BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penggunaan
internet dan teknologi informasi lainnya pada setiap negara mempunyai aturan yang jelas dan negara
satu dengan negara lain memiliki aturan yang berbeda-beda tergantung kebijakan
pemerintah. Peraturan ini disebut juga sebagai etik dan legal dalam teknologi
informasi.
Kode
etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai
kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan
dan konseling tidak bisa lepas dari nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang
dianut oleh pembimbing/konselor dan terbimbing/klien, maka kegiatan layanan
bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan yang
berlandaskan nilai. Para pembimbing/konselor seharusnya berfikir dan bertindak
atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal.
Dalam hubungan inilah para pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar
kode etik bimbingan dan konseling.
Pekerjaan
bimbingan dan konseling memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan
bimbingan terlaksana secara pforesional. Kode etik profesional sebagai
perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai
dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik bimbingan dan konseling
dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi
terlaksananya profesi bimbingan dan konseling.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian legal?
2. Apa saja
etika pelaksanaan BK di SD/MI?
3. Apa saja kode etik BK?
4. Bagaimana hubungan BK dengan agama?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan
pengertian legal
2. Untuk mengetahui etika pelaksanaan BK di SD/MI
3. Untuk mengetahui kode etik BK
4. Untuk mengetahui hubungan BK dengan agama
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Legal
Isu
merupakan suatu persoalan yang terjadi dan Legal merupakan sesuatu yang
disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan. Jadi
isu legal TI dalam bimbingan dan Konseling adalah suatu persoalan yang terjadi
dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan Teknologi
Informasi yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan
aturan.
Isu
kerahasiaan dan tingkat keamanan pelayanan BK online, seperti data atau masalah
yang diadukan oleh individu dibaca oleh orang lain selain konselor dan orang
tersebut bukanlah orang yang berhak untuk membaca kasus konseli. Dalam konsling
konvensional memang lebih aman dibandingkan dengan konseling via online
sehingga data yang diberikan konseli kurang terjamin aman dan menjadi tidak
rahasia lagi. Hal ini berbanding terbalik dengan azas yang harus dipegang teguh
oleh konselor sehingga ini masih menjadi isu yang hangat pada perkembangan
penggunaan TI dalam pelayanan BK di Indonesia.
Konseling
yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe-
tipe permasalahannya, yaitu:
1. Caveat merupakan dimana konselor dengan
sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki jaminan keamanan yang tidak
memadai,
2. Closed merupakan konselor yang sudah tidak
menggunakan situsnya untuk melakukan konseling online akan tetapi masih tetap
online untuk keperluan lain dan juga
tidak pernah melakukan up-dating secara berkala,
3. Gone merupakan situs-situs yang sudah
kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses konseling online dan sudah ditutup.
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika
melakukan layanan BK online. Dikarenakan layanan BK via online tidak mengenal
letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan bahwa konselor
mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika
konselor tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dan budaya konseli
sehingga terjadi miss-comunication antara konseli dan konselor. Alhasil
pelayanan BK pun tidak menghasilkan hasil yang memuaskan bagi konseli.
Isu kompetensi konselor dalam menggunakan TI
dalam melayani konseli yaitu konselor terkadang belum banyak menguasai TI dan
permasalahan ini sudah sangat klasik terjadi, yaitu konselor yang gagap
teknologi sehingga konselor tidak dapat
melakukan pelayanan berbasis TI.
B.
Etika
Pelaksanaan BK di SD/MI
Program
bimbingan di sekolah dasar perlu diarahkan pada pengembangan kognitif dan
afektif sekaligus. Konsep mereka itu diarahkan pada pengembangan kekuatan ego
(ego strength), bukan hanya pada upaya memperbaiki tingkah laku yang salah suai
(maladjusted) saja. Program bimbingan dan konseling didasarkan pada
prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut:[1]
1.
Bimbingan
untuk semua. Setiap siswa memiliki hak untuk mendapatkan layanan bimbingan dari
gurunya; fokus bimbingan bukan kepada siswa tertentu melainkan pada siswa yang
normal bahkan pada siswa yang cerdas sekalipun.
2.
Bimbingan
di SD dilaksanakan oleh semua guru kelas. Jika ada konselor maka tugasnya
adalah memberikan layanan konseling dan konsultasi kepada siswa, guru, dan
orang tua siswa. Bimbingan diberikan kepada siswa secara langsung dan tidak
langsung.
3.
Bimbingan
diarahkan untuk membantu siswa mengetahui, memahami, menerima dirinya sendiri
baik secara kognitif maupun mecara afektif. Maksudnya bahwa bimbingan diarahkan
untuk mengembangkan kompetensi pribadi yang kuat, dan untuk berhubungan secara
efektif dengan kegiatan dan tugas hidup sosialnya. Tekanan program bimbingan bukan
pada aspek remediasi (penyembuhan siswa yang bermasalah) melainkan pada
pengambangan aspek-aspek positif yang dimiliki oleh tiap siswa.[2]
4.
Bimbingan
dapat diberikan secara informal dan incidental namun alangkah lebih baiknya
jika dilaksanakan secara terencana dan terprogram. Program bimbingan memberikan
pengalaman yang runtut dan berkelanjutan untuk membantu siswa mencapai tugas
perkembangan baik dalam aspek intelektual maupun aspek emosional. Kurikulum
memberikan pengalaman kepada siswa yang memungkinkan para guru dapat
mengintegrasikan prosedur bimbingan dengan materi pelajaran. Fungsi bimbingan
dari guru atau konselor adalah membantu siswa untuk mencapai kurikulum secara
sukses. Oleh karena itu, para guru membutuhkan ketrampilan-ketrampilan
bimbingan untuk membuat kurikulum menjadi pengalaman yang bermakna bagi setiap
siswa.
5.
Bimbingan
di sekolah dasar menempatkan tekanan pada pencapaian tujuan dan kebermaknaan
pengalaman belajar. Tujuan yang ditetapkan oleh guru dan yang diharapkan oleh
siswa harus sesuai. Perencanaaan guru dan penilaian siswa adalah prosedur dasar
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.[3]
6.
Bimbingan
difokuskan pada asset. Artinya upaya guru dalam membantu anak harus bertitik
tolak dari potensi siswa, dan melakukan apa yang terbaik buat siswa. Tindakan
guru merupakan proses-proses yang membuat siswa melakukan sesuatu sesuai dengan
kekuatan potensi yang dimilikinya.
7.
Bimbingan
mengakui bahwa siswa tengah mengalami proses, berarti guru harus lebih banyak
melihat anak dari sisi positif dari pada sisi negatifnya.
8.
Program
bimbingan kerja sama akan dapat terlaksana sangat efektif jika diupayakan
melalui kerja sama yang baik antara guru, siswa, orang tua siswa, tenaga
administrative dan sumber-sumber daya yang ada di masyarakat sekitar.
Selain prinsip-prinsip diatas dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling di SD perlu diperhatikan juga
prinsip-prinsip berikut:[4]
1.
Karena
bimbingan dan konseling berhubungan dengan sikap dan perilaku individu (siswa),
maka perlu diingat bahwa sikap dan prilaku individu terbentuk dari segala aspek
kepribadian yang unik dan rumit
2.
Perlu
dikenal dan dipahami perbedaan individu orang-orang yang akan dibimbing
(siswa). Berikan bimbingan yg tepat, sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan
oleh individu yang dibimbing.
3.
Bimbingan
adalah suatu proses membantu individu (siswa) untuk dapat membantu dirinya
sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
4.
Bimbingan
hendaknya bertitik tolak pada individu (siswa) yang dibimbing
5.
Masalah
yang tidak dapat diselesaikan oleh guru pembimbing di SD, harus diserahkan
kepada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang memecahkannya.
6.
Bimbingan
dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu (siswa) yang
akan dibimbing
7.
Bimbingan
harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu (siswa) yang
dibimbing dan masyarakat.
8.
Program
bimbingan di SD harus sesuai dengan program SD yang bersangkutan.
9.
Pelaksanaan
program bimbingan harus disimpan oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam
bidang bimbingan dan dapat menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada
di luar SD
10. Terhadap program bimbingan harus selalu
diadakan penilaian berkala untuk mengetahui sampai dimana hasil yang telah
dicapai dan mengetahui apakah program itu sesuai dengan apa yang direncanakan
semula.
C.
Kode
Etik Dalam BK
Untuk
menyatukan pandangan tentang kode etik jabatan. Berikut ini dikemukakan suatu
rumusan dari Winkle (1992): “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata
cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.”
Sehubungan
dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode etik
bimbingan dan konseling sebagai berikut:[5]
1.
Pembimbing
atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan
harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2.
Pembimbing
harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena
itu, pembimbing jangan sampai mencampuri yang bukan wewenangnya.
3.
Oleh
karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi orang
seperti telah dikemukakan maka seorang pembimbing harus:
a)
Dapat
memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b)
Menunjukkan
sikap hormat kepada klien.
c)
Menunjukkan
penghargaaan yang sama kepada bermacam-macam klien. Pembimbing harus
memperlakukan klien dengan derajat yang sama.
d)
Pembimbing
tidak diperkenankan:
(1)
Menggunakan
tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
(2)
Menggunakan
alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
(3)
Mengambil
tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
(4)
Mengalihkan
klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien tersebut.
(5)
Meminta
bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya
ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan
dan konseling.
(6)
Pembimbing
harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan
pengabdian penuh.
Di
samping urusan tersebut, pada kesempatan ini dikemukakan rumusan kode etik
bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia, yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986), yaitu:
a)
Pembimbing/konselor
menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien.
b)
Pembimbing/konselor
menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
c)
Pembimbing/konselor
tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau
status social ekonominya.
d)
Pembimbing/konselor
dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti
kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang
dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan
klien.
e)
Pembimbing/konselor
mempunyai serta memperlihatkan sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan
percaya pada paham hidup sehat.
f)
Pembimbing/konselor
terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya.
g)
Pembimbing/konselor
memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-orang yang
dilayani maupun terhadap profesinya.
h)
Pembimbing/konselor
mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
i)
Pembimbing/konselor
menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku
orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan dan prosedur layanan
bimbingan guna memberikan layanan dengan sabaik-baiknya.
j)
Seluruh
catatan tentang diri klien ,erupakan informasi yang bersifat rahasia, dan
pembimbing menjaga kerahasiaan ini.
k)
Sesuatu
tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
l)
Testing
psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang
membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf inteligensi,
minat, bakat, dan kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
m)
Data hasil
tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh
dari sumber lain, serta harus diperlakukan aetaraf dengan informasi lainnya.
n)
Konselor
memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alas an digunakannya tes
psikologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
o)
Hasil tes
psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan
tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan kepada pihak lain,
sejauh pihak yang diberitahu itu tidak ada hubungannya dengan usaha bantuan
pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.
D.
Hubungan
BK dengan Agama
Menurut
pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan
seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari
pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam
kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap
kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang
baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai
dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan
dalam pembinaan kepribadian.[6]
Pendidikan
agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan
tidak hanya berarti memberi pelajaran
agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap
pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman
jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.
Dengan
demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang
percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya
dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan pembinaan
(pembimbingan) kesehatan mental.
Ada
beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program
penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
1. Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam
hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa
kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada
Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam
hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan
menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai
dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama
dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2. Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan
hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga
apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri,
pesimis dan merasakan kegelisahan.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka
ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan
tawakal.
3. Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa
yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah
agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan
perintah agama ia mendapat ketenangan hati.[7]
4. Ajaran agama sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab
atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah
terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya
penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa,
sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal
ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada
Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari
gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6. Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian
seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang
diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai
nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang
baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan
mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan
masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bimbingan
dan konseling merupakan hal yang sangat erat hubunganya dengan pendidikan. Di dalam dunia pendidikan, bimbingan dan
konseling ini sangat penting agar individu dapat memahami dirinya,
lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pada
masa Sekolah Dasar seorang guru pembimbing seperti guru BK atau guru kelas yang
merangkap sebagai guru BK bagi anak didiknya sangat berperan penting dalam
mengarahkan peserta didik dalam perkembangan perilakunya dan perkembangannya
dalam melaksanakan pembelajaran.
B.
Saran
Demikianlah pembahasan
makalah mengenai aspek legal dan etika pelaksanaan bimbingan dan konseling MI/SD
serta hubungan BK dengan agama, semoga dapat bermanfaat bagi kita
sekalian. Kritik dan saran sangat
pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan, Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Dan
Konseling Sekolah Dasar (SD), (Jurnal Pdf, Direktorat Jenderal Guru Dan
Tenaga Kependidikan, 2016)
Linda L.
Davidoff, Introducction To Psychology, psikologi suatu Pengantar,
(terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996)
Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1999)
Bimo Walgito, Bimbingan
dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta: CV. Andi OFFSET, 2004)
Aqib, Zainal,
Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung: Yrama. Widya,
2012.
Sukardi, Dewa
Ketut & Desak P.E.N.K. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.
[1] Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Dasar (SD), (Jurnal Pdf,
Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan, 2016)
[2] Sukardi, Dewa Ketut & Desak P.E.N.K. Proses Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), h. 77
[3] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta:
CV. Andi OFFSET, 2004), h. 37
[4] Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. …hlm. 28
[5] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling studi Karir, (Yogyakarta:
CV. Andi OFFSET, 2004), h. 37123
[6] Linda L. Davidoff, Introducction To Psychology, psikologi suatu
Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 67
[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina
Aksara, 1999), hlm. 102
No comments:
Post a Comment