Sunday, March 31, 2019

Aspek Legal dan Etika Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SD/MI


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Penggunaan internet dan teknologi informasi lainnya pada setiap  negara mempunyai aturan yang jelas dan negara satu dengan negara lain memiliki aturan yang berbeda-beda tergantung kebijakan pemerintah. Peraturan ini disebut juga sebagai etik dan legal dalam teknologi informasi.
Kode etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang dianut oleh pembimbing/konselor dan terbimbing/klien, maka kegiatan layanan bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan yang berlandaskan nilai. Para pembimbing/konselor seharusnya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar kode etik bimbingan dan konseling.
Pekerjaan bimbingan dan konseling memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan bimbingan terlaksana secara pforesional. Kode etik profesional sebagai perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik bimbingan dan konseling dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi terlaksananya profesi bimbingan dan konseling.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan pengertian legal?
2.      Apa saja  etika pelaksanaan BK di SD/MI?
3.      Apa saja kode etik BK?
4.      Bagaimana hubungan BK dengan agama?

C.     Tujuan 
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pengertian legal
2.      Untuk mengetahui etika pelaksanaan BK di SD/MI
3.      Untuk mengetahui kode etik BK
4.      Untuk mengetahui hubungan BK dengan agama



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Legal
Isu merupakan suatu persoalan yang terjadi dan Legal merupakan sesuatu yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan. Jadi isu legal TI dalam bimbingan dan Konseling adalah suatu persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan Teknologi Informasi yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan.
Isu kerahasiaan dan tingkat keamanan pelayanan BK online, seperti data atau masalah yang diadukan oleh individu dibaca oleh orang lain selain konselor dan orang tersebut bukanlah orang yang berhak untuk membaca kasus konseli. Dalam konsling konvensional memang lebih aman dibandingkan dengan konseling via online sehingga data yang diberikan konseli kurang terjamin aman dan menjadi tidak rahasia lagi. Hal ini berbanding terbalik dengan azas yang harus dipegang teguh oleh konselor sehingga ini masih menjadi isu yang hangat pada perkembangan penggunaan TI dalam pelayanan BK di Indonesia.
Konseling yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe- tipe permasalahannya, yaitu:
1.      Caveat merupakan dimana konselor dengan sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki jaminan keamanan yang tidak memadai,
2.      Closed merupakan konselor yang sudah tidak menggunakan situsnya untuk melakukan konseling online akan tetapi masih tetap online  untuk keperluan lain dan juga tidak pernah melakukan up-dating secara berkala,
3.      Gone merupakan situs-situs yang sudah kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses konseling  online dan sudah ditutup.
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan BK online. Dikarenakan layanan BK via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika konselor tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dan budaya konseli sehingga terjadi miss-comunication antara konseli dan konselor. Alhasil pelayanan BK pun tidak menghasilkan hasil yang memuaskan bagi konseli.
Isu kompetensi konselor dalam menggunakan TI dalam melayani konseli yaitu konselor terkadang belum banyak menguasai TI dan permasalahan ini sudah sangat klasik terjadi, yaitu konselor yang gagap teknologi sehingga konselor tidak  dapat melakukan pelayanan berbasis TI.

B.     Etika Pelaksanaan BK di SD/MI
Program bimbingan di sekolah dasar perlu diarahkan pada pengembangan kognitif dan afektif sekaligus. Konsep mereka itu diarahkan pada pengembangan kekuatan ego (ego strength), bukan hanya pada upaya memperbaiki tingkah laku yang salah suai (maladjusted) saja. Program bimbingan dan konseling didasarkan pada prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut:[1]
1.      Bimbingan untuk semua. Setiap siswa memiliki hak untuk mendapatkan layanan bimbingan dari gurunya; fokus bimbingan bukan kepada siswa tertentu melainkan pada siswa yang normal bahkan pada siswa yang cerdas sekalipun.
2.      Bimbingan di SD dilaksanakan oleh semua guru kelas. Jika ada konselor maka tugasnya adalah memberikan layanan konseling dan konsultasi kepada siswa, guru, dan orang tua siswa. Bimbingan diberikan kepada siswa secara langsung dan tidak langsung.
3.      Bimbingan diarahkan untuk membantu siswa mengetahui, memahami, menerima dirinya sendiri baik secara kognitif maupun mecara afektif. Maksudnya bahwa bimbingan diarahkan untuk mengembangkan kompetensi pribadi yang kuat, dan untuk berhubungan secara efektif dengan kegiatan dan tugas hidup sosialnya. Tekanan program bimbingan bukan pada aspek remediasi (penyembuhan siswa yang bermasalah) melainkan pada pengambangan aspek-aspek positif yang dimiliki oleh tiap siswa.[2]
4.      Bimbingan dapat diberikan secara informal dan incidental namun alangkah lebih baiknya jika dilaksanakan secara terencana dan terprogram. Program bimbingan memberikan pengalaman yang runtut dan berkelanjutan untuk membantu siswa mencapai tugas perkembangan baik dalam aspek intelektual maupun aspek emosional. Kurikulum memberikan pengalaman kepada siswa yang memungkinkan para guru dapat mengintegrasikan prosedur bimbingan dengan materi pelajaran. Fungsi bimbingan dari guru atau konselor adalah membantu siswa untuk mencapai kurikulum secara sukses. Oleh karena itu, para guru membutuhkan ketrampilan-ketrampilan bimbingan untuk membuat kurikulum menjadi pengalaman yang bermakna bagi setiap siswa.
5.      Bimbingan di sekolah dasar menempatkan tekanan pada pencapaian tujuan dan kebermaknaan pengalaman belajar. Tujuan yang ditetapkan oleh guru dan yang diharapkan oleh siswa harus sesuai. Perencanaaan guru dan penilaian siswa adalah prosedur dasar untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.[3]
6.      Bimbingan difokuskan pada asset. Artinya upaya guru dalam membantu anak harus bertitik tolak dari potensi siswa, dan melakukan apa yang terbaik buat siswa. Tindakan guru merupakan proses-proses yang membuat siswa melakukan sesuatu sesuai dengan kekuatan potensi yang dimilikinya.
7.      Bimbingan mengakui bahwa siswa tengah mengalami proses, berarti guru harus lebih banyak melihat anak dari sisi positif dari pada sisi negatifnya.
8.      Program bimbingan kerja sama akan dapat terlaksana sangat efektif jika diupayakan melalui kerja sama yang baik antara guru, siswa, orang tua siswa, tenaga administrative dan sumber-sumber daya yang ada di masyarakat sekitar.
Selain prinsip-prinsip diatas dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di SD perlu diperhatikan juga prinsip-prinsip berikut:[4]
1.      Karena bimbingan dan konseling berhubungan dengan sikap dan perilaku individu (siswa), maka perlu diingat bahwa sikap dan prilaku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan rumit
2.      Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individu orang-orang yang akan dibimbing (siswa). Berikan bimbingan yg tepat, sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh individu yang dibimbing.
3.      Bimbingan adalah suatu proses membantu individu (siswa) untuk dapat membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
4.      Bimbingan hendaknya bertitik tolak pada individu (siswa) yang dibimbing
5.      Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh guru pembimbing di SD, harus diserahkan kepada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang memecahkannya.
6.      Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu (siswa) yang akan dibimbing
7.      Bimbingan harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu (siswa) yang dibimbing dan masyarakat.
8.      Program bimbingan di SD harus sesuai dengan program SD yang bersangkutan.
9.      Pelaksanaan program bimbingan harus disimpan oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan dapat menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di luar SD
10.  Terhadap program bimbingan harus selalu diadakan penilaian berkala untuk mengetahui sampai dimana hasil yang telah dicapai dan mengetahui apakah program itu sesuai dengan apa yang direncanakan semula.


C.     Kode Etik Dalam BK
Untuk menyatukan pandangan tentang kode etik jabatan. Berikut ini dikemukakan suatu rumusan dari Winkle (1992): “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.”
Sehubungan dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:[5]
1.      Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2.      Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri yang bukan wewenangnya.
3.      Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi orang seperti telah dikemukakan maka seorang pembimbing harus:
a)      Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b)      Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c)      Menunjukkan penghargaaan yang sama kepada bermacam-macam klien. Pembimbing harus memperlakukan klien dengan derajat yang sama.
d)      Pembimbing tidak diperkenankan:
(1)   Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
(2)   Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
(3)   Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
(4)   Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien tersebut.
(5)   Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
(6)   Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan pengabdian penuh.
Di samping urusan tersebut, pada kesempatan ini dikemukakan rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986), yaitu:
a)      Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien.
b)      Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
c)      Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status social ekonominya.
d)      Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
e)      Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
f)        Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya.
g)      Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
h)      Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
i)        Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan dengan sabaik-baiknya.
j)        Seluruh catatan tentang diri klien ,erupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasiaan ini.
k)      Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
l)        Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf inteligensi, minat, bakat, dan kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
m)    Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan aetaraf dengan informasi lainnya.
n)      Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alas an digunakannya tes psikologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
o)      Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan kepada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahu itu tidak ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.

D.    Hubungan BK dengan Agama
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.[6]
Pendidikan agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan tidak hanya  berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan pembinaan (pembimbingan) kesehatan mental.
Ada beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
1.      Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2.      Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, pesimis dan merasakan kegelisahan.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.
3.      Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati.[7]
4.      Ajaran agama sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6.      Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat.



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan hal yang sangat erat hubunganya dengan pendidikan.  Di dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling ini sangat penting agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pada masa Sekolah Dasar seorang guru pembimbing seperti guru BK atau guru kelas yang merangkap sebagai guru BK bagi anak didiknya sangat berperan penting dalam mengarahkan peserta didik dalam perkembangan perilakunya dan perkembangannya dalam melaksanakan pembelajaran.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai aspek legal dan etika pelaksanaan bimbingan dan konseling MI/SD serta hubungan BK dengan agama, semoga dapat bermanfaat bagi kita sekalian.  Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Dasar (SD), (Jurnal Pdf, Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan, 2016)

Linda L. Davidoff, Introducction To Psychology, psikologi suatu Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996)

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1999)

Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta: CV. Andi OFFSET, 2004)

Aqib, Zainal, Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung: Yrama. Widya, 2012.

Sukardi, Dewa Ketut & Desak P.E.N.K. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.



[1] Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Dasar (SD), (Jurnal Pdf, Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan, 2016)
[2] Sukardi, Dewa Ketut & Desak P.E.N.K. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), h. 77
[3] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta: CV. Andi OFFSET, 2004), h. 37
[4] Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. …hlm. 28
[5] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta: CV. Andi OFFSET, 2004), h. 37123
[6] Linda L. Davidoff, Introducction To Psychology, psikologi suatu Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 67
[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1999), hlm. 102

No comments:

Post a Comment