Monday, September 24, 2018

Makalah Sistem Ekonomi Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Ilmu ekonomi tergolong dalam kelompok ilmu sosial. Sasaran kajiannya adalah cara manusia mengatur diri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.2 Usaha manusia ini berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang turut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan memenuhi kebutuhan itu. Dalam ruang lingkup masyarakat ini ikhtiar manusia ditentukan oleh norma-norma, aturan kelakuan, cara-cara sesuatu dikerjakan dalam masyarakat, yang tercermin dalam pengaturan kelembagaan (institutional arrangement) dalam masyarakat, dan membentuk sistem ekonomi.[1]
Dalam sistem ekonomi berlaku satuan ekonomi (economic unit), seperti satuan rumah tangga, satuan firma-perusahaan serikat buruh, aparatur pemerintah, dan lain-lain lembaga yang terhimpun untuk melaksanakan ikhtiar mencapai tujuan ekonomi. Dalam sistem ekonomi juga terdapat pelaku ekonomi (economic agent), yaitu mereka yang mewujudkan suatu fungsi ekonomi tertentu, seperti konsumen, produsen, investor, dan lain-lain.
Berbagai satuan ekonomi, pelaku ekonomi dan kelembagaan ini bekerja dalam satu hubungan pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya sehingga berfungsi secara konsisten. Yang penting adalah bahwa sistem ini mampu menanggapi gangguan luar dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang berobah-obah. Suatu sistem ekonomi harus mampu bertahan menghadapi berbagai gangguan perobahan. Selama ini telah lahir bermacam-macam sistem ekonomi, namun banyak pula kemudian tenggelam dilanda arus perobahan.
Di antara sistem ekonomi yang masih berpengaruh adalah sistem ekonomi pasar (kapitalisme) dan sistem ekonomi komando (sosialisme). Pertumbuhan ekonomi dunia banyak dirangsang oleh pertarungan antara dua sistem ini. Gagalnya kedua sistem ini dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu, umat manusia sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen berperan dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagian umat manusia sejati. Sistem ekonomi Islam tampil sebagai solusi, bukan opsi, yang banyak mendapat perhatian dunia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian Ekonomi Islam?
2.      Bagaimana sejarah Berdirinya Ekonomi Islam?
3.      Bagaimana Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia?
4.      Bagaimana Penerapan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia?
5.      Bagaimana Sistem Ekonomi Islam?

C.     Tujuan Pembahasan  
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian Ekonomi Islam
2.      Untuk mengetahui sejarah Berdirinya Ekonomi Islam
3.      Untuk mengetahui Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
4.      Untuk mengetahui Penerapan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
5.      Untuk mengetahui Sistem Ekonomi Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Ekonomi Islam
Pengertian pembangunan ekonomi dalam Islam, berdasarkan pemahaman terhadap syari‟ah, bersumber dari al-qur’ân dan alhadîs, dengan penekanan bahwa keberhasilan pembangunan harus disertai pengetahuan tentang konsep-konsep pembangunan klasik dan modern, serta pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam melakukan usaha pembangunan. Pembangunan dalam pemikiran Islam bermula dari kata ‘imârah  عَرةما َatau ta’mîrْع مْي ر)َت ,(sebagaimana isyarat dalam Q.S. Hud: 61.„…Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya…‟ dihubungkan dengan penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi, Q.S. al-Baqarah: 30. „Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:  Sesungguhnya Aku menjadikan khalifah di muka bumi...‟ yakni manusia yang ditugaskan untuk melakukan pembangunan, sehingga tercipta kemakmuran. ْعَمَر) mara’ista Kalimat  berasal yang) ا ْستَ dari kata „amara‟ (رَم َع ( َbermakna: permintaan atau perintah daru Allah yang bersifat mutlak agar bangsa manusia menciptakan kemakmuran di muka bumi melalui usaha pembangunan.[2]
Sebagaimana dijelaskan Al-Qurţubî dalam kitab tafsirnya, bahwa ayat tersebut mengandung arti „perintah‟ bersifat mutlak dan hukumnya adalah wajib, agar manusia memakmurkan kehidupan dengan melakukan pembangunan. Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Nurcholis Madjid (pembangunan merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi yang akan dipertanggungjawabkannya nanti di hadapan Allah. Penjabaran pemenuhan fungsi kekhalifahan ini sangat penting artinya, agar manusia mengerti benar caranya berperan. Penjabaran ini memerlukan reinterpretasi terhadap berbagai konsep pembangunan. Dawam Rahardjo (1983) pembangunan merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan, dengan merealisasikan sibghah Allah dalam mewujudkan ummatan wasathan.
Sedangkan istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut, ”economic development is growth plus change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi).
Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ekonom bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor pertanian yang tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Dalam kajian ekonomi, kedua istilah di atas terkadang digunakan dalam konteks yang hampir sama. Banyak orang mencampuradukkan penggunaan kedua istilah tersebut. Pencampur adukan istilah ini walaupun tidak dapat dibenarkan, pada dasarnya tidak terlalu mempengaruhi kajian ekonomi, karena inti pembahasan pada akhirnya akan berhubungan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara.[3]
Dalam berbagai literatur tentang ekonomi Islam, kedua istilah ini juga ditemukan. Ekonomi Islam pada dasarnya memandang bahwa pertumbuhan ekonomi adalah bagian dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi didefenisikan dengan a suistained growth of a right kind of output which can contribute to human welfare. (Pertumbuhan terus-menerus dari factor produksi secara benar yang mampu memberikan konstribusi bagi kesejahteraan manusia).
Berdasarkan pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam merupakan hal yang sarat nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh factor produksi tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan manusia. Sedangkan istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan)
Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral.

B.     Sejarah Berdirinya Ekonomi Islam
Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan islam memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang beranggotakan tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu, serta ekonomi islam ini sesuai dengan pedoman seluruh umat islam di dunia yaitu di dalam Al-Qur‟an yang mengatakan bahwa jika kamu akan bermuamalah, hendaklah kamu menuliskannya dengan benar, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakannya (apa yang akan dituliskan itu), dan janganlah orang itu mengurangi sedikit pun dari utangnya. [4]
Jika orang yang mengutang itu lemah akalnya atau lemah keadaanya atau tidak mampu mengimlakannya, maka hendaklah walinya yang mengimlakannya dengan jujur. Selain itu juga harus didatangkan dua orang saksi dari orang lelaki. Jika tidak ada maka boleh dengan seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu kehendaki, dan jangalah saksi itu enggan memberikan memberi keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah engkau jemu menulis utang itu baik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayaranya. Kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai kamu, maka tak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskanya. Dan persaksikanlah apabila kau berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan (Q, S Al-Baqarah: 282). Sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar ….” (Q.S. Al Baqarah: 282)
Perkembangan ekonomi islam yang semakin marak ini merupakan cerminan dan kerinduan umat islam di Indonesia ini khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh Allah SWT. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi islam dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun 1992.
Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.

C.     Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
Dikutip dalam sebuah artikel bahwa, "Di Indonesia, praktek ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah sudah ada sejak 1992. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun, pada decade hingga tahun 1998, perkembangan bank syariah boleh dibilang agak lambat. Pasalnya, sebelum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak ada perangkat hukum yang mendukung sistem operasional bank syariah kecuali UU No. 7 Tahun 1992 dan PP No. 72 Tahun 1992.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil. Selebihnya bank syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. Karenanya manajemen bank-bank syariah cenderung mengadopsi produk-produk perbankan konvensional yang “disyariatkan”. Dengan variasi produk yang terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat terakomodasi dan produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank konvensional." Perkembangan sistem ekonomi syariah di indonesia sendiri belum sebegitu pesat seperti di negara-negara lain, Secara sederhana, perkembangan itu dikelompokkan menjadi perkembangan industri keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah non keuangan. Industri keuangan syariah relatif dapat dilihat dan diukur perkembangannya melalui data-data keuangan yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk mengetahuinya.[5]
Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 21 unit usaha syariah bank konvensional, 528 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105 Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset perbankan syariah per Maret 2007 lebih dari Rp. 28 triliun dengan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai 22 Triliun.
Meskipun asset perbankan syariah baru mencapai 1,63 persen dan dana pihak ketiga yang dihimpun baru mencapai 1,64% dari total asset perbankan nasional (per Februari 2007), namun pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan, pada tahun 2008, share industri perbankan syariah diharapkan mencapai 5 persen dari total industri perbankan nasional. Di sektor pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksa dana dan obligasi syariah juga terus meningkat. Sekarang ini terdapat 20 reksa dana syariah dengan jumlah dana kelola 638,8 miliar rupiah. Jumlah obligasi syariah sekarang ini mencapai 17 buah dengan nilai emisi mencapai 2,209 triliun rupiah.
Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis syariah terdiri dari 30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi prinsipprinsip syariah. Data pada akhir Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp325,90 triliun atau 43% dari total nilai kapitalisasi pasar di BEJ. Sementara itu, volume perdagangan saham JII sebesar 348,9 juta lembar saham atau 39% dari total volume perdagangan saham dan nilai perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar atau 42% dari total nilai perdagangan saham. Peranan pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan syariah di Indonesia adalah penerbitan Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN).
Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan yang menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun, market share asuransi syariah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di bidang multifinance pun semakin berkembang dengan meningkatnya minat beberapa perusahaan multifinance dengan pembiayaan secara syariah. Angka-angka ini diharapkan semakin meningkat seiiring dengan meningkatnya permintaan dan tingkat imbalan (rate of return) dari masing-masing produk keuangan syariah.
Di sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, demikian juga dengan asset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance dan mungkin micro-mutual-fund (reksa dana mikro). Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari bangunan ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi syariah juga mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi nonkeuangan dalam kegiatan ekonomi ini juga semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran masyarakat  terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana tersebut.

D.    Penerapan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu Negara Islam terbesar di dunia. Dengan kata lain umat muslim di Indonesia sangat membutuhkan segala sesuatu yang halal, termasuk hukum syariah dalam ekonomi Islam. Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Agustianto menjelaskan bahwa sejarah pergerakan ekonomi Islam di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1911, yaitu sejak berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidangi oleh para entrepreneur dan para tokoh Muslim saat itu. “Artinya ekonomi Islam sudah di jalankan sejak jaman itu," kata dia. Melihat perkembangan ekonomi syariah saat ini, dapat dikatakan adalah cerminan dan kerinduan umat Islam Indonesia untuk kembali menghidupkan semangat para entrepreneur muslim masa silam dalam dunia bisnis dan perdagangan, sebagaimana juga menjadi ajaran Nabi Muhammad SAW dan sunah yang diteladankannya kepada umatnya.[6]
“Dalam masa yang panjang peran umat Islam dalam dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia cenderung termarginalkan. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentumnya untuk tumbuh kembali, baru beberapa tahun belakangan ini," kata dia. Ekonomi syariah tumbuh kembali semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, lahir pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah BMT.
Namun sayangnya, Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di Indonesia yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syari„ah sebagai hasil kerja Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai realisasi kerja sama dengan IIUM Malaysia. Agustianto menjelaskan, perkembangan ekonomi syariah dalam bentuk lembaga perbankan dan keuangan syariah memang menunjukkan perkembangannya yang sangat pesat. Orang yang akan melakukan ekonomi syariah sudah dapat dengan mudah didukung oleh lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti Perbankan Syariah, Asuransi Syariah,
Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Leasing Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah, lembaga keuangan publik Islam seperti Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai bentuk bisnis syariah lainnya.[7]
Namun sayangnya, meskipun perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah demikian cepat, namun dari sisi hukum atau peraturan perundangundangan yang mengaturnya masih jauh tertinggal, termasuk hukum-hukum yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa bisnis (hukum dagang) syariah. “Padahal secara yuridis, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang sangat kuat," katanya. Dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar.
Ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai. Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai. Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam.
“Dalam menerapkan kembali ekonomi syariah di Indonesia maka yang sangat perlu diperhatikan adalah peranan pemerintah yang tidak hanya memperhatikan segi regulasi dan legal formal saja, tetapi juga keberpihakan yang riil kepada lembaga perbankan dan keuangan syari„ah dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan," katanya. Misalnya, seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah. [8]
Selain itu, ekonomi syariah, tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah itu sendiri, tidak juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), tetapi semua stakeholder yang harus bekerja sama dengan pemerintah (Depkeu, BI, Departemen terkait), ulama, parlemen (DPR/DPRD), perguruan tinggi, pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam pada umumnya. “Mereka harus mempercepat perkembangan ekonomi. Masalah sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah juga saat ini masih minim. Ini harus terus-menerus dilakukan sosialisasinya, karena tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat rendah," katanya.

E.     Sistem Ekonomi Islam
Kajian ilmiah tentang sistem ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi di berbagai Universitas Islam dan umum. Hasil kajian tersebut dalam tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan didirikan Islamic Development Bank di Jeddah tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya bank-bank Islam di kawasan Timur Tengah. Hal ini bahkan banyak menggiring asumsi masyarakat bahwa sistem ekonomi Islam adalah Bank Islam, padahal sistem ekonomi Islam mencakup ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, keuangan publik, model pembangunan ekonomi dan instrumen-instrumennya. Keraguan banyak pihak tentang eksistensi sistem ekonomi Islam sebagai model alternatif sebuah sistem tak terelakan, bahwa sistem ekonomi Islam hanyalah akomodasi dari sistem Kapitalis dan Sosialis nyaring disuarakan. Tetapi hal tersebut terbantahkan baik melalui pendekatan historis dan faktual karena pada kenyataanya, terlepas dari beberapa kesamaan dengan sistem ekonomi lainnya terdapat karakteristis khusus bagi sistem ekonomi Islam sebagai landasan bagi terbentuknya suatu sistem yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat.[9]
Sistem ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral dan komphensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengacu pada saripati ajaran Islam. Kesesuaian sistem tersebut dengan fitrah manusia tidak ditinggalkan, keselarasan inilah sehingga tidak terjadi benturan-benturan dalam implementasinya, kebebasan berekonomi terkendali menjadi ciri dan prinsip sistem ekonomi Islam, kebebasan memiliki unsur produksi dalam menjalankan roda perekonomian merupakan bagian penting dengan tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar, tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dengan segala potensi yang dimilikinya, kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap indivudu terhadap masyarakatnya, keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif inilah menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa merusak sistem sosial yang ada.
Manusia memiliki kecenderungan untuk berkompetisi dalam segala hal. Persaingan bebas menjadi ciri Islam dalam menggerakan perekonomian, pasar adalah cerminan dari berlakunya hukum penawaran dan permintaan yang direpresentasikan oleh harga, tetapi kebebasan ini haruslah ada aturan mainnya sehingga kebebasan tersebut tidak cacat, pasar tidak terdistorsi oleh tangan-tangan yang sengaja mempermainkannya; larangan adanya bentuk monopoli, kecurangan, dan praktek riba adalah jaminan terhadap terciptanya suatu mekanisme pasar yang sehat dan persamaan peluang untuk berusaha tanpa adanya keistimewaan-keistimewaan pada pihak-pihak tertentu.[10]
Equilibrium (keseimbangan) adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh setiap sistem ekonomi, karena ia merupakan cermin dari keadilan ekonomi itu sendiri. Dalam hal ini, Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Landasan utama menyeimbangkan perekonomian tercermin dari mekanisme yang ditetapkan oleh Islam, sehingga tidak terjadi penyimpangan pada sektor-sektor perekonomian tertentu dengan tidak adanya optimalisasi untuk menggerakan seluruh potensi dan elemen yang ada dalam skala makro. Secara sistematis perangkat penyeimbang perekonomian dalam Islam berupa:
Pertama, diwajibkannya zakat terhadap harta yang tidak diinvestasikan. Hal ini mendorong pemilik harta untuk menginves hartanya dan pada saat yang sama zakat tidak diwajibkan kecuali terhadap laba dari harta yang diinvestasikan. Islam tidak mengenal batasan minimal untuk laba, dan hal ini menyebabkan para pemlik harta berusaha menginvestasikan hartanya walaupun ada kemungkinan adanya kerugian hingga batasan wajib zakat yang akan dikeluarkan, sehingga kemungkinan kondisi resesi dalam Islam dapat dihindari.
Kedua, sistem bagi hasil dalam berusaha (profit and loss sharing) yang mengggantikan pranata bunga, membuka peluang yang sama antara pemodal dan pengusaha, keberpihakan sistem bunga kepada pemodal dapat dihilangkan dalam sistem bagi hasil. Sistem inipun dapat menyeimbangkan antara sektor moneter dan sektor riil.
Ketiga, adanya keterkaitan yang erat antara otoritas moneter dengan sektor belanja negara, sehingga pencetakan uang tidak mungkin dilakukan kecuali ada sebab-sebab ekonomi riil, hal ini dapat menekan timbulnya inflasi.
Keempat, keadilan dalam disribusi pendapatan dan harta. Fakir miskin dan pihak yang tidak mampu ditingkatkan pola konsumsinya dengan mekanisme zakat, daya beli kaum dhu’afa meningkat sehingga berdampak pada meningkatnya permintaan riil di tengah masyarakat dan tersedianya lapangan kerja.[11]
Kelima, intervensi negara dalam roda perekonomian. Negara memiliki wewenang untuk intervensi dalam roda perekonomian pada hal-hal tertentu yang tidak dapat diserahkan kepada sektor privat untuk menjalankannya seperti membangun fasilitas umum dan memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Ada dua fungsi negara dalam roda perekonomian, yaitu: (1) melakukan pengawasan terhadap jalannya roda perekonomian dari adanya penyelewengan atau distorsi seperti; monopoli, upah minimum, harga pasar, dan lain-lain. (2) peran negara dalam distribusi kekayaan dan pendapatan serta kebijakan fiskal yang seimbang.
Inilah model atau sistem ekonomi Islam yang menunjang terbentuknya masyarakat adil dan makmur. Pendekatan Islam terhadap sistem ekonomi merupakan sebuah pendekatan terhadap peradaban manusia sebagai satu kesatuan, pendekatan ini sangat relevan dan amat mendesak untuk dialamatkan kepada perekonomian yang konfleks dewasa ini.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pengertian pembangunan ekonomi dalam Islam, berdasarkan pemahaman terhadap syari‟ah, bersumber dari al-qur’ân dan al-hadîs, dengan penekanan bahwa keberhasilan pembangunan harus disertai pengetahuan tentang konsep-konsep pembangunan klasik dan modern, serta pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam melakukan usaha pembangunan. Konsepsi ekonomi Islam mengacu pada syariah yang menjadi aturan agama kita. Sebab setiap perbuatan manusia termasuk kebijakan ekonomi dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat harus terikat hukum syara. Perkembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangbiakkan Perbankan Syariah yang beroperasional secara syariah Islam secara lebih luas.
Tentunya pengembangan Perbankan Syariah ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga dalam perjalanan/operasional Bank Syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat yang kontroversial. Karena kontroversi yang merebak hanya akan membingungkan umat, yang berakibat kepada   keraguan mereka untuk menyambut kehadiran “bayi ekonomi Islam” yang untuk masa sekarang ini muncul sebagai pionir dalam bentuk/matra Perbankan Syariah. Kekurang berhasilan Perbankan Syariah di Indonesia dikhawatirkan akan semakin menjauhkan umat dari kepercayaan atas kemungkinan diterapkannya konsep ekonomi Islam didalam kehidupan nyata.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan  makalah  mengenai sistem ekonomi Islam, semoga dapat bermanfaat bagi  pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjuutnya.    

DAFTAR PUSTAKA

Syafri Gunawan, Sistem Ekonomi Islam Di Tengah Pertarungan Sistem Ekonomi Konvensional, (jurnal pdf: Forum Paedagogik Vol. VI, No.01 Jan 2014)

Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta),  (Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03, NOVEMBER 2016)

Mohamad Anton Athoillah, Ekonomi Islam: Transaksi Dan Problematikanya, Ijtihad, (Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 26-289)

Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013)

Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013)


[1] Syafri Gunawan, Sistem Ekonomi Islam Di Tengah Pertarungan Sistem Ekonomi Konvensional, (jurnal pdf: Forum Paedagogik Vol. VI, No.01 Jan 2014), h. 167
[2] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta),  (Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03, NOVEMBER 2016), h. 29
[3] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta),  (Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03, NOVEMBER 2016), h. 30
[4] Mohamad Anton Athoillah, Ekonomi Islam: Transaksi Dan Problematikanya, Ijtihad, (Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 26-289), h. 269
[5] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november 2016), h. 32
[6] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional,  … h. 34
[7] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november 2016), h. 30
[8] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november 2016), h. 32
[9] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013), h. 5
[10] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013), h. 6
[11] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013), h. 6

No comments:

Post a Comment