BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Para ahli mengatakan
bahwa musik adalah jendela hati dan merupakan bahasa universal. Dengan musik
orang dapat mengungkapkan isi hatinya, bahkan dengan musik pula orang dapat
mempengaruhi hati. Kecerdasan ritmik musikal adalah kemampuan seseorang untuk
menyimpan nada didalam benaknya, untuk mengingat irama, dan secara emosional
terpengaruhi oleh musik. Kecerdasan musikal merupakan suatu alat yang potensial
karena harmoni dapat masuk kedalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang
tersembunyi didalam jiwa (plato).
Kecerdasan ini
merupakan perspektif neurologis. Kecerdasan musikal adalah kecerdasan yang
paling awal tumbuh dalam diri manusia. Detak jantung, denyut nadi, dan suara
pencernaan makanan dalam rahim ibu merupakan materi awal yang diterima seorang
anak manusia dalam menumbuhkan kecerdasan musikalnya.
Gardner
mendefiinisikan intelgensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi
yang nyata. Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa inteligensi bukan hanya
kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas
dari lingkungannya. Inteligensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan
yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini
sangat penting bagi Gardner karena seseorang baru sungguh berinteligensi tinggi
bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam hidup yang nyata, bukan hanya
dalam teori. Semakin tinggi inteligensinya bila ia dapat memecahkan persoalan
dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup yang sungguh
kompleks. Maka, untuk mengerti inteligensi seseorang yang menonjol perlu
dilihat bagaimana orang itu menghadapi persoalan nyata dalam hidup.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan dalam makalah ini adalah :
1.
Apa yang
dimaksud dengan kecerdasan musikal?
2.
Bagaimana
efek dari adanya mendengarkan musik bagi kecerdasan anak?
3.
Bagaimana
efek dari bermain musik bagi kecerdasan anak?
4.
Bagaimana
efek bermain musik bagi kemampuan kognitif anak?
C.
Tujuan
Tujuan pembahasan
makalah ini adalah untuk :
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah pengembangan permainan edukatif II
2.
Untuk
memahami tentang kecerdasan musikal bagi Anak Usia Dini.
D.
Manfaat
Adapun manfaat dalam
pembahasan makalah ini adalah :
1. Sebagai wawasan kita bagi para calon guru untuk
memahami anak
2. Sebagai rujukan bagi orang tua dalam memahami
bakat yang ada di dalam diri anak, sehingga dapat mudah dalam mengembangkannya
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal
adalah kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, dan secara emosional
terpengaruh oleh musik. Oleh karena itu, musik juga bisa disebut sebagai bahasa
emosi yang mampu memengaruhi hati seseorang. Bahkan, musik juga mampu membuka
perasaan dalam hati yang paling dalam, dan hal ini tidak bisa dilakukan oleh
seni lain kecuali musik.[1]
Kecerdasan ini
ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama pola titi nada,
dan warna nada, juga kemampuan mengapresiasi bentuk ekspresi musikal. Seseorang
dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal
menyusun/mengarang melodi dan lirik, bernyanyi kecil, menyanyi dan bersiul.
Mereka juga mudah mengenal ritme, mengingat irama dan lirik dan memainkan
instrument musik.
Kecerdasan Musikal
dapat diperoleh terhadap:
1.
Kesenangan
dan kemampuan mereka menyanyi dan menghafal lagu, bersiul, bersenandung, dan
mengetuk-mengetuk benda untu membuat bunyi berirama;
2.
Kepekaan
mereka menangkap nada-nada, irama, dan kemampuan menyesuaikan suara dengan nada
yang mengiringi;
3.
Kecenderungan
musikal saat anda bicara dan kemerduan suara mereka saat bernyanyi;
4.
Mereka
mengenali berbagai barbagai jenis suara disekitarnya, mulai dari suara mesin,
hewan, manusia, dan suara khas lainnya.
Hampir semua anak
memiliki kecerdasan ini, dan cara belajar yang baik untuk mereka adalah dengan
nada, irama dan melodi. Oleh karena itu, guru perlu memfasilitasi anak agar
dapat berekspresi secara musikal melalui salam beriram, menyanyi bersama, tepuk
bernada, dan suara disekitarnya.
Secara fitrah atau
kodrati, semua orang mempunyai ketertarikan terhadap musik. Apapun bentuk dan
jenis musik yang ada, setiap orang pasti mempunyai ketertarikan terhadap musik,
walaupun musik yang menarik bagi orang yang satu dengan orang yang lain
berbeda-beda. Banyak orang (terutama para pemuda) yang sangat senang
mendengarkan musik bahkan dengan suara yang memekakkan telinga. Anehnya, mereka
sangat menikmati suara super keras tersebut. Lebih dari itu, ketika mereka
belajar, bekerja, bersantai ria dan lain sebagainya, musik seolah-olah telah
menjadi teman setia yang sulit untuk dipisahkan. Bahkan, ada sebagian pemuda
yang mengaku bahwa dengan musik, bekerja lebih bersemangat, belajar lebih tahan
lama, pikiran selalu segar, dan hati selalu senang.[2]
Dalam hal ini, Plato
sebagaimana dikutip May Lwin mengatakan bahwa semua orang mempunyai
"jendela hati” untuk merasakan sesuatu ketika sesuatu tersebut diungkapkan
dengan musik. Dengan kata lain, musik dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
kecerdasan seseorang karena dengan musik pesan dapat ditangkap lebih dalam,
belajar lebih tahan lama, bekeija lebih bersemangat, pikiran selalu segar
ifresh), dan hati selalu riang. Tentu, suasana yang demikian akan sangat
menunjang kesuksesan seseorang.
Sayangnya,
sekolah-sekolah atau pendidikan di negeri ini tidak memasukkan pelajaran musik
sebagai mata pelajaran yang serius. Pelajaran musik hanya sekadar “numpang
lewat” di tengah-tengah geliat pelajaran lainnya. Itu pun hanya sebatas
bernyanyi, tidak memainkan alat musik secara langsung. Bernyanyi pun hanya
terbatas pada lagu-lagu nasional yang sering kali kurang menarik. Akhimya,
pelajaran musik semakin dikesampingkan dan dianggap tidak begitu penting.
Padahal pada abad pertengahan dan masa renaissance atau pencerahan, musik
menjadi salah satu pilar dari empat pilar pendidikan, yaitu musik, geometri,
astronomi, dan aritmatika. Bahkan, Plato pernah berkomentar mengenai musik ini
dengan mengatakan bahwa “Pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu
instrumen yang lebih potensial dari yang lainnya karena irama dan harmoni
merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat tersembunyi dalam
jiwanya.”[3]
Tidak diragukan lagi
bahwa pada masa itu, pelajaran musik memegang peranan penting bagi prestasi
akademik peserta didik. Hal ini dibuktikan oleh sekolah St. Augustine School of
the Arts, Amerika. Di sekolah ini, hampir semua peserta didiknya berasal dari
keluarga miskin dan terbelakang. Namun, mereka sangat senang belajar, terlebih
lagi ketika belajar musik. Mereka sangat bersemangat belajar musik,
sampai-sampai mengambil les di luar sekolahnya untuk bermain musik. Hasilnya?
Anak-didik di sekolah ini mempunyai prestasi akademik yang termasuk paling
tinggi di seluruh Amerika. Lebih dari itu, survei membuktikan bahwa tiga dari
17 negara yang peserta didiknya setingkat SMP unggul di bidang sains adalah
negara yang memasukkan pelajaran musik dengan sangat intensif di dalam
kurikulum sekolahnya. Ketiga negara tersebut adalah Hongaria, Jepang, dan
Belanda. Penting bagi prestasi akademik peserta didik. Dengan kata lain,
kecerdasan musikal dapat memperkuat kecerdasan lain, terutama linguistik dan
matematis-logis. Hal itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dee
Dickinson, seorang pendiri New Horizon for Leaming, yaitu jaringan pendidikan
intemasional nirlaba yang berkedudukan di Washington menyatakan bahwa sekolah
yang mengintegrasikan pelajaran musik dalam kurikulum sejak taman kanak-kanak
(TK) mampu meningkatkan kecerdasan visual dan logika. Hal ini dibuktikan oleh
seorang alumni sekolah Hongaria yang meraih peringkat ke-1 dalam bidang sains modern
.
Menurut Frank Wood,
musik adalah bahasa perdana otak, dan menyanyi adalah jenis musik paling awai.
Di sisi lain, musik merupakan bagian dari seni. Jadi, antara seni, musik, dan
menyanyi merupakan tiga aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. Musik, termasuk
bernyanyi memberikan efek pada otak dengan cara menstimulasi intelektual dan
emosional. Musik juga memengaruhi fisik dengan cara mengubah kecepatan detak
jantung, sistem pemapasan, tekanan darah, dan gerakan otot. Hal ini menunjukkan
bahwa musik mempunyai basis neurologi di dalam otak, khususnya cortex frontal,
amygdala, dan sistem limbik.[4]
Beberapa riset di
bidang neurosains menunjukkan bahwa bayi yang berusia tiga (3) bulan dapat
mempelajari dan mengingat gerakan-gerakan tertentu ketika lagu-lagu tertentu
dinyanyikan. Bahkan, bayi telah mampu
merespons intonasi harmoni sejak usia 3-4 bulan dan dapat membedakan dua
intonasi musik yang beru rutan, serta mengenali melodi saat dimainkan dengan
kunci atau nada berbeda. Selanjutnya, pada usia 7 bulan, bayi mulai mampu
mengkategorikan pola-pola irama dan melodi berdasarkan indikator- indikator
tertentu. Lebih dari itu, ketika anak-anak memasuki usia prasekolah, secara
spontan mampu menggunakan musik pada saat bermain dan berkomunikasi.
Hal ini menunjukkan
bahwa musik dapat digunakan untuk stimulasi memori atau daya ingat anak usia
dini. Artinya, di dalam otak anak (bayi) terdapat area tertentu yang menjadi
basis neurologis pengolahan musik. Misalnya, pada cortex auditori terdapat area
yang disusun untuk memproses nada dan suara. Selain itu, kemampuan otak untuk
merespons musik secara emosional berhubungan dengan biologi dan budaya. Aspek-aspek
biologis didukung oleh fakta bahwa otak memiliki area terspesialisasi yang
secara khusus merespons musik yang kemudian secara otomatis memicu respons
emosional.
Sebuah eksperimen
dilakukan di Inggris terhadap anak-anak usia 4-6 tahun yang kemampuan
membacanya di bawah rata-rata diberikan treatment musik. Setiap selesai
kegiatan atau pembelajaran, mereka bermain musik. Anak-anak tersebut diajak
bernyanyi diiringi dengan musik dan bermain musik dalam sebuah kelompok melalui
latihan ketepatan nada dan irama disertai latihan emosi. Setelah tiga bulan,
mereka dapat mengejar teman-temannya yang berada di kelompok rata-rata. Program
yang terstruktur dan dapat dinikmati anak-anak ini kemudian terbukti mampu
meningkatkan kemampuan otak atau kecerdasannya, seperti tampak adanya
peningkatan kemampuan baca mereka.
Periode empat hingga
enam tahun merupakan periode untuk pematangan yang sangat mengairahkan. Di
samping itu, pada usia ini kemampuan anak untuk bergerak dan bernyanyi
mengikuti irama dan mengekspresikan seni sedang tumbuh dengan pesat. Penelitian
terkini mendukung asumsi-asumsi lama bahwa anak-anak semuda ini bisa berhasil
jika tubuh dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Studi pemindaian otak
menunjukkan bahwa stimulasi area saraf tergantung dari jenis musiknya. Nada
melodi menstimulasi area-area yang membangkitkan perasaan senang, sedangkan
suara- suara sumbang mengaktifkan area limbik lainnya yang memproduksi emosi
buruk.
Selama ini musik
mozart menjadi pusat kajian para neurosaintis untuk mengetahui efek mozart
terhadap perkembangan kecerdasan. Sayangnya, temuan-temuan para neurosaintis
banyak disalahpahami para praktisi, termasuk guru PAUD. Misalnya, terdapat
anggapan bahwa musik mozart dapat meningkatkan kecerdasan (IQ) anak secara
signifikan. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah musik mozart hanya
sebatas meningkatkan logika spasial-temporal. Logika spasial-temporal hanyalah
bagian kecil dari komponen IQ. Tentunya pendapat atau anggapan ini merupakan
klaim yang terlalu gegabah dan tidak didukung bukti-bukti riset terpercaya.
Perlu diketahui pula,
efek mendengarkan musik berbeda dengan efek bermain musik karena otak merespons
secara berbeda atas dua kegiatan (mendengarkan musik dan bermain musik) yang
berbeda.
B.
Efek
Mendengarkan Musik bagi Kecerdasan Anak
Bunyi termasuk musik
ditransmisikan menuju telinga dalam dan diatur berdasarkan frekuensi-frekuensi
gelombang otak. Selanjutnya, di dalam klokea (bagian telinga dalam) sel-sel
yang berbeda merespons frekuensi yang berbeda pula, dan sinyalnya dipetakan
pada cortex auditori. Kemudian, hemisfer kiri akan merespons ritme dari musik
yang diterima. Adapun intonasi, melodi, dan harmoni dalam musik tersebut akan
diolah hemisfer kanan. Namun demikian, hal ini bukan berarti kedua hemisfer
terpisah. Hal ni sebatas dominasi kerja otak. Selanjutnya, oleh kedua hemisfer,
musik ditransmisikan menuju lobus frontal. Pada lobus frontal inilah musik
secara otomatis menstimulasi emosi, pikiran, dan pengalaman masa lalu. Sebagai
implikasinya, sel-sel otak menjadi lebih sensitif terhadap bunyi-bunyi penting
dan nada-nada musikal yang esensial sehingga semakin banyak sel-sel saraf yang
saling berkoneksi. Semakin banyak sel-sel saraf yang berkoneksi, semakin cerdas
otak anak dibuatnya.[5]
Musik tidak harus
selalu didengar, tetapi musik bisa diimajinasikan. Hal ini dikarenakan musik
memasuki memori jangka panjang sehingga bisa diingat setiap saat. Inilah
sebabnya mengapa banyak orang yang begitu mudah hafal lagu dengan musik. Ketika
sebuah musik diimajinasikan, sel-sel otak yang diaktivasi sangat mirip untuk
tidak mengatakan sama persis dengan sel yang digunakan saat orang tersebut
benar-benar mendengarkan musik. Artinya, lobus frontal tidak membedakan mana
musik yang didengar secara langsung dengan musik hasil imajinasi.
Selanjutnya, musik
juga mempunyai efek terapis. Sejumlah studi melaporkan bahwa musik mampu
meningkatkan fungsi-fungsi imunitas pada anak. Anak-anak yang lahir dalam
keadaan prematur di rumah sakit lalu diperdengarkan musik, pulang lebih cepat
daripada anak-anak prematur yang tidak diperdengarkan musik.
Sekolah St. Augustine
School of the Arts, Amerika melaporkan bahwa di sekolah ini hampir semua
peserta didiknya berasal dari keluarga miskin dan terbelakang. Tetapi, mereka
sangat senang belajar, terlebih lagi ketika belajar musik. Mereka sangat
bersemangat belajar musik, sampai-sampai mengambil les di luar sekolahnya untuk
bermain musik. Hasilnya? Anak-didik di sekolah ini mempunyai prestasi akademik
yang termasuk paling tinggi di seluruh Amerika.189 Lebih dari itu, survei
membuktikan bahwa tiga dari 17 negara yang peserta didiknya setingkat SMP,
unggul di bidang sains adalah negara yang memasukkan pelajaran musik dengan
sangat intensif di dalam kurikulum sekolahnya. Ketiga negara tersebut adalah
Hongaria, Jepang, dan Belanda.[6]
Hal ini membuktikan
bahwa pelajaran musik memegang peranan penting bagi prestasi akademik peserta
didik. Dengan kata lain, kecerdasan musikal dapat memperkuat kecerdasan lain,
terutama linguistik dan matematis-logis. Hal itu diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan oleh Dee Dickinson, seorang pendiri New Horizon for Leaming, yaitu
jaringan pendidikan intemasional nirlaba yang berkedudukan di Washington,
menyatakan bahwa sekolah yang mengintegrasikan pelajaran musik dalam kurikulum
sejak taman Kanak-Kanak (TK) mampu meningkatkan kecerdasan visual dan logika.
Hal ini dibuktikan oleh seorang alumni sekolah Hongaria yang meraih peringkat
ke-1 dalam bidang sains modern
Dengan kecerdasan
musikal yang dimilikinya, seseorang dapat memperoleh berbagai manfaat,
diantaranya:
1.
Memiliki
pengetahuan bagaimana cara meredusir stress yang sedang dialaminya.
2.
Meningkatkan
kemampuan kreativitas dirinya maupun orang lain.
3.
Menggali
berbagai kemampuan terpendam untuk kepentingan belajarnya dan mengingat
berbagai informasi tentang sesuatu: orang, tempat, benda dan sebagainya.
4.
Mengasah
suasana hati untuk lebih mengoptimalkan keberadaan dirinya.
5.
Memiliki
pengetahuan untuk memperdalam hubungan personalnya dengan orang lain.
Meski dalam ukuran
dan bentuk yang berbeda, pada dasarnya setiap orang memiliki potensi kecerdasan musikal. Oleh
karena itu, pendidikan seni musik menjadi penting. Melalui pendidikan
musik yang tepat dan terarah akan
membantu mengembangkan manusia menjadi lebih berbudaya, memiliki keseimbangan
antara pikiran, perasaan dan perilakunya. Jika potensi kecerdasan ini
tidak mendapatkan penyaluran yang
tepat, melalui pendidikan yang tepat,
maka yang dikhawatirkan adalah kebalikan dari hakikat musik itu sendiri.
Bukannya menghasilkan manusia-manusia yang berbudaya, tetapi malah justru
menghasilkan manusia-manusia yang menanggalkan nilai-nilai budayanya sendiri, dengan menampilkan perilaku-perilaku
“eksentrik”-nya yang kebablasan. Oleh
karena itu, mari kita bermusik, jadikan
hidup ini lebih indah…
Di Indonesia,
pelajaran musik tidak dianggap sebagai mata pelajaran serius. Pelajaran musik
hanya sekadar "numpang lewat” ditengah-tengah geliat pelajaran lainnya.
Itu pun hanya sebatas bernyanyi, tidak memainkan alat musik secara langsung.
Bernyanyi pun hanya terbatas menyanyikan lagu-lagu wajib nasional. Akhimya,
pelajaran musik semakin dikesampingkan dan dianggap tidak begitu penting.
Padahal, pada abad pertengahan dan masa Renaissance atau pencerahan, musik
menjadi salah satu pilar dari empat pilar pendidikan, yaitu musik, geometri,
astronomi, dan aritmatika. Bahkan, Plato pernah berkomentar mengenai musik ini
dengan mengatakan bahwa "Pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu
instrumen yang lebih potensial daripada yang lainnya karena irama dan harmoni
merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat tersembunyi dalam
jiwanya.”[7]
C.
Efek
Bermain Musik Bagi Kecerdasan Anak
Aktif bermain musik
mempuyai efek yang lebih baik dari sekadar menjadi pendengar musik secara
pasif. Di samping itu, bermain musik bagi anak-anak dapat menstimulasi gerak
motorik halus. Bermain musik juga dapat menghasilkan perubahan-perubahan
struktur otak yang kuat dan permanen, seperti perluasan pada area- area cortex
auditori, cortex motorik, otak kecil, dan corpus callosum.
Temuan neurosains
tersebut mengundang sejumlah kritik terhadap konsep bakat, khususnya bakat
musik. Apakah anak yang berbakat musik juga termasuk bakat-bakat yang lain area-area
tertentu dalam otaknya berbeda dengan otak anak yang tidak berbakat musik?
Apakah perbedaan otak pemusik dikarenakan latihan, atau perbedaan itu sudah ada
sebelum pemusik tersebut belajar musik (bawaan lahir)?
Pertanyaan tersebut
segera dapat dijawab dengan mudah oleh para neurosaintis melalui eksperimentasi
mereka. Para neurosaintis melakukan uji coba terhadap sekelompok anak berusia
5-7 tahun yang baru mulai belajar bermain piano atau alat musik petik. Mereka
kemudian dibandingkan dengan kelompok anak lain yang tidak bermain musik.
Hasilnya sangat mengejutkan. Dalam waktu tiga minggu, otak anak yang bermain
musik menunjukkan peningkatan aktivitas pada area cortex auditori. Percobaan
ini menunjukkan bahwa perbedan otak pada pemusik profesional sebagai hasil dari
latihan, bukan diturunkan atau bawaan sejak lahir.
Sebuah studi yang
lebih spesifik dan serius dilakukan oleh Rauscher, sebagaimana dikutip Sousa.
Studi tersebut berupaya mendeteksi efek bermain musik pada anak usia dini yang
melibatkan 78 anak dari tiga Taman Kanak-kanak di California. Anak-anak tersebut
dibagi ke dalam empat kelompok.
Kelompok pertama
disebut kelompok Keyboard karena khusus bermain piano selama 12 sampai 15 menit
dua kali seminggu disertai belajar bernyanyi. Kelompok kedua disebut kelompok
Singing karena khusus berlatih menyanyi selama 30 menit lima kali dalam
seminggu. Kelompok ketiga disebut kelompok Computer karena kelompok ini khusus
belajar komputer. Kelompok keempat disebut kelompok No Lessons karena kelompok
ini tidak diajarkan materi tambahan apapun.
Setelah enam bulan,
anak-anak yang berlatih (belajar) bermain Piano atau Keyboard skor untuk
tugas-tugas logika spasial-temporalnya meningkat sebanyak 34 persen. Akan
tetapi, ketiga kelompok yang lain tidak mengalami peningkatan skor yang
signifikan (hanya 0,2-0,3 persen) terhadap tugas-tugas yang lainnya.192 Untuk
lebih jelasnya, lihat grafik berikut ini.
Gambar 8.2 Efek
Bermain Musik bagi Peningkatan Tugas-Tigas Spasial-Temporal
Pertanyaannya adalah
mengapa latihan bermain piano atau keyboard mampu meningkatkan logika spasial-temporal
sebanyak 34 persen, sedangkan latihan menyanyi dan komputer tidak menunjukkan
pengaruh apapun? Para neurosaintis menjelaskan bahwa bermain musik memengaruhi
jalur saraf yang bertanggung jawab terhadap logika spasial-temporal, dan efek
ini jelas terlihat pada otak anak- anak. Hal ini dikarenakan terjadi kombinasi
antara input fisikal berupa penekan tombol piano melalui jari-jari anak, input
auditori berupa bunyi not atau nada, dan input visual berupa posisi tangan pada
pap piano. Dengan demikian, interaksi yang terjadi pada latihan piano jauh
lebih kompleks daripada yang terjadi pada menyanyi dan penggunaan komputer.
Memang komputer adalah teknologi tinggi yang sangat penting diperkenalkan
kepada anak. lebih efektif.
Penelitian-penelitian
lain yang memfokuskan hubungan antara musik dan otak akhir-akhir ini semakin
menarik. Salah satu di antaranya adalah penelitian yang dipimpin Y. C. Ho,
Cheung dan Chan. Mereka melibatkan 90 anak laki-laki usia 6 sampai 15 tahun.
Metode penelitian yang dilakukannya adalah 50 persen dari jumlah anak yang
terlibat dilatih bermain piano terlebih dahulu, 50 persen lainnya tanpa
distimulasi apapun. Setelah empat tahun, anak-anak yang telah bermain piano
mengalami peningkatan memori verbal yang sangat baik, tetapi tidak menunjukkan
perbedaan dalam hal memori visual. Atas dasar ini, dapat diketahui bahwa
bermain musik dapat memperluas lobus temporal kiri (tempat atau area Broca dan
Wemicke).
Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa bermain musik dapat meningkatkan memori keija. Pemusik
profesional bekeija lebih baik dalam tes yang melibatkan memori keija, termasuk
visual, fonologis, dan memori eksekutif. Hal ini terjadi karena pemusik
memiliki sumber daya saraf yang lebih besar bagi pemrosesan auditori dan memori
sehingga usaha-usaha mental yang dibutuhkan pemusik dalam mengajarkan tes lebih
dari usaha-usaha yang dibutuhkan orang normal.
D.
Efek
Bermain Musik terhadap Kemampuan Kognitif
Dalam
perkembangannya, studi-studi riset yang berusaha mengetahui pengaruh musik
terhadap kemampuan lain, seperti: logika, bahasa, sosio-emosional, moral, dan
lain sebagainya terus dilakukan. Namun demikian, hingga saat ini studi yang
paling berani dan banyak menemukan adanya indikasi keterkaitan musik adalah
logika kognitif, khususnya matematika. Artinya, bermain musik (piano) mempunyai
implikasi terhadap peningkatan kemampuan berhitung pada anak secara signifikan.
Hal ini dikarenakan musik tergantung pada bilangan pecahan untuk mendapatkan
tempo dan pembagian waktu interval dalam kecepatan, oktaf, dan harmoninya.[8]
Untuk lebih jelasnya,
berikut ini dikemukakan hubungan bermain musik dengan kemampuan kognitif
(berhitung) atau matematika.
1.
Pola.
Musik penuh dengan perubahan kunci, pola, irama, dan nada. Bermain musik
berarti belajar mengenali pola sekaligus mengunakannya untuk membuat variasi
melodi. Misalnya, membalik pola suatu lagu (counterpoint) sama halnya dengan
membuat harmoni baru.
2.
Menghitung.
Bermain musik harus bisa berhitung karena untuk menentukan jumlah ketukan,
mengatur jeda, dan menghitung berapa panjang nada.
3.
Geometri.
Bermain musik harus menggunakan geometri untuk mengingat posisi jari pada nada
atau kunci tertentu. Sekadar contoh, jari-jari pemain gitar membentuk segitiga
pada leher gitar.
4.
Rasio
Pembanding dan Persamaan Pecahan. Bermain musik harus mampu membaca notasi
musik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terhadap rasio dam pembanding
karena not bernilai setengah harus dimainkan dua kali dan not bernilai
seperempat harus dimainkan empat kali. Dalam hal ini, perlu juga dipahami
perbedaan ritme antara waktu 3/4 dengan waktu 4/4.
5.
Urutan.
Musik dan matematika berkaitan melalui urutan yang disebut interval. Interval
dalam matematika adalah selisih antara dua bilangan, sedangkan interval dalam
musik adalah rasio frekuensi musik. Lebih jauh lagi, progresi aritmatika dalam
musik memiliki kesamaan dengan progresi aritmatika dalam matematika itu
sendiri.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian di atas, para
neurosaintis mengajukan tesis dalam setiap risetnya, “bagaimana dua kemampuan
ini musik dan matematika diproses dalam satu otak yang sama?” pertanyaan ini
sekaligus membongkar mitos lama tentang fungsi otak kiri (logis-matematis) dan
otak kanan (musikalis-holistik). Pasalnya, bermain musik sama halnya
mengaktivasi “otak kiri”. Padahal, selama ini musik dipahami sebagai wilayah
“otak kanan”.
Beberapa studi terbaru melalui alat teknologi pemindaian
otak FMRI menemukan bahwa bermain musik mengaktifkan area-area' otak, yang sama
dengan area yang diaktifkan pada saat memproses soal-soal matematika. Atas
dasar ini, para neurosaintis berkesimpulan bahwa anak-anak usia dini yang
bermain musik secara intensif persis untuk mengerjakan soal-soal numerik
dan matematika.193 Temuan ini mempunyai implikasi yang sangat signifikan karena
matematika atau berhitung, terlebih lagi bilangan pecahan baru boleh dikenalkan
pada kelas lima atau enam SD. Namun di tingkat PAUD, pembelajaran matematika
dapat diberikan dalam bermain musik. Temuan neurosains ini merupakan sumbangan
yang sangat berharga bagi dunia PAUD di tengah kontroversi calistung selama
ini.
E.
Tema
Alat Komunikasi Dan Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal
adalah kemampuan untuk menyimpan nada dalam benak seseorang, untuk mengingat
irama itu dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Seorang filsuf besar,
Plato, menyatakan bahwa pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu
instrumen yang lebih potensial daripada yang lainnya.[9] Hal ini terjadi karena
irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempat-tempat
tersembunyi dalam jiwanya. Beberapa anak berkecerdasan musikal tinggi yang
dapat disebut di sini adalah sebagai berikut.
Pertama, Wolfgang
Amadeus Mozart. la adalah seorang komposer klasik pertama yang musiknya
memperlihatkan kejernihan, selera, dan keseimbangan serta mencakup serangkaian
perasaan dalam berbagai bentuk, vokal, dan instrumental, sakral sekaligus
sekuler. Ketika ia masih berusia 4 tahun, ia mampu mempelajari sebuah musik
dalam waktu setengah jam. Pada usia lima tahun, kemampuannya memainkan musik
meningkat pesat, yakni mampu memainkan klavier (semua jenis musik keyboard)
dengan sempurna. Pada usia enam tahun, kemampuannya mencapai puncaknya, yaitu
mampu mengarang lagu dan menulis simfonia. Kepiawaiannya bermain musik tidak
lama menjadi tenar, semenjak ia mengikuti tur ke seluruh benua Eropa bersama
ayahnya, Leopald Mozart. Ternyata, ayahnya tersebut seorang pemain musik yang
telah tersohor di belantara musik dunia.
Kedua, Ludwing van
Beethoven. la adalah orang yang hidup tanpa indra pendengaran, tetapi mampu
tercatat sebagai salah satu komposer terkemuka. Prestasinya di belantara musik
dunia adalah kesuksesannya dalam menciptakan kuarter string dan jenis musik
ruang lainnya. Lagu-lagu, doa misa, sebuah opera, dan sembilan simfoni.
Simfoninya yang paling terkenal adalah No. 9 dengan D minor op. dari musik
klasik. Kemudian, karyanya tersebut disempurnakan dengan koor final berdasarkan
puisi Ode to ioy karya seorang penulis Jerman, Friedrich von Schiller. Konon,
simfoni ciptaannya ini menggambarkan suatu perjuangan awai dengan kemalangan kerukunan
sosial yang mendidik.[10]
Ketiga, Andrew Llyod
Webber, la adalah seorang komposer Joseph and the Amazing Technicolor
Dreamcoat, Jesus Crist Superstar, musik film Gumshoe dan The Odessa File,
Evita, Variations dan Tell me on a Sunday yang digabungkan sebagai Song &
dance, Cats, Starlight, Exspress, Requiem, The Phantom of The Opera, Aspect of
Love, Sunset Boulevard, By Jeeves, Whistle Down the Wind dan The Beautiful
Game. Dia telah memenangkan enam piala Tony, empat piala Drama Desk, tiga
Grammy termasuk Komposisi Kontemporer Klasik Terbaik untuk Requiem pada tahun
1986 dan lima penghargaan Laurence Olivier. Selanjutnya, pada tahun 1992, dia memperoleh
penghargaan kelestarian karena jasanya terhadap seni dan dimasukkan ke dalam
American Songwriters' Hall of Fame tiga tahun kemudian.
Kecerdasan musikal
merupakan kemampuan menangani bentuk musik, yang meliputi kemampuan mempersepsi
bentuk musikal (menikmati musik dan bunyi-bunyi berpola nada); kemampuan
membedakan bentuk musik (membedakan dan membandingkan ciri bunyi musik, suara,
dan alat musik); kemampuan mengubah bentuk musik (mencipta dan mengubah versi
musik); serta kemampuan mengekspresikan bentuk musik (bernyanyi, bersenandung,
bersiul).[11]
Komponen inti dalam
kecerdasan ini meliputi kepekaan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola nada
dan warna nada, serta bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kompetensinya
mencakup kemampuan dalam menciptakan lagu, membentuk irama, mendengar nada dari
sumber bunyi atau alat musik. Adapun ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan
musik tinggi, antara lain:
No
|
Usia Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 Tahun
|
Mendengar musik. Mampu bertepuk tangan.
|
2
|
1-2 Tahun
|
1.
Mampu
mendengarkan musik dan mengikuti irama.
2.
Mampu
bertepuk tangan mengikuti irama.
|
3
|
2-3 Tahun
|
1.
Senang
mendengarkan musik dan mengikuti irama.
2.
Mampu
bertepuk tangan secara bervariasi.
3.
Mampu
memukul-mukul benda membentuk irama. Senang bernyanyi atau menari.
|
4
|
3-4 Tahun
|
1.
Senang
menari-narikan tangan jika mendengarkan musik.
2.
Mampu
menyanyikan cuplikan-cuplikan lagu sesuai irama.
3.
Mampu
bertepuk tangan membentuk irama.
4.
Senang
memukul-mukul benda sesuai dengan irama.
|
5
|
4-5
Tahun
|
1.
Mengenal
dan mampu menyebut nama-nama lagu populer.
2.
Sering
meliuk-liukkan tubuh sesuai dengan irama.
3.
Mampu
menepuk-nepukkan tangannya membentuk irama.
4.
Mampu
memainkan alat musik tertentu Melukis dengan alat bervariasi.
|
6
|
5-6 Tahun
|
1.
Mampu
bernyanyi secara kor (kelompok).
2.
Mampu
mengikuti gerak tari sebuah lagu sederhana. Menyanyikan lagu diiringi musik.
3.
Mampu
memainkan alat musik.
4.
Mampu
melukis dengan alat dan bahan bervariasi.
|
Kecerdasan musikal
sebagaimana disebutkan di atas dapat dikembangkan melalui implementasi
kurikulum PAUD 2013 secara implisit dan inovatif. Misalnya, tema "Alat
Komunikasi". Tema ini dapat diinovasi sehingga secara tidak langsung dapat
mengembangkan kecerdasan musik anak. Caranya adalah dengan mengenalkan secara
langsung berbagai macam alat komunikasi, baik tradisional maupun modern . Untuk
mengenalkan alat tradisional seperti lonceng, kentungan, atau bedug, guru bisa
mengajak anak bersama-sama membunyikan alat komunikasi tradisional tersebut.
Untuk mengenalkan alat komunikasi modern seperti telepon, guru bisa mengajak anak
menyanyikan lagu berjudul "Telepon", kemudian memperagakan bagaimana
cara menelepon ataupun menerima telepon dengan baik dan benar. Untuk lebih
jelasnya, lihat skema berikut ini.[12]
![]() |
![]() |
|
||||
Skema di atas
menjelaskan bahwa tema "Alat Komunikasi" dalam kurikulum PAUD dapat
diinovasi untuk mengembangkan kecerdasan musik secara implisit. Meskipun
demikian, hal ini bukan berarti tema "Alat Komunikasi" hanya bisa
untuk mengembangkan kecerdasan musik saja, tetapi juga kecerdasan yang lain,
seperti visual spasial, verbal-linguistik, dan kinestetik. Hal ini bisa terjadi
karena dalam kegiatan inti, anak juga menggambar berbagai macam alat komunikasi
(kecerdasan visual-spasial), menceritakan pengalaman mereka mengenai alat
komunikasi yang pernah dilihat (kecerdasan verbal linguistik), dan memperagakan
cara menelepon maupun menerima telepon (kecerdasan kinestetik).
Selain tema
"Alat Komunikasi", tema "Kebutuhanku" juga dapat meningkatkan
kecerdasan musikal. Caranya adalah mengajak anak-anak untuk membuat jus mangga
yang bisa diminum, tetapi sebelum membuat jus terlebih dahulu guru bersama
anak-anak menyanyikan lagu "Makanan Sehat" dengan diiringi musik.
Lirik Lagu 'Makanan Sehat'
Tidak memakai bahan pewarna
Tidak memakai bahan pengawet
dan bahan-bahan yang berbahaya
Bergizi tinggi
Kaya vitamin
protein,
karbohidrat,
lemak, mineral
Itulah ciri makanan sehat 2x
Lagu dan skema di
atas menjelaskan bahwa tema "Kebutuhanku" dalam kurikulum PAUD dapat
diinovasi untuk mengembangkan kecerdasan musikal secara implisit. Meskipun
demikian, hal ini bukan berarti tema "Kebutuhanku" hanya bisa untuk
mengembangkan kecerdasan musik saja, tetapi juga kecerdasan yang lain, seperti
verbal-linguistik. Hal ini bisa terjadi karena dalam kegiatan inti, anak juga
dikenalkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan untuk membuat jus
mangga (verbal-linguistik).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa intelegensi musikal merupakan kecerdasan untuk
mengmbangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk musik dan suara. Kecerdasan
musikal merupakan kemampuan mengubah lagu, bernyanyi dan memainkan alat musik.
Tata suara yang hingar bingar akan langsung memicu kecerdasan musikal pada diri
anak.
Kecerdasan musikal
merupakan kecerdasan pertama yang harus dikembangkan dilihat dari sudut pandang
biologi (saraf). Kekuatan musik, suara dan irama dapat menggeser pikiran,
member ilham, meningkatkan ketakwaan, meningkatkan kebanggaan nasional dan
mengungkapkan kasih sayang untuk orang lain. Kecerdasan musikal dapat memberi
nilai positif bagi siswa karena dapat meningkatkan daya kemampuan mengingat,
meningkatkan prestasi atau meningkatkan kecerdasan, meningkatkan kreatifitas
dan imajinasi.
B.
Saran
Demikianlah
pembahasan makalah kami, semoga dapat bermanfaat bagi rekan semua. Kritik dan
saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
[1] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2014) h. 130
[2] Abubakar Baraja. Perkembangan Psikologi. (Jakarta
Timur:Studia press, 2008) h. 55
[3] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. … h. 131
[4] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. … h. 132
[5] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. … h. 190
[6] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. … h. 191
[7] Suyadi. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. … h. 192
[8] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013. (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, 2015) h. 91
[9] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013. … h. 91
[10] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013. … h. 92
[11] Tadkiroatun Musfiroh. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008) h. 1.15
[12] Suyadi & Dahlia. Kurikulum Paud 2013. … h. 93
No comments:
Post a Comment