BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam berdakwah, tentu materi dan sasaran
berdakwah di dalam al-Quran sangatlah penting untuk menjadi acuan berdakwah
kita sekarang. sejatinya berdakwah adalah aktivitas mengajak mad’u kepada jalan
Allah, dengan cara amar ma’ruf dan nahi munkar. Terkait ini pada zaman
Rasulullah pun, Allah telah menyeru terkait sasaran dakwah yang diperintahkan
kepada Nabi pada saat itu, yaitu berdakwah kepada ahlul kitab dan kepada
keluarga kita sendiri supaya keluarga kita terhindar dari panasnya api neraka.
Materi dakwahpun tidak terlepas dari unsur terpenting dari syariat yang Allah
turunkan kepada manusia secara keseluruhan, yaitu tauhid dengan mengesakan
Allah dan tidak menyekutukannya dengan apapun.
Maka disini pemakalah akan menyajikan bagaimana
materi dan sasaran dalam berdakwah yang tertera di dalam al-Quran, supaya
pembaca ataupun pemakalah lebih faham terhadap apa yang harus menjadi acuan
kita dalam berdakwah. Dan juga sebagai cambuk agar kita lebih giat dalam
berdakwah dan meningkatkan lagi keimanan dan ketakwaan kita.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana tafsir dari Q.S. Tahrim: 6?
2.
Bagaimana tafsir dari Q.S. Asy Sura’a: 214?
3.
Bagaimana tafsir dari Q.S. At taubah : 122?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui tafsir dari Q.S. Tahrim: 6
2.
Untuk mengetahui tafsir dari Q.S. Asy Sura’a:
214
3.
Untuk mengetahui tafsir dari Q.S. At taubah :
122
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
QS At-Tahrim: 6
1. Ayat dan Terjemahnya
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
(dari) api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia (yang kafir) dan batu
(yang disembah), yang diatasnya ada malaikat-malaikat yang kasar lagi keras
yang mereka tidak mendurhakai Allah (terhadap) apa yang telah Dia perintahkan
kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada
mereka
2. Kosakata
يايها
: Wahai
الذين
: orang-orang yang
امنوا
: meraka beriman
قوا
: peliharalah
انفسكم
: diri kalian
واهليكم
: dan keluarga kalian
نارا
: api/neraka
وقودها
: bahan bakarnya
الناس
: manusia
والحجارة :
dan batu-batu
عليها
: atasnya
ملئكة
: malaikat
غلاظ
: yang kasar
شداد
: yang keras
3. Tafsir Q.S.
At Tahrim: 6
Sebelum
turun surat at-Tahrim ayat 6, Allah sempat memperingatkan istri-istri nabi agar
tidak melakukan kesalahan dan tipu daya lagi terhadap nabi, dengan ancaman akan
dithalaq. Kemudian setelah itu Allah memberikan peringatan kepada kaum Mu’min
untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Yang dimana api neraka
itu menyala dengan kayu bakar manusia dan berhala-berhala. Mari kita simak
firman Allah QS At-Tahrim: 6:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Ini
merupakan seruan dari Allah kepada orang-orang yang beriman agar menjaga
dirinya dari api neraka yang bisa melahap apapun di dunia ini, terlebih bahwa
manusialah yang menjadi kayu bakar dari menyalanya api neraka tersebut. Maka
cara supaya menjauhkan diri dari api neraka tersebut adalah dengan taat kepada
Allah dan menuruti perintah-Nya. Kemudian Allah pun memerintahkan agar kita
menjaga keluarga kita dari api neraka pula, yaitu dengan mengajarkan dan
mendidik kepada mereka tentang kebaikan dan kebenaran agar mereka terjaga dari
api neraka. Ayat ini diperkuat dengan surat Thaha: 132:[1]
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷É9sÜô¹$#ur $pkön=tæ ( w y7è=t«ó¡nS $]%øÍ ( ß`øtªU y7è%ãötR 3 èpt6É)»yèø9$#ur 3uqø)G=Ï9 ÇÊÌËÈ
Dalam
sebuah hadist Umar bertanya kepada Rasulullah disaat setelah ayat itu turun,
“wahai Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tapi bagaimana cara kita
menjaga keluarga kita?” Rasulullah SAW bersabda “kamu melarang mereka
mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu dan kamu perintahkan kepada mereka
apa yang diperintahkan Allah kepadamu, itulah penjagaan antara diri mereka dan
neraka”
Rasulullah
sudah dengan sangat jelas mengatakan bahwa cara untuk kita ataupun menjaga
keluarga kita adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Disini ibnu i’mundzir dan alhakim menjelaskan tentang menjaga keluarga yaitu
“Ajarilah dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka”[2]
Di
dalam Tafsir Al-Maraghi disebutkan bahwa
yang termasuk al-ahl (keluarga) adalah:
1)
Istri/suami
2)
Anak
3)
Budak Laki-laki
4)
Budak Perempuan
Dalam ayat inipun disebutkan tentang malaikat
penjaga neraka yang kasar dan keras, yang disana mereka mengurusi penghuni
neraka dan menyiksa mereka. Karena kedaan malaikat itu adalah taat dan tidak
menyalahi perintah dari Allah, ketika Allah memerintahkan kepada malaikat untuk
menjadi yang baik hati maka mereka akan menuruti, juga ketika Allah
memerintahkan mereka untuk menjadi bengis dan kasar terhadap penghuni neraka.
Karena di dalam neraka manusia sama derajatnya
seperti batu yang dijadikan kayu bakar neraka, sama rendahnya dan sama hinanya.
Maka disini Allah menyuruh kepada orang yang beriman untuk menjaga dirinya dan
keluarganya agar tidak sampai merasakan panasnya api neraka. Menjaga sebelum
terlambat, sebelum tidak mempunyai kesempatan lagi, sebelum semua alasan dan
semua uzur tidak bisa lagi diutarakan.[3]
4.
Isi Kandungan
Surat At Tahrim Ayat 6
Ayat enam diatas menggambarkan bahwa dakwah
dan pendidikan harus bermula di rumah. Ayat di atas walau secara redaksional
tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada
mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ibu dan ayah) sebagaimana
ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan puasa) yang juga
tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orangtua bertanggung
jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana
masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu
sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh
nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.
Berikut adalah beberapa pelajaran yang dapat
diambil dari surat at-tahrim ayat 6:
a)
Perintah Taqwa
Kepada Allah SWT dan berdakwah
Dalam ayat ini
firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api
neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh
melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan
patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Api
neraka disediakan bagi para kafir / pendurhaka yang tidak mau taat kepada Allah
dan yang selalu berbuat maksiat.
Oleh karena
itu kita diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat daripada
siksa-Nya. Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan
adab islam kemudian setelah kita mampu melaksanakan maka kita wajib
mendakwahkan kepada yang lain yaitu orang-orang terdekat kita / keluarga yaitu
orang tua, istri, anak, adik, kakak dan karib kerabat.
b)
Anjuran
menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka
Banyak sekali amalan shalih yang menjadikan
seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api neraka, misalnya bersedekah,
berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong menolong dalam kebaikan dan
sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah
mendirikan shalat dan bersabar.
c)
Pentingnya
pendidikan islam sejak dini
Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan
orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua
“salah asuh” kepada anak sehingga perkembangan fisik yang cepat diera
globalisasi ini tidak diiringi dengan perkembangan mental dan spiritual yang
benar kepada anak sehingga banyak prilaku kenakalan-kenalakan oleh para remaja.
Sebagai orang tua yang proaktif kita harus
memperhatikan benar hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati,
amanah Allah. Rasulullah juga memeberitahu betapa pentingnya / Urgensi mendidik
anak sejak dini, dalam hadits Rasulullah SAW : “Setiap anak itu dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya
seorang yahudi atau seorang nasrani atau seorang majusi”. (HR.Bukhari)
Dari hadits di atas jelaslah bahwa setiap
bani adam yang terlahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan
islam), karena sesungguhnya setiap bani adam sebelum ia terlahirkan ke dunia
(masih dalam kandungan), ia sudah berikrar dengan kalimat syahadat yaitu
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanallahu wa
Ta’ala dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sedangkan
yang menjadikan anak itu menjadi seorang yahudi, nasrani, dan majusi melainkan
itu semua karena peranan dari kedua orang tuanya.
B.
Q.S.
Asy Sura’a ayat 214
1.
Ayat dan
Terjemahnya as-syu’ara 214
Arti kata:
ا نذر
|
berilah peringatan
|
عشير
|
anggota suku yang
terdekat
|
الأ
قربين
|
orang-orang yang dekat
dari mereka yang terdekat.
|
Artinya: “Dan
berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu (muhammad) yang terdekat”.
Bagi ibnu asyur ayat ini tertuju kepada nabi
Muhammad SAW. Ia adalah uraian khusus setelah ayat sebelumnya merupakan uraian
umum menyangkut siapa saja. Demikian tulisnya.
Kata ( عشير ه) à anggota suku yang terdekat, diambil dari kata
( عا شر) à saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang-orang yang sehari-hari bergaul.[4]
Kata ( الأ قربين ) à yang menyifati kata (عشير ه) merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka
sebagai orang-orang yang dekat dari mereka yang terdekat.
Setelah memerintahkan nabi muhammad SAW.
Menghindari kemusyrikan, yang tujuan utamanya adalah semua yang berpotensi
disentuh oleh kemusyrikan, kini ayat diatas berpesan lagi kepada beliau
bahwa: hindarilah segala hal
yang dapat mengundang murka allah dan berilah peringatan kepada kerabat
kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih dan Takut takutilah
kerabatmu yang terdekat dengan azab dan siksa allah yang keras bagi orang yang
kafir kepadanya dan yang menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Seruan rasulullah agar
berhati-hati dengan syirik. Allah memerintahkannya untuk mengingatkan
kerabatnya yang dekat agar bertawakkal kepada allah yang selalu memperhatikan
dan menjaganya. Ketika rasulullah termasuk dalam orang-orang
yang diancam akan adzab bersama orang-orang yang mendustakan, bila beliau ikut
pula menyeru tuhan lain selain allah, itu hanyalah hipotesis untuk mendekatkan
pemahaman. Kalau rasulullah saja termasuk orang-orang yang diancam, lantas
bagaimana dengan orang-orang lainnya. Disini menunjukkan bahwa tuha tidak pilih
kasih sama sekali.[5]
Setelah rasulullah memperingatkan diri
sendiri, beliau diperintahkan untuk mengingatkan kekeluarganya, agar selain
mereka mendapat pelajaran darinya bahwa merekapun sesungguhnya terancam denga
adzab bila ttap berada dalam kemusyrikan dan tidak mau beriman.
Begitu juga ayat ini menyuruh supaya
dipertakuti dengan siksa dan hukuman karib kerabatmu sendiri dan tidak akan
terlepas dari hukuman dan siksaan itu, meskipun anakmu, bapakmu, ibumu,
saudaramu, dsb. Semuanya itu dihukum bila bersalah dan berdosa. Maka tidak ada
familisme dan kawanisme dalam islam. Melainkan semuanya itu tunduk kepada hukum
yang satu dengan tiada memandang bulu. Inilah keadilan yang mutlak dalam islam.
Dengan keadilan semacam inilah kaum muslimin dahulu kala memerintahi dunia.
Begitu juga allah menyeru nabi supaya jangan berlaku sombong terhadap
orang-orang mukmin yang menjadi pengikutnya. Hal ini patut ditiru oleh
kepala-kepala dan pemimpin-pemimpin.
Demikian ayat ini
mengajarkan kepada rasul SAW dan ummatnya agar tidak mengenal pilih kasih/ memberi
kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti nabi dan
keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari kewajiban.
Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada rasul SAW.
karena semua adalah hamba alla, tidak ada perbedaan antara keluarga / orang
lain. bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena
keberhasilan mereka mendekat kepada allah dan menghiasi diri dengan ilmu
serta akhlak mulia.
Pemberian peringatan
yang khusus ini adalah sebagian dari pemberian peringatan umum yang untuk itu
rasulullah SAW diutus, sbgai firman :
ولتنذ را م
القرى ومن حو لها
“ Dan agar kamu memberi peringatan kepada penduduk makkah dan orang
orang yang berada diluar lingkungannya” (an’am, 6:92)
لتبشربه
المتقين وتنذربه قوما لدا
“… agar kamu
dapat member kabar gembira dengan al-qur’an itu kepada orang-orang yang
bertakwa dan agar kamu member peringatan dengannya kepada kaum yang
membangkang”.
Di dalam hadist dan ayat tersebut terdapat dalil
bahwa kedekatan dalam nasab tidak bermanfaat jika jalan yang ditempuh berbeda.
Juga terdapat dalil atas pembolehan orang mu’min mengadakan hubugan dengan
orang kafir, serta memberinya petunjuk dan nasehat, berdasarkan sabda rasul:
“sesungguhnya kalian mempunyai rahim dan aku membasahinya dengan basahnya”. [6]
2. Asbabun Nuzul
Ketika ayat ke 214 diturunkan, maka
rasulullah memulai dakwahnya kepada keluarga serumah, kemudian baru keluarga
yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin, mereka merasa
terabaikan. Sehubungan dengan hal itu, maka allah SWT. Menurunkan ayat 215
sebagai perintah untuk memperhatikan kaum muslimin yang lain. (HR.Ibnu Jarir
dari Ibnu Juraij).
﴿ روي البخاري ومسلم أنه لما نزلت هذه
الايۃ أتي
النبي صلى الله عليه وسلم الصفا فصعد عليه ثم نادي : يا صاحباه ! فاجتمع الناس
إليه بين رجل يجيء اليه وبينﺭجل يبعث رسوله. فقال رسول الله صلى ألله عليه وسلم:
يا بني لؤي أرآيتم لوأخبرتكم أن خيلا بسفح الجبل تريدأن تغير عليكم أصدقتموني؟
قالوا: نعم. قال "فائني نذيرلكم بين يدي عذاب شديد" فقال أبولهب: تبالك
ساءر اليوم! أما دعوتنا إلا لهذا؟ وأنزل الله: تبت يداأبي لهب وتب... ﴾
Ketika allah SWT menurunkan ayat ke 214 maka
rasulullah naik kegunung shafa, seraya mengundang: “wahai saudaraku!” sedang
beberapa saat berkumpul umat manusia. Beliau bersabda: wahai bani abdul
muthalib, bani fikr, bani luayi, adalah kamu sekalian membenarkan manakala aku
mengatakan bahwa unta dipegununan ini akan mengubah nasibmu? Jawab “ ya,
percaya”. Rasulullah kemudian bersabda lagi: ”maka sesungguhnya aku adalah
pemberi peringatan bagimu. Dan bila kamu membangkang maka dihadapku ada siksa
yang pedih”. Mendengar sabda nabi ini abu lahab langsung tampil berbicara :
celaka kamu Muhammad pada hari ini. Adakah kamu sengaja mengumpulkan kami hanya
untuk mendengar ocehanmu itu. Maka allah SWT. Menurunkan ayat-ayat yang
terkandung dalam surat al-lahab. (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas Imam Bukhari Muslim
Tirmidzi & Nasa’i meriwayatkan dari A’masy).
﴿ وأخرج مسلم بإسناده عن عائشة رضي الله عنها
قالت: لما نزلت: " وا نذر عشيرتك الأقربين. قام رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا فاطمةابنة محمد وياصفية ابنةعبد المطلب. يابني
عبدالمطلب لاأملك لكم من الله شيئا سلوني من مالي ماشئتم ﴾
Ketika ayat ke 214 diturunkan, maka
rasulullah SAW. Langsung berdiri seraya berkata: “wahai Fatimah binti muhammad,
shafiyah binti abdul muthalib, bani abdul muthalib, aku tidak memiliki sesuatu
apapun dihadapan allah yang dapat menyelamatkanmu. Ambillah hartaku sekehendak
hatimu.” Seruan ini membuat kaum muslimin yang lain merasa disolasikan oleh
rasulullah dalam dakwah sehubungan itu maka allah menurunkan ayat ke 215
sebagai perintah untuk berdakwah kepada seluruh kaum muslimin. (HR. ahmad dari
aisyah).
﴿ وأخرج مسلم والترمذي بإسناده عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: لما
نزلت: "وأنذرعشيرتك الأقربين. دعارسول لله صلى لله عليه وسلم قريشا فعم وخص,
فقال: يامعشر بني كعب أنقذواأنفسكم من الناس يامعشربني كعب أنقذواأنفسكم من النار.
يافطمة بنت محمد أنقذي نفسك من النار فإني والله لاأملك لكم من الله شيئا إلاأن
لكم رحما أبلها ببلالها ﴾
Ketika ayat ke 214 diturunkan, rasulullah
segera berdakwah kepada keluarga dengan mengatakan :”wahai
orang-orang quraisy selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai
orang-orang bani hasyim selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai
orang-orang bani muthalib selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai
Fatimah binti muhammad selamatkanlah dirimu dari api neraka, sebab dihadapan
allah aku tidak memiliki apa-apa kecuali dengan kamu hanyalah ikatan keluarga
belaka. (HR. ahmad dari abu hurairah imam muslim dan tirmidzi meriwayatkan pula
dari abdul malik bin umar).[7]
Pada suatu waktu abu darda berkhutbah
dihadapan umat manusia sedangkan anaknya berada disisinya sedangkan kaum
keluarganya berada dimasjid sambil bercanda ria. Maka ada seseorang yang
mengajukan pertanyaan kepada abu darda bagaimana keadaan manusia yang mencintai
ilmu berada disisimu, sementara sanak kerabatmu sendiri bercanda ria?
Jawabannya : aku pernah mendengar rasulullah bersabda:” orang yang paling zuhud
didunia adalah nabi, dan orang yang paling menentang nabi adalah sanak
keluarga.” sehubungan dengan itu maka allah menurunkan ayat ke 214-220 sebagai
perintah membina keluarga dan masyarakat dan bila mereka mendurhakai ajaran
agama maka itu diluar tanggungjawab rasulullah. (HRibnu asakir dari amrin bin
samarrah dari Muhammad bin saaqah dari abdul wahid binti abu bakar as shidiq).
Hadist-hadist menerangkan bagaimana
rasulullah menyambut seruan itu dan bagaimana beliau berusaha menyampaikannya
kepada kerabatnya yang terdekat. Beliau tidak dapat berbuat apa-apa dalam
pembelaan terhadap urusan mereka, dan hanya dapat menyandarkan kepada allah
seluruh urusan akhirat mereka. Rasulullah menjelaskan bahwa hubungan kerabat
tidak bermanfaat sekali bila tidak diikuti dengan ikut serta dalam amal shaleh.
Dijelaskan beliau tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan mereka dari
adzab allah, pada hal beliau adalah rasul allah. Inilah islam dan dalam
kejelasan dan kemurniannya. Dan ia meniadakan perantara antara hamba dan allah
bahkan perantara seorang rasul-nya sekalipun.
3. Kandungan Ayat
Ayat diatas berpesan hindarilah segala hal
yang dapat mengundang murka allah dan berilah peringatan kepada kerabat
kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih dan Takut takutilah kerabatmu yang
terdekat dengan azab dan siksa allah yang keras bagi orang yang kafir kepadanya
dan yang menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Ayat ini selain menyuruh untuk menghindari
kemusyrikan juga mengajarkan kepada rasul SAW dan ummatnya agar tidak mengenal
pilih kasih/ memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan.
Ini berarti nabi dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan
dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan
kepada rasul SAW. karena semua adalah hamba allah, tidak ada perbedaan antara
keluarga / orang lain. bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu
disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada allah dan menghiasi diri
dengan ilmu serta akhlak mulia.
Demikianlah allah menerangkan kepada rasul
–nya bagaimana seharusnya beliau bermu’amalah dengan orang-orang beriman yang
menyambut dakwah yang dibawanya.
Demikianlah allah menerangkan kepada rasul
–nya bagaimana seharusnya beliau bermu’amalah dengan orang-orang beriman yang
menyambut dakwah yang dibawanya.
C.
Q.S.
At Taubah ayat 122
1.
Ayat dan
Terjemahnya
۞
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
2.
Kosakata
الفرقة - Al- Firqah : kelompok besar
الطائفة –
At- Ta’ifah : kelompok kecil
تفقه –
Tafaqqaha :berusaha keras
untuk mendalami dan memmahami suatu perkara
dengan susah payah untuk memperolehnya.
انذره –
Anzarahu : menakut-nakuti
dia.
حذره –
Hazirahu : berhati-hati terhadapnya.
3.
Asbabul
Nuzul (sebab turun ayat)
Di riwayatkan oleh Ibn Abi
Hatim yang bersumberkan daripada Ikrimah katanya, ketika turun ayat Bermaksud:
“Jika kamu tidak pergi beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah -
membela AgamaNya), Allah akan menyesatkan kamu dengan azab siksa yang tidak
terperih sakitnya” (at-Taubah:39)
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Ikrimah bahwa pada waktu QS. at- Taubah ayat 39 turun ada
beberapa orang yang tidak hadir dalam peperangan karena hidup di daerah
pedalaman (Badui). Mereka mengajar kaumnya ilmu agama. Melihat yang demikian,
orang-orang munafik mengatakan : "Celakalah penduduk kampung itu, mereka
tidak hadir berperang bersama Rasulullah." Sehubungan dengan itu Allah
menurunkan ayat ke-122 yang memberikan ketegasan bahwa orang-orang yang tidak
hadir dalam peperangan karena baru menekuni ilmu agama, mereka tidak berdosa.
Jadi, orang yang belajar dan mengajar ilmu agama termasuk jihad.[8]
Dalam satu riwayat yang
lain juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim daripada Abdullah bin Abidullah bin
Amir berkata: “Orang-orang Islam diberi galakkan supaya berjihad, apabila
Rasulullah SAW menghantar bala tentera ke medan perang mereka akan keluar
beramai-ramai. Pada masa yang sama mereka meninggalkan Nabi Muhammad SAW. di
Madinah dengan beberapa orang sahaja. Lalu ayat itu di turunkan.
Riwayat lain dari Abdillah
bin Ubaid bin Umar, oleh karena kaum muslimin berambisi sekali untuk berjihad,
maka apabila ada seruan untuk berjihad di medan perang dari Rasulullah SAW .
mereka dengan tanpa berpikir panjang langsung berangkat. Tidak jarang mereka
berangkat dengan meninggalkan Rasulullah bersama orang-orang dhaif di Madinah.
Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat 122 sebagai penegasan tentang
larangan bagi kaum muslimin berangkat perang secara keseluruhan dan ayat ini
memberikan tuntunan agar sebagian kaum muslimin menuntut ilmu agama, sementara
yang lain berangkat jihad. Nilai pahala keduanya sama.
4.
Penafsiran
surat at-taubah ayat 122
“Dan tidaklah semuanya kaum mukmin itu harus
pergi,”(pangkal ayat 122). Sebagai juga ayat 113 dan 120, disini sama bunyi
pangkal ayat,yaitu orang beriman sejati tidaklah semuanya turut bertempur
berjihad dengan senjata kemedan perang.”tetapi a;angkah biknya keluar dari
tiap-tiap goloongan itu,diantara mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam
pengertian tentang agama.”
Dengan susun kalimat
falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Allah telah menganjurkan
pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan
pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun
secara berat. Maka dengan ayat ini, Allah pun menuntun hendaklah jihad itu
dibagikepada jihad bersenjata dan jilhad memperdalam ilmu pengetahuan dan
pengertian tentang agama.
Tidaklah patut bagi
orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat
menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena,
perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh
sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu’ain, yang wajib dilaksanakan
setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul SAW sendiri keluar
dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.[9]
Tatkala kaum Mukminin
dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi SAW.
Mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa
ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: “Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi ke medan perang semuanya.
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan suatu kabilah diantara mereka
beberapa orang, beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat
untuk memperdalam pengetahuan mereka yakni tetap tinggal di tempat mengenai
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum
agama yang telah dipelajarinya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya dari
siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini
Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya
khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah
lantaran Nabi SAW. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang,
seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang,
maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi SAW. berangkat ke suatu
ghazwah.
Allah SWT telah
menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad
dan diwajibkan pergi perang menurut kesanggupannya masing-masing, baik secara
ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini allah pun menuntut hendaklah
jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan
dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi kemedan perang itu bertaruh nyawa
dengan musuh, maka yang tinggal memperdalam fiqh tentang agama,sebab tidaklah
kurang penting jihad yang mereka hadapi.
Dalam ayat ini, Allah SWT.
menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang,
bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi
harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang,
dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam
supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat
dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan.
Dalam ayat 122 ini masih
jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila ada panggilan dari
sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah SAW mendaftarkan
dirinya, ringan maupun berat, muda maupun tua. Tetapi hendaklah dari
golongan-golongan yang banyak itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu
kelompok (thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya tentang
agama itu adalah hal agama
5.
Aspek-aspek
Tarbawi
a.
Melalui
dengan pendidikan diharapkan pula lahir manusia yang kreatif, sanggup berfikir
sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, sanggup mengadakan
penelitian, penemuan dari seterusnya. Sikap yang demikian itu amat dianjurkan
dalam al-Qur’an.
b.
Pelaksanaan
pendidikan harus mempertimbangkan prinsip perkembangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan petunjuk al-Qur’an. Yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan
bukan semata-mata hanya untuk pengembangan
ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa manusia semakin
mampu menangkap hikmah dibalik ilmu pengetahun, yaitu rahasia keagungan Allah
SWT. Dari keadaan yang demikian itu, maka ilmu pengetahuan tersebut akan
memperkokoh akidah, meningkatkan ibadah dan akhlak yang mulia.
c.
Pendidikan
harus mampu mendorong peserta didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang
terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi, memelihara,
menambah, dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, besedia
mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya,
agama, bangsa dan Negara.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Setelah
memahami terhadap kandungan dari ketiga ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan,
bahwa dalam ayat tersebut yang menjadi sasaran dalam berdakwah kita adalah dari
golongan ahlul kitab, diri kita sendiri dan juga dari keluarga kita. Maka di
dalam berdakwah kita haruslah berbenah diri terlebih dahulu, jangan sampai
menjadi orang yang paling dibenci oleh Allah yang hanya mengatakan akan tetapi
tidak melaksanakannya. Maka disini kita sebelum berdakwah seharusnya
memperbaiki diri, jangan sampai seruan kita pada akhirnya menjadi bumerang bagi
diri kita sendiri. Maka berdakwahlah dengan mengajak bukan dengan mengejek.
Maka
terkait dengan materi dakwah dalam ayat ini adalah merupakan tiang terpenting
dari Islam itu sendiri, yaitu Tauhid. Mengesakan Allah SWT dan tidak
menyekutukannya, mengabdi dan taat kepadanya dengan menjalankan segala
perintahnya dan menjauhi dari segala larangannya. Semua itu agar supaya kita
terjauh dari pedihnya siksaan bagi orang yang tidak taat, dan sehingga kita
tidak sampai merasakan panasnya api neraka.
B.
Saran
Demikian pembahasan
makalah mengenai sasaran dakwah, semoga dapat bermanfaat bagi rekan pembaca
sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan
makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; PT Karya Toha Putra Semarang, 1993)
Al-maraghi,
Musthafa Ahmad. Terjemah Tafsir
Al-maraghi 28, CV Toha Putra, 1986)
M Quraish Shihab,
Tafsir al misbah, (Jakarta: Lentera hati, 2002)
Mahmud Syaltut,
Tafsir Al-qur’anul Karim(Bandung; CV.
Diponegoro, 1990)
Muhammad Nasib AR
Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,( Jakarta: Gema Insani Press,2006),
Mustafa Al-
Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi,
(Semarang: Toha Putra, 1993)
Sayyid
Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Terjemahan, Pdf
Usamah abdul
karim, Tafsirul wajiz, (Jakarta: Mussasah Darul Faiqoh, 2008 )
Departemen Agam
RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Yogyakarta: Diponegoro, 2010)
[1] Muhammad Nasib AR Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(
Jakarta: Gema Insani Press,2006), hlm. 751
[4] M Quraish Shihab, Tafsir al misbah, (Jakarta: Lentera hati,
2002), hal 149.
[5] Usamah abdul karim, Tafsirul wajiz, (Jakarta: Mussasah Darul
Faiqoh, 2008 ), hal 377.
[6] Mustafa Al- Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm 205.
[7] Mustafa Al- Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi, …. hlm 208
[8] Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; PT
Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 83
[9] Mahmud Syaltut, Tafsir Al-qur’anul Karim(Bandung; CV. Diponegoro, 1990), h. 185
No comments:
Post a Comment