BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Moral
berasal dari bahasa latin "mores" yang artinya tata cara, kebiasaan,
dan adat. Menurut Hurlock, moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari
standar sosial yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan
dengan sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah
sadar tentang tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu
tersebut akan berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat.
Sedangkan
menurut Immanuel Kant, moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan
norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban
kita. Dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan,
danketetapan tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari
kebiasaan-kebiasaan dari standar sosial yang dipengaruhi dari luar individu
atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Perkembangan
moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral
memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia
tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur
interaksi sosial dalam penyelesaian konflik. Pada usia 4-6 tahun anak mulai
menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkahlaku ada yang baik dan ada yang
tidak baik.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa yang
dimaksud dengan pengertian moral dan perkembangan moral?
2.
Bagaimana perkembangan
moral?
3.
Bagaoimana
Perkembangan Moral menurut Jean Piaget?
4.
Apa saja Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi PerkembanganMoral?
5.
Apa saja konsep-konsep
Pengembangan Moral Anak Usia Dini?
6.
Bagaimana strategi
dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini?
7.
Bagaimana
pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan pengertian moral dan perkembangan moral
2.
Untuk
mengetahui perkembangan moral
3.
Untuk
mengetahui Perkembangan Moral menurut Jean Piaget
4.
Untuk
mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
5.
Untuk
mengetahui konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia Dini
6.
Untuk
mengetahui strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini
7.
Untuk
mengetahui pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Moral dan Perkembangan Moral
Moral
adalah tingkah laku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika. Moral sendiri
dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik dan moral jahat. Moral baik ialah
segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik, begitu juga
sebaliknya dengan moral yang jahat.[1]
Berikut
beberapa pengertian moral :
1.
Moral
adalah nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah
laku seseorang.
2.
Moral
ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang
mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
3.
Moral
adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran tindakan yang
diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
B.
Perkembangan
moral
Perkembangan
moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar
mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal,
yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial
dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian
konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ; Power,2004 ; Walker &Pitts,1998)[6]
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain
Pada
usia Taman Kanak-kanak, anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan
dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral
diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang
dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi
kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut John Dewey tahapan perkembangan
moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan
autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama dan
kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik
tahapan perkembangan moral tersebut.
Sedangkan
menurut Piaget, seorang manusia dalam perkembangan moralnya melalui tahapan
heteronomous dan autonomous. Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan
tahapan hetero-nomous karena pada tahapan ini anak masih sangat labil, mudah
terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan,
proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus.
Manusia
merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan
mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan
berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan
harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral
jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan
moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan
etika yang berlaku. Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam
kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang
positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.[2]
C.
Perkembangan
Moral Jean Piaget
Jean
Piaget lahir di Neuchâtel, Swiss, 9 Agustus1896 adalah seorang filsuf, ilmuwan,
dan psikolog perkembanganSwiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya
tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya. Menurut Ernst von
Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga “perintis besar dalam teori konstruktivis
tentang pengetahuan. Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai
perkembangan moral anak dan remaja. Piaget melakukan observasi dan wawancara
dengan anak-anak usia 4-12 tahun, yaitu:
1.
Melakukan
observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambil mempelajari
bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturan permainan.
2.
Menanyakan
kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis, misalnya mencuri,
berbohong, hukuman dan keadilan.
Dari hasil studi yang telah dilakukan
tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak berpikir dengan 2 cara yang
sangat berbeda tentang moralitas, tergantung pada kedewasaan perkembangan
mereka, antara lain:
1.
Heteronomous
Morality
Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori
Piaget yang terjadi kira-kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan
dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh berubah, yang lepas dari
kendali manusia. Pemikir Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku
dengan mempertimbangkan akibat dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.[3]
a.
Misalnya,
memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk daripada memecahkan 1
gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue.
b.
Pemikir
Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan digugurkan oleh semua
otoritas yang berkuasa.
c.
Ketika
Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam permainan
kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras bahwa aturan harus selalu
sama dan tidak boleh diubah.
d.
Meyakini
keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, hukuman
akan dikenakan segera.
e.
Yakin
bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.
2.
Autonomous
Morality
a.
Tahap
kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkan oleh
anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anak menjadi
sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam
menilai suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud pelaku
dan juga akibat-akibatnya
b.
Bagi
pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang terpenting.
c.
Anak-anak
yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos, dapat menerima perubahan dan
mengakui bahwa aturan hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah
disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan.
d.
Menyadari
bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabila seseorang yang
relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang
anak juga menjadi lebih pintar dalam berpikir tentang persoalan sosial,
terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerjasama. Pemahaman sosial ini
diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling memberi
dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan
dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan merundingkannya,
ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasi antara
orangtua dan anak, orangtua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya
kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan
cara otoriter.
D.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi PerkembanganMoral
Anak
dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai
nilai-nilai luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram
melalui pendidikan, serta lingkungan sosial budaya, mempengaruhi perkembangan
struktur kepribadian bermuatan moral. Ini dialami dalam keluarga bersama teman
sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan sekerja/kegiatan ditengah
lingkungan.
1. Perubahan dalam lingkungan
Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa
pergeseran nilai moral serta sikap warga masyarakat ditengah perubahan dapat
terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku moral individu sebagian
adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan nilai masyarakatnya.
Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses belajar dan
perkembangan moral secara berkondisi.[4]
2.
Struktur
kepribadian
Psiko analisa (freud) menggambarkan perkembangan
kepribadian termasuk moral. dimulai dengan sistem ID, selalu aspek biologis
yang irasional dan tak disadari. Diikuti aspek psikologis yaitu subsistemego
yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego sebagai aspek sosial
yang berisi sistem nilai dan moralmasyarakat. Ketiga subsistem kepribadian
tersebut mempengaruhi perkembangan moral dan perilaku individu. Ketidakserasian
antara subsistem kepribadian, berakibat seseorang sukar menyesuaikan diri,
merasa tak puas dan cemas serta bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang
keserasian antara subsistem kepribadian dalam perkembangan moral akan berpuncak
pada efektifnya kata hati (superego) menampilakan watak/perilaku bermoral
seseorang.
Ada
sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock,
1990).
1.
Peran hati
nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah apabila anak
dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan atas tindakan
yang harus dilakukan.
2.
Peran rasa
bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak seperti yang
diharapkan dan melanggar aturan.
3.
Peran
interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan
menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan
dalam pergaulan dengan orang lain.
E.
Konsep-konsep
Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Menurut
Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk., anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha
mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau
berkarakter baik merupakan tangguang jawab keluarga, sekolah, dan seluruh
komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus,
dan komprehensif. Pengembangan moral
anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan
sekolah
1. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari
dalam keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling
efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.
Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip
oleh Siti Aisyah dkk., ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan
prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai
berikut.[5]
a) Moralitas penghormatan
Hormat
merupakan kuci utama untuk dapar hidup harmonis dengan masyarkat. Moralitas
penghormatan mencakup
1)
Penghormatan
kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam
perilaku yang merugikan diri sendiri.
2)
Penghormatan
kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.
3)
Penghormatan
kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.
4)
Perkembangan
moralitas kehormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak tidak bisa langsung berkembang
menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus
menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan
tersebut.
b)
Mengajarkan
prinsip menghormati
Anak-anak
akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain
menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya.
Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai
pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.
c)
Mengajarkan
dengan contoh
Pembentukan
perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua
bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua
juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral.
Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton
anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara yang berpengaruh
buruk pada perkembangan moralnya.
d)
Mengajarkan
dengan kata-kata
Selain
mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa
yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai
tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.
e)
Mendorong
anak unruk merefleksikan tindakannya
Ketika
anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya
sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang
merebut mainannya, apa reaksinya.
f)
Mengajarkan
anak untuk mengemban tanggung jawab
Anak-anak
harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada
sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung
jawab.
g)
Mengajarkan
keseimbangan antara kebebasan dan control
Keseimbangan
antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang
akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.
h)
Cintailah
anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral
Perhatian
dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan
karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka
mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.
i)
Menciptakan
keluarga bahagia
Pendidikan
moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak
menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan
pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan
keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua
sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.
2.
Pengembangan
kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah
Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan
di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah
dkk., bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia
dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak
mengikuti pendidikan pad ataman kanak-kanak. Menurut Schweinhart[6],
pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh
positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran
pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut
Megawangi, pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.[7]
a)
Memperlakukan
anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
b)
Memberikan
perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik
anak didiknya.
c)
Menjadikan
dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
d)
Membetulkan
perilaku yang salah pada anak didik.
F.
Strategi
dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Pengembangan
moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan
perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian
serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi
dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral
pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi
aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran.
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif
untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan
latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap.
Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang
dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu
menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2.
Strategi
Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap
anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak.
Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan
perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya
anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain
menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama
temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang
berlaku.
3.
Strategi
Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan
dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan
pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat
dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran,
keberanian, persahabatan, dan penghargaan.
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata
sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di
sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan
cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi
pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan
lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada
latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional.
Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada
pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan.
Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada
pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
perilaku baik dan buruk.
Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan
untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan,
2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan
arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7. menantang (challanging).[8]
G.
Pengembangan
Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini
Menurut
Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang
diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam
tindakan, perkataan, dan sikap.
Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami,
mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang
Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam
bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.
Pemahaman
anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk.,
2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)
Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 – 6 tahun.
Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya
fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak
menggunakan daya fantasinya.
2.
Tingkat
Kenyataan (The Realistic Stage)
Tingkat ini dialami anak usia 7 – 15 tahun. Pada masa
ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan
yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan
mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.
3.
Tingkat
Individu (The Individual Stage)
Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke
atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian,
yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi
oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan
pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic.
Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran
agama.
Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada
karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms
sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama
menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya
terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan
dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang
diterimanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Moral
adalah sikap perilaku seseorang yang didasari oleh norma - norma hukum yang
berada dilingkungan tempat dia hidup. Jadi seseorang dapat dikatakan memiliki
moral adalah ketika seseorang sudah hidup dengan mentaati hukum - hukum yang
berlaku di tempat dia hidup.Sedangkan Menurut Lawrence Kohlberg. Tahapan perkembangan
moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan
perkembangan penalaran moralnya. Menurut Kohlberg ada 6 tahapan perkembangan
moral yang dapat teridentifikasi, hal ini didasarkan pada teorinya yang
berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,.
Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang
semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang
melalui tahapan-tahapan konstruktif.
Menurut
penjelasan yang ada di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap anak perlu
mempunyai sikap moral yang positif. Terdapat beberapa fase dalam perkembangan
moral yakni : fase absolut, fase realistis, fase subyektif. Secara umum ada
beberapa tahap perkembangan moral menurut kohlberg yakni, tahap
prokonvensional, tahap konvensional, Tahap pascakonvensional dan menurut J.
Bull perkembangan moral dibagi menjadi 3 yaitu: tahap anomi, tahap heteronomi,
tahap sosionomi, tahap otonomi
B.
Saran
Sebagai
seorang konselor kita seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan moral pada
anak sehingga kita dapat mengupayakan pengembangan moral. Contoh dari
upaya-upaya pengembangan moral adalah menciptakan komunikasi yang baik sehingga
anak-anak harus dirangsang menjadi lebih aktif, menciptakan iklim lingkungan
yang serasi dan mendorong perilaku dan pengembangan moral di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Lilis Suryani dkk. (2008) Metode
Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran
TK. Jakarta: 2005.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan
Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan
Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan
[1] Lilis Suryani dkk. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan
Dsar Anak Usia Dini. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2008), h. 3.1
[2] Masitoh dkk. Strategi Pembelajaran TK. (Jakarta: 2005 ), h. 67
[3] Siti Aisyah dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2007), h. 5.1
[4] Slamet Suyanto. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan
Tinggi. 2005), h. 76
[5] Siti Aisyah dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2007), h. 84.1
[6] Siti Aisyah dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2007), h. 84.2
[7] Siti Aisyah dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2007), h. 84.4
[8] Wantah, Maria J. Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral
pada Anak Usia Dini. (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan an Ketenagaan Perguruan, 2005), h. 127
No comments:
Post a Comment