Wednesday, April 18, 2018

Makalah_ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBAGAN KEAGAMAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga lanjut usia mengalami perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada saat manusia itu dilahirkan pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya karena hanya orang tuanya yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi atau nasrani tetapi ketika manusia itu sudah menginjak usia remaja maka dia akan mulai berpikir secara mandiri bagaimana cara mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam khidupan sehari-harinya hingga dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih matang dalam beragama.
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini. Fisik atau jasmani manusia baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya. Kemampuan itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui pentahapan. Demikian juga perkembangan agama pada diri anak.
Perasaan anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu
1.      Bagaimana perkembangan beragama pada anak, remaja dan dewasa?
2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan?

C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui perkembangan beragama
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Perkembangan Beragama
Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Tuhan yang direfleksikan kedalam pribadaan kepadanya. Perkembangan beragama dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan dan lingkungan. Faktor pembawaan dan lingkungan yang mempengaruhinya yaitu: [1]
1.      Faktor endogen yaitu faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran, jadi faktor endogen merupakan factor keturunan/ faktor pembawaan.
2.      Faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar individu, merupakan pengalaman alam sekitar, pendidikan dan sebagainya.

B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Keagamaan
Ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan pada anak , antara lain :
1.      Menurut Teori four wishes yang dikemukakan oleh perkembangan jiwa keagamaan anak adalah “rasa ketergantungan (sense of defence)”. Menurut teori ini, manusia dilahirkan kedunia memiliki empat keinginan, yaitu :
a.       Security yaitu keinginan untuk mendapatkan perlindungan
b.      New experience yaitu keinginan untuk mendapat pengalaman
c.       Response yaitu keinginan untuk mendapatkan tanggapan
d.      Recognition yaitu keinginan untuk dikenal
Kerjasama dalam rangka memenuhi keinginan-keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan, terutama orang-orang dewasa dalam lingkungannya itu maka terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
2.      Instink keagamaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Woodworth, menurutnya, bayi yang dilahirkan sudah memiliki instink, diantaranya instink keagamaan, namun instink ini pada saat bayi belum terlihat, hal itu dikarenakan “beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna”. Pandangan Woodworth ini mendapat sanggahan dari sekelompok ahli dengan mengajukan argumentasi:
a.       Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa orang tidak terhayati secara ototmatis ketika mendengar lonceng gereja dibunyikan.
b.      Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa terdapat perbedaan agama di dunia ini? Bukankah cara berenang itik dan cara brung membuat sarang yang didasari pada tingkahlaku instingtif akan sama caranya disetiap penjuru duia ini?.
Pada remaja dan dewasa[2]
Jiwa keagamaan juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan. Dengan demikian jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Pengaruh tersebut baik yang bersumber dari dalam diri seseorang (intern) maupun yang bersumber dari faktor luar (ekstern).
a.       Faktor intern
Secara garis besarnya faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain :
1.      Faktor kognitif, mengacu pada remaja yang memiliki mental masih abstrak, mereka hanya mengkaji isu-isu agama dengan berpatokan pada dasar-dasar agama tanpa memperdalaminya lebih lanjut.
2.      Faktor personal, mengacu pada konsep individual dan identitas, individual maksudnya seseorang itu selalu menyendiri sedangkan identitas maksudnya proses menuju pada kestabilan jiwa.
3.      Faktor hereditas, perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa berdosa dan perasaan seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
4.      Tingkat usia, pada usia remaja saat mereka menginjak usia kematangan seksual mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi agama. Bahkan pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadinya konversi agama meskipun konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang. [3]
5.      Kepribadian, dalam kondisi normal secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti kepribadian ganda dan sebagainya kondisi seperti ini juga ikut mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
6.      Kondisi kejiwaan, seorang yang mengidap schizoprenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi.
Demikian pula pengidap phobia akan dicekam oleh perasaan takut yang irasional sedangkan penderita infantil autisme (berperilaku seperti anak-anak) akan berperilaku seperti anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.
b.      Faktor ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:
1.      Lingkungan keluarga, konsep father image (citra kebapaan) menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh citra terhadap bapaknya. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
2.      Lingkungan institusional, yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa kegamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Kurikulum, hubungan guru dan murid serta hubungan antar teman dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagaman tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
3.      Lingkungan masyarakat, yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keberagamaan sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan seperti ini akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.[4]

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Agama pada masa anak-anak terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungan lalu terbentuk sifat keagamaan pada anak, Woodwort berpendapat bahwa bayi memiliki insting keagamaan, akan tetapi disanggah oleh pemikir Islam bahwa bayi tidak mempunyai insting keagamaan melainkan itu merupakan fitrah yang cenderung kearah potensi keagamaan.
Tahap perkembangan keagamaan pada anak melalui tiga tahapan yaitu tingkat dongeng, tingkat kepercayaan, dan tingkat individu. Sifat Agama pada anak mengikuti pola concept on authority yaitu konsep keagamaan yang dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka (anak) itu sendiri. Memahami sifat agama pada anak berarti memahami sifat agama itu sendiri.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan mengenai, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008)

Jalaludin. Psikologi agama, (Raja Grafindo Persada Jakarta 2011)





[1] Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008) h. 32
[2] Jalaludin. Psikologi agama, (Raja Grafindo Persada Jakarta 2011) h. 65
[3] Jalaludin. Psikologi agama, (Raja Grafindo Persada Jakarta 2011) h. 66


No comments:

Post a Comment