahwa anak-anak semuda ini bisa berhasil jika tubuh dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Studi pemindaian otak menunjukkan bahwa stimulasi area saraf tergantung dari jenis musiknya. Nada melodi menstimulasi area-area yang membangkitkan perasaan senang, sedangkan suara- suara sumbang mengaktifkan area limbik lainnya yang memproduksi emosi buruk.
Selama ini musik mozart menjadi pusat kajian para neurosaintis untuk mengetahui efek mozart terhadap perkembangan kecerdasan. Sayangnya, temuan-temuan para neurosaintis banyak disalahpahami para praktisi, termasuk guru PAUD. Misalnya, terdapat anggapan bahwa musik mozart dapat meningkatkan kecerdasan (IQ) anak secara signifikan. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah musik mozart hanya sebatas meningkatkan logika spasial-temporal. Logika spasial-temporal hanyalah bagian kecil dari komponen IQ. Tentunya pendapat atau anggapan ini merupakan klaim yang terlalu gegabah dan tidak didukung bukti-bukti riset terpercaya.
Perlu diketahui pula, efek mendengarkan musik berbeda dengan efek bermain musik karena otak merespons secara berbeda atas dua kegiatan (mendengarkan musik dan bermain musik) yang berbeda.
B.     Efek Mendengarkan Musik bagi Kecerdasan Anak
Bunyi termasuk musik ditransmisikan menuju telinga dalam dan diatur berdasarkan frekuensi-frekuensi gelombang otak. Selanjutnya, di dalam klokea (bagian telinga dalam) sel-sel yang berbeda merespons frekuensi yang berbeda pula, dan sinyalnya dipetakan pada cortex auditori. Kemudian, hemisfer kiri akan merespons ritme dari musik yang diterima. Adapun intonasi, melodi, dan harmoni dalam musik tersebut akan diolah hemisfer kanan. Namun demikian, hal ini bukan berarti kedua hemisfer terpisah. Hal ni sebatas dominasi kerja otak. Selanjutnya, oleh kedua hemisfer, musik ditransmisikan menuju lobus frontal. Pada lobus frontal inilah musik secara otomatis menstimulasi emosi, pikiran, dan pengalaman masa lalu. Sebagai implikasinya, sel-sel otak menjadi lebih sensitif terhadap bunyi-bunyi penting dan nada-nada musikal yang esensial sehingga semakin banyak sel-sel saraf yang saling berkoneksi. Semakin banyak sel-sel saraf yang berkoneksi, semakin cerdas otak anak dibuatnya.[5]
Musik tidak harus selalu didengar, tetapi musik bisa diimajinasikan. Hal ini dikarenakan musik memasuki memori jangka panjang sehingga bisa diingat setiap saat. Inilah sebabnya mengapa banyak orang yang begitu mudah hafal lagu dengan musik. Ketika sebuah musik diimajinasikan, sel-sel otak yang diaktivasi sangat mirip untuk tidak mengatakan sama persis dengan sel yang digunakan saat orang tersebut benar-benar mendengarkan musik. Artinya, lobus frontal tidak membedakan mana musik yang didengar secara langsung dengan musik hasil imajinasi.
Selanjutnya, musik juga mempunyai efek terapis. Sejumlah studi melaporkan bahwa musik mampu meningkatkan fungsi-fungsi imunitas pada anak. Anak-anak yang lahir dalam keadaan prematur di rumah sakit lalu diperdengarkan musik, pulang lebih cepat daripada anak-anak prematur yang tidak diperdengarkan musik.
Sekolah St. Augustine School of the Arts, Amerika melaporkan bahwa di sekolah ini hampir semua peserta didiknya berasal dari keluarga miskin dan terbelakang. Tetapi, mereka sangat senang belajar, terlebih lagi ketika belajar musik. Mereka sangat bersemangat belajar musik, sampai-sampai mengambil les di luar sekolahnya untuk bermain musik. Hasilnya? Anak-didik di sekolah ini mempunyai prestasi akademik yang termasuk paling tinggi di seluruh Amerika.189 Lebih dari itu, survei membuktikan bahwa tiga dari 17 negara yang peserta didiknya setingkat SMP, unggul di bidang sains adalah negara yang memasukkan pelajaran musik dengan sangat intensif di dalam kurikulum sekolahnya. Ketiga negara tersebut adalah Hongaria, Jepang, dan Belanda.[6]
Hal ini membuktikan bahwa pelajaran musik memegang peranan penting bagi prestasi akademik peserta didik. Dengan kata lain, kecerdasan musikal dapat memperkuat kecerdasan lain, terutama linguistik dan matematis-logis. Hal itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dee Dickinson, seorang pendiri New Horizon for Leaming, yaitu jaringan pendidikan intemasional nirlaba yang berkedudukan di Washington, menyatakan bahwa sekolah yang mengintegrasikan pelajaran musik dalam kurikulum sejak taman Kanak-Kanak (TK) mampu meningkatkan kecerdasan visual dan logika. Hal ini dibuktikan oleh seorang alumni sekolah Hongaria yang meraih peringkat ke-1 dalam bidang sains modern
Dengan kecerdasan musikal yang dimilikinya, seseorang dapat memperoleh berbagai manfaat, diantaranya:
1.      Memiliki pengetahuan bagaimana cara meredusir stress yang sedang dialaminya.
2.      Meningkatkan kemampuan kreativitas dirinya maupun orang lain.
3.      Menggali berbagai kemampuan terpendam untuk kepentingan belajarnya dan mengingat berbagai informasi tentang sesuatu: orang, tempat, benda dan sebagainya.
4.      Mengasah suasana hati untuk lebih mengoptimalkan keberadaan dirinya.
5.      Memiliki pengetahuan untuk memperdalam hubungan personalnya dengan orang lain.
Meski dalam ukuran dan bentuk yang berbeda, pada dasarnya setiap orang  memiliki potensi kecerdasan musikal. Oleh karena itu, pendidikan seni musik menjadi penting. Melalui pendidikan musik  yang tepat dan terarah akan membantu mengembangkan manusia menjadi lebih berbudaya, memiliki keseimbangan antara pikiran, perasaan dan perilakunya. Jika potensi kecerdasan ini tidak  mendapatkan penyaluran yang tepat,  melalui pendidikan yang tepat, maka yang dikhawatirkan adalah kebalikan dari hakikat musik itu sendiri. Bukannya menghasilkan manusia-manusia yang berbudaya, tetapi malah justru menghasilkan manusia-manusia yang menanggalkan nilai-nilai budayanya  sendiri, dengan menampilkan perilaku-perilaku “eksentrik”-nya yang kebablasan.  Oleh karena itu, mari kita bermusik,  jadikan hidup ini lebih indah…
Di Indonesia, pelajaran musik tidak dianggap sebagai mata pelajaran serius. Pelajaran musik hanya sekadar "numpang lewat” ditengah-tengah geliat pelajaran lainnya. Itu pun hanya sebatas bernyanyi, tidak memainkan alat musik secara langsung. Bernyanyi pun hanya terbatas menyanyikan lagu-lagu wajib nasional. Akhimya, pelajaran musik semakin dikesampingkan dan dianggap tidak begitu penting. Padahal, pada abad pertengahan dan masa Renaissance atau pencerahan, musik menjadi salah satu pilar dari empat pilar pendidikan, yaitu musik, geometri, astronomi, dan aritmatika. Bahkan, Plato pernah berkomentar mengenai musik ini dengan mengatakan bahwa "Pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu instrumen yang lebih potensial daripada yang lainnya karena irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat tersembunyi dalam jiwanya.”[7]

C.    Efek Bermain Musik Bagi Kecerdasan Anak
Aktif bermain musik mempuyai efek yang lebih baik dari sekadar menjadi pendengar musik secara pasif. Di samping itu, bermain musik bagi anak-anak dapat menstimulasi gerak motorik halus. Bermain musik juga dapat menghasilkan perubahan-perubahan struktur otak yang kuat dan permanen, seperti perluasan pada area- area cortex auditori, cortex motorik, otak kecil, dan corpus callosum.
Temuan neurosains tersebut mengundang sejumlah kritik terhadap konsep bakat, khususnya bakat musik. Apakah anak yang berbakat musik juga termasuk bakat-bakat yang lain area-area tertentu dalam otaknya berbeda dengan otak anak yang tidak berbakat musik? Apakah perbedaan otak pemusik dikarenakan latihan, atau perbedaan itu sudah ada sebelum pemusik tersebut belajar musik (bawaan lahir)?
Pertanyaan tersebut segera dapat dijawab dengan mudah oleh para neurosaintis melalui eksperimentasi mereka. Para neurosaintis melakukan uji coba terhadap sekelompok anak berusia 5-7 tahun yang baru mulai belajar bermain piano atau alat musik petik. Mereka kemudian dibandingkan dengan kelompok anak lain yang tidak bermain musik. Hasilnya sangat mengejutkan. Dalam waktu tiga minggu, otak anak yang bermain musik menunjukkan peningkatan aktivitas pada area cortex auditori. Percobaan ini menunjukkan bahwa perbedan otak pada pemusik profesional sebagai hasil dari latihan, bukan diturunkan atau bawaan sejak lahir.
Sebuah studi yang lebih spesifik dan serius dilakukan oleh Rauscher, sebagaimana dikutip Sousa. Studi tersebut berupaya mendeteksi efek bermain musik pada anak usia dini yang melibatkan 78 anak dari tiga Taman Kanak-kanak di California. Anak-anak tersebut dibagi ke dalam empat kelompok.
Kelompok pertama disebut kelompok Keyboard karena khusus bermain piano selama 12 sampai 15 menit dua kali seminggu disertai belajar bernyanyi. Kelompok kedua disebut kelompok Singing karena khusus berlatih menyanyi selama 30 menit lima kali dalam seminggu. Kelompok ketiga disebut kelompok Computer karena kelompok ini khusus belajar komputer. Kelompok keempat disebut kelompok No Lessons karena kelompok ini tidak diajarkan materi tambahan apapun.
Setelah enam bulan, anak-anak yang berlatih (belajar) bermain Piano atau Keyboard skor untuk tugas-tugas logika spasial-temporalnya meningkat sebanyak 34 persen. Akan tetapi, ketiga kelompok yang lain tidak mengalami peningkatan skor yang signifikan (hanya 0,2-0,3 persen) terhadap tugas-tugas yang lainnya.192 Untuk lebih jelasnya, lihat grafik berikut ini.
Gambar 8.2 Efek Bermain Musik bagi Peningkatan Tugas-Tigas Spasial-Temporal
Pertanyaannya adalah mengapa latihan bermain piano atau keyboard mampu meningkatkan logika spasial-temporal sebanyak 34 persen, sedangkan latihan menyanyi dan komputer tidak menunjukkan pengaruh apapun? Para neurosaintis menjelaskan bahwa bermain musik memengaruhi jalur saraf yang bertanggung jawab terhadap logika spasial-temporal, dan efek ini jelas terlihat pada otak anak- anak. Hal ini dikarenakan terjadi kombinasi antara input fisikal berupa penekan tombol piano melalui jari-jari anak, input auditori berupa bunyi not atau nada, dan input visual berupa posisi tangan pada pap piano. Dengan demikian, interaksi yang terjadi pada latihan piano jauh lebih kompleks daripada yang terjadi pada menyanyi dan penggunaan komputer. Memang komputer adalah teknologi tinggi yang sangat penting diperkenalkan kepada anak. lebih efektif.
Penelitian-penelitian lain yang memfokuskan hubungan antara musik dan otak akhir-akhir ini semakin menarik. Salah satu di antaranya adalah penelitian yang dipimpin Y. C. Ho, Cheung dan Chan. Mereka melibatkan 90 anak laki-laki usia 6 sampai 15 tahun. Metode penelitian yang dilakukannya adalah 50 persen dari jumlah anak yang terlibat dilatih bermain piano terlebih dahulu, 50 persen lainnya tanpa distimulasi apapun. Setelah empat tahun, anak-anak yang telah bermain piano mengalami peningkatan memori verbal yang sangat baik, tetapi tidak menunjukkan perbedaan dalam hal memori visual. Atas dasar ini, dapat diketahui bahwa bermain musik dapat memperluas lobus temporal kiri (tempat atau area Broca dan Wemicke).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bermain musik dapat meningkatkan memori keija. Pemusik profesional bekeija lebih baik dalam tes yang melibatkan memori keija, termasuk visual, fonologis, dan memori eksekutif. Hal ini terjadi karena pemusik memiliki sumber daya saraf yang lebih besar bagi pemrosesan auditori dan memori sehingga usaha-usaha mental yang dibutuhkan pemusik dalam mengajarkan tes lebih dari usaha-usaha yang dibutuhkan orang normal.

D.    Efek Bermain Musik terhadap Kemampuan Kognitif
Dalam perkembangannya, studi-studi riset yang berusaha mengetahui pengaruh musik terhadap kemampuan lain, seperti: logika, bahasa, sosio-emosional, moral, dan lain sebagainya terus dilakukan. Namun demikian, hingga saat ini studi yang paling berani dan banyak menemukan adanya indikasi keterkaitan musik adalah logika kognitif, khususnya matematika. Artinya, bermain musik (piano) mempunyai implikasi terhadap peningkatan kemampuan berhitung pada anak secara signifikan. Hal ini dikarenakan musik tergantung pada bilangan pecahan untuk mendapatkan tempo dan pembagian waktu interval dalam kecepatan, oktaf, dan harmoninya.[8]
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan hubungan bermain musik dengan kemampuan kognitif (berhitung) atau matematika.
1.      Pola. Musik penuh dengan perubahan kunci, pola, irama, dan nada. Bermain musik berarti belajar mengenali pola sekaligus mengunakannya untuk membuat variasi melodi. Misalnya, membalik pola suatu lagu (counterpoint) sama halnya dengan membuat harmoni baru.
2.      Menghitung. Bermain musik harus bisa berhitung karena untuk menentukan jumlah ketukan, mengatur jeda, dan menghitung berapa panjang nada.
3.      Geometri. Bermain musik harus menggunakan geometri untuk mengingat posisi jari pada nada atau kunci tertentu. Sekadar contoh, jari-jari pemain gitar membentuk segitiga pada leher gitar.
4.      Rasio Pembanding dan Persamaan Pecahan. Bermain musik harus mampu membaca notasi musik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terhadap rasio dam pembanding karena not bernilai setengah harus dimainkan dua kali dan not bernilai seperempat harus dimainkan empat kali. Dalam hal ini, perlu juga dipahami perbedaan ritme antara waktu 3/4 dengan waktu 4/4.
5.      Urutan. Musik dan matematika berkaitan melalui urutan yang disebut interval. Interval dalam matematika adalah selisih antara dua bilangan, sedangkan interval dalam musik adalah rasio frekuensi musik. Lebih jauh lagi, progresi aritmatika dalam musik memiliki kesamaan dengan progresi aritmatika dalam matematika itu sendiri.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian di atas, para neurosaintis mengajukan tesis dalam setiap risetnya, “bagaimana dua kemampuan ini musik dan matematika diproses dalam satu otak yang sama?” pertanyaan ini sekaligus membongkar mitos lama tentang fungsi otak kiri (logis-matematis) dan otak kanan (musikalis-holistik). Pasalnya, bermain musik sama halnya mengaktivasi “otak kiri”. Padahal, selama ini musik dipahami sebagai wilayah “otak kanan”.
Beberapa studi terbaru melalui alat teknologi pemindaian otak FMRI menemukan bahwa bermain musik mengaktifkan area-area' otak, yang sama dengan area yang diaktifkan pada saat memproses soal-soal matematika. Atas dasar ini, para neurosaintis berkesimpulan bahwa anak-anak usia dini yang bermain musik secara intensif persis untuk mengerjakan soal-soal numerik dan matematika.193 Temuan ini mempunyai implikasi yang sangat signifikan karena matematika atau berhitung, terlebih lagi bilangan pecahan baru boleh dikenalkan pada kelas lima atau enam SD. Namun di tingkat PAUD, pembelajaran matematika dapat diberikan dalam bermain musik. Temuan neurosains ini merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi dunia PAUD di tengah kontroversi calistung selama ini.

E.     Tema Alat Komunikasi Dan Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk menyimpan nada dalam benak seseorang, untuk mengingat irama itu dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Seorang filsuf besar, Plato, menyatakan bahwa pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu instrumen yang lebih potensial daripada yang lainnya.[9] Hal ini terjadi karena irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat tersembunyi dalam jiwanya. Beberapa anak berkecerdasan musikal tinggi yang dapat disebut di sini adalah sebagai berikut.
Pertama, Wolfgang Amadeus Mozart. la adalah seorang komposer klasik pertama yang musiknya memperlihatkan kejernihan, selera, dan keseimbangan serta mencakup serangkaian perasaan dalam berbagai bentuk, vokal, dan instrumental, sakral sekaligus sekuler. Ketika ia masih berusia 4 tahun, ia mampu mempelajari sebuah musik dalam waktu setengah jam. Pada usia lima tahun, kemampuannya memainkan musik meningkat pesat, yakni mampu memainkan klavier (semua jenis musik keyboard) dengan sempurna. Pada usia enam tahun, kemampuannya mencapai puncaknya, yaitu mampu mengarang lagu dan menulis simfonia. Kepiawaiannya bermain musik tidak lama menjadi tenar, semenjak ia mengikuti tur ke seluruh benua Eropa bersama ayahnya, Leopald Mozart. Ternyata, ayahnya tersebut seorang pemain musik yang telah tersohor di belantara musik dunia.
Kedua, Ludwing van Beethoven. la adalah orang yang hidup tanpa indra pendengaran, tetapi mampu tercatat sebagai salah satu komposer terkemuka. Prestasinya di belantara musik dunia adalah kesuksesannya dalam menciptakan kuarter string dan jenis musik ruang lainnya. Lagu-lagu, doa misa, sebuah opera, dan sembilan simfoni. Simfoninya yang paling terkenal adalah No. 9 dengan D minor op. dari musik klasik. Kemudian, karyanya tersebut disempurnakan dengan koor final berdasarkan puisi Ode to ioy karya seorang penulis Jerman, Friedrich von Schiller. Konon, simfoni ciptaannya ini menggambarkan suatu perjuangan awai dengan kemalangan kerukunan sosial yang mendidik.[10]
Ketiga, Andrew Llyod Webber, la adalah seorang komposer Joseph and the Amazing Technicolor Dreamcoat, Jesus Crist Superstar, musik film Gumshoe dan The Odessa File, Evita, Variations dan Tell me on a Sunday yang digabungkan sebagai Song & dance, Cats, Starlight, Exspress, Requiem, The Phantom of The Opera, Aspect of Love, Sunset Boulevard, By Jeeves, Whistle Down the Wind dan The Beautiful Game. Dia telah memenangkan enam piala Tony, empat piala Drama Desk, tiga Grammy termasuk Komposisi Kontemporer Klasik Terbaik untuk Requiem pada tahun 1986 dan lima penghargaan Laurence Olivier. Selanjutnya, pada tahun 1992, dia memperoleh penghargaan kelestarian karena jasanya terhadap seni dan dimasukkan ke dalam American Songwriters' Hall of Fame tiga tahun kemudian.
Kecerdasan musikal merupakan kemampuan menangani bentuk musik, yang meliputi kemampuan mempersepsi bentuk musikal (menikmati musik dan bunyi-bunyi berpola nada); kemampuan membedakan bentuk musik (membedakan dan membandingkan ciri bunyi musik, suara, dan alat musik); kemampuan mengubah bentuk musik (mencipta dan mengubah versi musik); serta kemampuan mengekspresikan bentuk musik (bernyanyi, bersenandung, bersiul).[11]
Komponen inti dalam kecerdasan ini meliputi kepekaan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola nada dan warna nada, serta bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kompetensinya mencakup kemampuan dalam menciptakan lagu, membentuk irama, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat musik. Adapun ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan musik tinggi, antara lain:

No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 Tahun
Mendengar musik. Mampu bertepuk tangan.
2
1-2 Tahun
1.      Mampu mendengarkan musik dan mengikuti irama.
2.      Mampu bertepuk tangan mengikuti irama.
3
2-3 Tahun
1.      Senang mendengarkan musik dan mengikuti irama.
2.      Mampu bertepuk tangan secara bervariasi.
3.      Mampu memukul-mukul benda membentuk irama. Senang bernyanyi atau menari.
4
3-4 Tahun
1.      Senang menari-narikan tangan jika mendengarkan musik.
2.      Mampu menyanyikan cuplikan-cuplikan lagu sesuai irama.
3.      Mampu bertepuk tangan membentuk irama.
4.      Senang memukul-mukul benda sesuai dengan irama.
5
4-5  Tahun
1.      Mengenal dan mampu menyebut nama-nama lagu populer.
2.      Sering meliuk-liukkan tubuh sesuai dengan irama.
3.      Mampu menepuk-nepukkan tangannya membentuk irama.
4.      Mampu memainkan alat musik tertentu Melukis dengan alat bervariasi.
6
5-6 Tahun
1.      Mampu bernyanyi secara kor (kelompok).
2.      Mampu mengikuti gerak tari sebuah lagu sederhana. Menyanyikan lagu diiringi musik.
3.      Mampu memainkan alat musik.
4.      Mampu melukis dengan alat dan bahan bervariasi.

Kecerdasan musikal sebagaimana disebutkan di atas dapat dikembangkan melalui implementasi kurikulum PAUD 2013 secara implisit dan inovatif. Misalnya, tema "Alat Komunikasi". Tema ini dapat diinovasi sehingga secara tidak langsung dapat mengembangkan kecerdasan musik anak. Caranya adalah dengan mengenalkan secara langsung berbagai macam alat komunikasi, baik tradisional maupun modern . Untuk mengenalkan alat tradisional seperti lonceng, kentungan, atau bedug, guru bisa mengajak anak bersama-sama membunyikan alat komunikasi tradisional tersebut. Untuk mengenalkan alat komunikasi modern  seperti telepon, guru bisa mengajak anak menyanyikan lagu berjudul "Telepon", kemudian memperagakan bagaimana cara menelepon ataupun menerima telepon dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut ini.[12]

Rounded Rectangle: Kegiatan Inti (3-4 Kegiatan)
Dalam Setiap subtema atau setiap hari

Aspek-aspek Kecerdasan musik yang dapat di kembangkan:
1.        Menyanyikan lagu diiringi musik
2.        Memukul benda  sesuai irama
3.        …dsterusnya
 
 








Skema di atas menjelaskan bahwa tema "Alat Komunikasi" dalam kurikulum PAUD dapat diinovasi untuk mengembangkan kecerdasan musik secara implisit. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti tema "Alat Komunikasi" hanya bisa untuk mengembangkan kecerdasan musik saja, tetapi juga kecerdasan yang lain, seperti visual spasial, verbal-linguistik, dan kinestetik. Hal ini bisa terjadi karena dalam kegiatan inti, anak juga menggambar berbagai macam alat komunikasi (kecerdasan visual-spasial), menceritakan pengalaman mereka mengenai alat komunikasi yang pernah dilihat (kecerdasan verbal linguistik), dan memperagakan cara menelepon maupun menerima telepon (kecerdasan kinestetik).
Selain tema "Alat Komunikasi", tema "Kebutuhanku" juga dapat meningkatkan kecerdasan musikal. Caranya adalah mengajak anak-anak untuk membuat jus mangga yang bisa diminum, tetapi sebelum membuat jus terlebih dahulu guru bersama anak-anak menyanyikan lagu "Makanan Sehat" dengan diiringi musik.


Lirik Lagu 'Makanan Sehat'
Tidak memakai bahan pewarna
Tidak memakai bahan pengawet
dan bahan-bahan yang berbahaya
Bergizi tinggi
Kaya vitamin
protein,
karbohidrat,
lemak,  mineral
Itulah ciri makanan sehat 2x

Lagu dan skema di atas menjelaskan bahwa tema "Kebutuhanku" dalam kurikulum PAUD dapat diinovasi untuk mengembangkan kecerdasan musikal secara implisit. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti tema "Kebutuhanku" hanya bisa untuk mengembangkan kecerdasan musik saja, tetapi juga kecerdasan yang lain, seperti verbal-linguistik. Hal ini bisa terjadi karena dalam kegiatan inti, anak juga dikenalkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan untuk membuat jus mangga (verbal-linguistik).





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi musikal merupakan kecerdasan untuk mengmbangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk musik dan suara. Kecerdasan musikal merupakan kemampuan mengubah lagu, bernyanyi dan memainkan alat musik. Tata suara yang hingar bingar akan langsung memicu kecerdasan musikal pada diri anak.
Kecerdasan musikal merupakan kecerdasan pertama yang harus dikembangkan dilihat dari sudut pandang biologi (saraf). Kekuatan musik, suara dan irama dapat menggeser pikiran, member ilham, meningkatkan ketakwaan, meningkatkan kebanggaan nasional dan mengungkapkan kasih sayang untuk orang lain. Kecerdasan musikal dapat memberi nilai positif bagi siswa karena dapat meningkatkan daya kemampuan mengingat, meningkatkan prestasi atau meningkatkan kecerdasan, meningkatkan kreatifitas dan imajinasi.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah kami, semoga dapat bermanfaat bagi rekan semua. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.



[1] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. (Bandung, PT.  Remaja Rosdakarya, 2014) h. 130
[2] Abubakar Baraja. Perkembangan Psikologi. (Jakarta Timur:Studia press, 2008) h. 55
[3] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini.  … h. 131
[4] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini.  … h. 132
[5] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini.  … h. 190
[6] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini.  … h. 191
[7] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini.  … h. 192
[8] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013. (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2015) h. 91
[9] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013.  … h. 91
[10] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013.  … h. 92
[11] Tadkiroatun Musfiroh. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008) h. 1.15
[12] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013.  … h. 93

No comments:

Post a Comment