BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu
ekonomi tergolong dalam kelompok ilmu sosial. Sasaran kajiannya adalah cara
manusia mengatur diri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.2 Usaha manusia ini
berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang turut mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh kegiatan memenuhi kebutuhan itu. Dalam ruang lingkup masyarakat ini
ikhtiar manusia ditentukan oleh norma-norma, aturan kelakuan, cara-cara sesuatu
dikerjakan dalam masyarakat, yang tercermin dalam pengaturan kelembagaan (institutional
arrangement) dalam masyarakat, dan membentuk sistem ekonomi.[1]
Dalam
sistem ekonomi berlaku satuan ekonomi (economic unit), seperti satuan rumah
tangga, satuan firma-perusahaan serikat buruh, aparatur pemerintah, dan
lain-lain lembaga yang terhimpun untuk melaksanakan ikhtiar mencapai tujuan
ekonomi. Dalam sistem ekonomi juga terdapat pelaku ekonomi (economic agent),
yaitu mereka yang mewujudkan suatu fungsi ekonomi tertentu, seperti konsumen,
produsen, investor, dan lain-lain.
Berbagai
satuan ekonomi, pelaku ekonomi dan kelembagaan ini bekerja dalam satu hubungan
pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya sehingga berfungsi secara
konsisten. Yang penting adalah bahwa sistem ini mampu menanggapi gangguan luar
dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang berobah-obah. Suatu sistem
ekonomi harus mampu bertahan menghadapi berbagai gangguan perobahan. Selama ini
telah lahir bermacam-macam sistem ekonomi, namun banyak pula kemudian tenggelam
dilanda arus perobahan.
Di
antara sistem ekonomi yang masih berpengaruh adalah sistem ekonomi pasar
(kapitalisme) dan sistem ekonomi komando (sosialisme). Pertumbuhan ekonomi
dunia banyak dirangsang oleh pertarungan antara dua sistem ini. Gagalnya kedua
sistem ini dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, mengharuskan adanya
pemecahan. Karena itu, umat manusia sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih
baik yang mampu memberikan semua elemen berperan dalam rangka mencapai
kesejahteraan dan kebahagian umat manusia sejati. Sistem ekonomi Islam tampil sebagai
solusi, bukan opsi, yang banyak mendapat perhatian dunia.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian
Ekonomi Islam?
2.
Bagaimana sejarah
Berdirinya Ekonomi Islam?
3.
Bagaimana Perkembangan
Ekonomi Islam Di Indonesia?
4.
Bagaimana Penerapan
Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia?
5.
Bagaimana Sistem
Ekonomi Islam?
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui pengertian Ekonomi Islam
2.
Untuk
mengetahui sejarah Berdirinya Ekonomi Islam
3.
Untuk
mengetahui Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
4.
Untuk
mengetahui Penerapan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
5.
Untuk
mengetahui Sistem Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekonomi Islam
Pengertian
pembangunan ekonomi dalam Islam, berdasarkan pemahaman terhadap syari‟ah,
bersumber dari al-qur’ân dan alhadîs, dengan penekanan bahwa keberhasilan pembangunan
harus disertai pengetahuan tentang konsep-konsep pembangunan klasik dan modern,
serta pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam melakukan usaha pembangunan.
Pembangunan dalam pemikiran Islam bermula dari kata ‘imârah عَرةما َatau ta’mîrْع مْي ر)َت
,(sebagaimana isyarat dalam Q.S. Hud: 61.„…Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya…‟ dihubungkan dengan penciptaan
manusia sebagai khalifah di bumi, Q.S. al-Baqarah: 30. „Dan ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku
menjadikan khalifah di muka bumi...‟ yakni manusia yang ditugaskan untuk
melakukan pembangunan, sehingga tercipta kemakmuran. ْعَمَر) mara’ista Kalimat berasal yang) ا
ْستَ dari kata „amara‟
(رَم َع ( َbermakna:
permintaan atau perintah daru Allah yang bersifat mutlak agar bangsa manusia
menciptakan kemakmuran di muka bumi melalui usaha pembangunan.[2]
Sebagaimana
dijelaskan Al-Qurţubî dalam kitab tafsirnya, bahwa ayat tersebut mengandung
arti „perintah‟ bersifat mutlak dan hukumnya adalah wajib, agar manusia memakmurkan
kehidupan dengan melakukan pembangunan. Pembangunan (development) adalah proses
perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).
Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya.
Pembangunan
adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Menurut Nurcholis Madjid (pembangunan merupakan pemenuhan
fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi yang akan dipertanggungjawabkannya
nanti di hadapan Allah. Penjabaran pemenuhan fungsi kekhalifahan ini sangat
penting artinya, agar manusia mengerti benar caranya berperan. Penjabaran ini
memerlukan reinterpretasi terhadap berbagai konsep pembangunan. Dawam Rahardjo
(1983) pembangunan merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan, dengan
merealisasikan sibghah Allah dalam mewujudkan ummatan wasathan.
Sedangkan
istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya dikaitkan dengan
perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi
mengartikan istilah ini sebagai berikut, ”economic development is growth plus
change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan
dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi).
Dengan
kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ekonom bukan saja
tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga
kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor
pertanian yang tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan.
Dalam
kajian ekonomi, kedua istilah di atas terkadang digunakan dalam konteks yang hampir
sama. Banyak orang mencampuradukkan penggunaan kedua istilah tersebut.
Pencampur adukan istilah ini walaupun tidak dapat dibenarkan, pada dasarnya
tidak terlalu mempengaruhi kajian ekonomi, karena inti pembahasan pada akhirnya
akan berhubungan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara.[3]
Dalam
berbagai literatur tentang ekonomi Islam, kedua istilah ini juga ditemukan.
Ekonomi Islam pada dasarnya memandang bahwa pertumbuhan ekonomi adalah bagian
dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi didefenisikan dengan a suistained
growth of a right kind of output which can contribute to human welfare. (Pertumbuhan
terus-menerus dari factor produksi secara benar yang mampu memberikan
konstribusi bagi kesejahteraan manusia).
Berdasarkan
pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam merupakan hal yang sarat
nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh factor produksi tidak dianggap
sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya memasukkan
barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan manusia. Sedangkan
istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah the process
of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life (Proses
untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata
susila dalam kehidupan)
Dalam
pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi
yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata
kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut
Islam menyatu secara integral.
B.
Sejarah
Berdirinya Ekonomi Islam
Sebenarnya
aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan islam memiliki sejarah yang
amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang
Islam (SDI) yang beranggotakan tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu,
serta ekonomi islam ini sesuai dengan pedoman seluruh umat islam di dunia yaitu
di dalam Al-Qur‟an yang mengatakan bahwa jika kamu akan bermuamalah, hendaklah
kamu menuliskannya dengan benar, dan hendaklah orang yang berutang itu
mengimlakannya (apa yang akan dituliskan itu), dan janganlah orang itu
mengurangi sedikit pun dari utangnya. [4]
Jika
orang yang mengutang itu lemah akalnya atau lemah keadaanya atau tidak mampu
mengimlakannya, maka hendaklah walinya yang mengimlakannya dengan jujur. Selain
itu juga harus didatangkan dua orang saksi dari orang lelaki. Jika tidak ada
maka boleh dengan seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang
kamu kehendaki, dan jangalah saksi itu enggan memberikan memberi keterangan
apabila mereka dipanggil, dan janganlah engkau jemu menulis utang itu baik
kecil maupun besar sampai batas waktu pembayaranya. Kecuali jika muamalah itu
perdagangan tunai kamu, maka tak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskanya. Dan persaksikanlah apabila kau berjual beli, dan janganlah penulis
dan saksi saling menyulitkan (Q, S Al-Baqarah: 282). Sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ
كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ
فَلْيَكْتُبْ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar ….” (Q.S. Al Baqarah:
282)
Perkembangan
ekonomi islam yang semakin marak ini merupakan cerminan dan kerinduan umat
islam di Indonesia ini khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan
berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh Allah SWT. Dukungan serta komitmen
dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi islam
dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi
awalan bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai
pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan
ekonomi islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia
berdiri Bank Muamalat tahun 1992.
Pada
awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap
goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam
atau Bank Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan
islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat
pesat.
C.
Perkembangan
Ekonomi Islam Di Indonesia
Dikutip
dalam sebuah artikel bahwa, "Di Indonesia, praktek ekonomi Islam, khususnya
perbankan syariah sudah ada sejak 1992. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun, pada
decade hingga tahun 1998, perkembangan bank syariah boleh dibilang agak lambat.
Pasalnya, sebelum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak ada
perangkat hukum yang mendukung sistem operasional bank syariah kecuali UU No. 7
Tahun 1992 dan PP No. 72 Tahun 1992.
Berdasarkan
UU No. 7 Tahun 1992 itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil.
Selebihnya bank syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis
konvensional. Karenanya manajemen bank-bank syariah cenderung mengadopsi
produk-produk perbankan konvensional yang “disyariatkan”. Dengan variasi produk
yang terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat terakomodasi dan
produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank konvensional."
Perkembangan sistem ekonomi syariah di indonesia sendiri belum sebegitu pesat seperti
di negara-negara lain, Secara sederhana, perkembangan itu dikelompokkan menjadi
perkembangan industri keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah non
keuangan. Industri keuangan syariah relatif dapat dilihat dan diukur perkembangannya
melalui data-data keuangan yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu
penelitian yang lebih dalam untuk mengetahuinya.[5]
Di
sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 21
unit usaha syariah bank konvensional, 528 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang
Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset perbankan syariah per Maret 2007
lebih dari Rp. 28 triliun dengan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai
22 Triliun.
Meskipun
asset perbankan syariah baru mencapai 1,63 persen dan dana pihak ketiga yang
dihimpun baru mencapai 1,64% dari total asset perbankan nasional (per Februari
2007), namun pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan, pada
tahun 2008, share industri perbankan syariah diharapkan mencapai 5 persen dari
total industri perbankan nasional. Di sektor pasar modal, produk keuangan
syariah seperti reksa dana dan obligasi syariah juga terus meningkat. Sekarang
ini terdapat 20 reksa dana syariah dengan jumlah dana kelola 638,8 miliar
rupiah. Jumlah obligasi syariah sekarang ini mencapai 17 buah dengan nilai
emisi mencapai 2,209 triliun rupiah.
Di
sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta Islamic Index
(JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis syariah terdiri dari
30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi prinsipprinsip syariah. Data pada
akhir Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp325,90 triliun atau
43% dari total nilai kapitalisasi pasar di BEJ. Sementara itu, volume
perdagangan saham JII sebesar 348,9 juta lembar saham atau 39% dari total
volume perdagangan saham dan nilai perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar
atau 42% dari total nilai perdagangan saham. Peranan pemerintah yang sangat
ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan syariah di Indonesia adalah penerbitan
Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang Surat Berharga Negara Syariah
(SBSN).
Di
sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan yang
menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun, market share asuransi
syariah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di bidang
multifinance pun semakin berkembang dengan meningkatnya minat beberapa
perusahaan multifinance dengan pembiayaan secara syariah. Angka-angka ini
diharapkan semakin meningkat seiiring dengan meningkatnya permintaan dan
tingkat imbalan (rate of return) dari masing-masing produk keuangan syariah.
Di
sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro
syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, demikian juga
dengan asset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan
produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance dan mungkin
micro-mutual-fund (reksa dana mikro). Industri keuangan syariah adalah salah
satu bagian dari bangunan ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi
konvensional, bangunan ekonomi syariah juga mengenal aspek makro maupun mikro
ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana masyarakat dapat
berperilaku ekonomi secara syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving
behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para pengusaha
Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Walau
terlihat agak lambat, namun sisi nonkeuangan dalam kegiatan ekonomi ini juga semakin
berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat
kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat,
infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola
dana tersebut.
D.
Penerapan
Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu Negara Islam terbesar di dunia. Dengan kata lain umat
muslim di Indonesia sangat membutuhkan segala sesuatu yang halal, termasuk
hukum syariah dalam ekonomi Islam. Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
(IAEI), Agustianto menjelaskan bahwa sejarah pergerakan ekonomi Islam di Indonesia
telah berlangsung sejak tahun 1911, yaitu sejak berdirinya organisasi Syarikat Dagang
Islam yang dibidangi oleh para entrepreneur dan para tokoh Muslim saat itu. “Artinya
ekonomi Islam sudah di jalankan sejak jaman itu," kata dia. Melihat
perkembangan ekonomi syariah saat ini, dapat dikatakan adalah cerminan dan kerinduan
umat Islam Indonesia untuk kembali menghidupkan semangat para entrepreneur
muslim masa silam dalam dunia bisnis dan perdagangan, sebagaimana juga menjadi
ajaran Nabi Muhammad SAW dan sunah yang diteladankannya kepada umatnya.[6]
“Dalam
masa yang panjang peran umat Islam dalam dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia
cenderung termarginalkan. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai
mendapatkan momentumnya untuk tumbuh kembali, baru beberapa tahun belakangan
ini," kata dia. Ekonomi syariah tumbuh kembali semenjak didirikannya Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 1992, setelah mendapat legitimasi legal formal
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun
setelah BMI berdiri, lahir pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994.
Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang
pula lembaga keuangan mikro syariah BMT.
Namun
sayangnya, Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih
sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di Indonesia
yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syari„ah sebagai hasil kerja Forum
Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai realisasi
kerja sama dengan IIUM Malaysia. Agustianto menjelaskan, perkembangan ekonomi
syariah dalam bentuk lembaga perbankan dan keuangan syariah memang menunjukkan
perkembangannya yang sangat pesat. Orang yang akan melakukan ekonomi syariah
sudah dapat dengan mudah didukung oleh lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti
Perbankan Syariah, Asuransi Syariah,
Pasar
Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Leasing Syariah, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah,
Dana Pensiun Syariah, lembaga keuangan publik Islam seperti Lembaga Pengelola
Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai bentuk bisnis syariah lainnya.[7]
Namun
sayangnya, meskipun perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah
demikian cepat, namun dari sisi hukum atau peraturan perundangundangan yang
mengaturnya masih jauh tertinggal, termasuk hukum-hukum yang berkaitan dengan
penyelesaian sengketa bisnis (hukum dagang) syariah. “Padahal secara yuridis,
penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang sangat
kuat," katanya. Dengan perkembangan ekonomi global dan semakin
meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi
Islam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar.
Ada
lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih
minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi
modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. Kedua, ujian atas kredibilitas
sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan,
baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai. Keempat,
masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih
minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang
ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi
syariah yang memadai. Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif,
masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman
dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam.
“Dalam
menerapkan kembali ekonomi syariah di Indonesia maka yang sangat perlu diperhatikan
adalah peranan pemerintah yang tidak hanya memperhatikan segi regulasi dan legal
formal saja, tetapi juga keberpihakan yang riil kepada lembaga perbankan dan keuangan
syari„ah dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan," katanya. Misalnya,
seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran
haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah. [8]
Selain
itu, ekonomi syariah, tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah
itu sendiri, tidak juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan
Ahli Ekonomi Islam), tetapi semua stakeholder yang harus bekerja sama dengan pemerintah
(Depkeu, BI, Departemen terkait), ulama, parlemen (DPR/DPRD), perguruan tinggi,
pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam pada umumnya. “Mereka
harus mempercepat perkembangan ekonomi. Masalah sosialisasi dan edukasi
masyarakat tentang ekonomi syariah juga saat ini masih minim. Ini harus terus-menerus
dilakukan sosialisasinya, karena tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat
tentang ekonomi syariah masih sangat rendah," katanya.
E.
Sistem
Ekonomi Islam
Kajian
ilmiah tentang sistem ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi di kalangan
akademisi di berbagai Universitas Islam dan umum. Hasil kajian tersebut dalam
tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan didirikan Islamic Development
Bank di Jeddah tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya bank-bank Islam di
kawasan Timur Tengah. Hal ini bahkan banyak menggiring asumsi masyarakat bahwa
sistem ekonomi Islam adalah Bank Islam, padahal sistem ekonomi Islam mencakup
ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, keuangan publik,
model pembangunan ekonomi dan instrumen-instrumennya. Keraguan banyak pihak
tentang eksistensi sistem ekonomi Islam sebagai model alternatif sebuah sistem
tak terelakan, bahwa sistem ekonomi Islam hanyalah akomodasi dari sistem
Kapitalis dan Sosialis nyaring disuarakan. Tetapi hal tersebut terbantahkan
baik melalui pendekatan historis dan faktual karena pada kenyataanya, terlepas
dari beberapa kesamaan dengan sistem ekonomi lainnya terdapat karakteristis
khusus bagi sistem ekonomi Islam sebagai landasan bagi terbentuknya suatu
sistem yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat.[9]
Sistem
ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral
dan komphensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengacu pada
saripati ajaran Islam. Kesesuaian sistem tersebut dengan fitrah manusia tidak
ditinggalkan, keselarasan inilah sehingga tidak terjadi benturan-benturan dalam
implementasinya, kebebasan berekonomi terkendali menjadi ciri dan prinsip sistem
ekonomi Islam, kebebasan memiliki unsur produksi dalam menjalankan roda
perekonomian merupakan bagian penting dengan tidak merugikan kepentingan
kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar, tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dengan segala potensi
yang dimilikinya, kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan
pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap
indivudu terhadap masyarakatnya, keseimbangan antara kepentingan individu dan
kolektif inilah menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa
merusak sistem sosial yang ada.
Manusia
memiliki kecenderungan untuk berkompetisi dalam segala hal. Persaingan bebas
menjadi ciri Islam dalam menggerakan perekonomian, pasar adalah cerminan dari
berlakunya hukum penawaran dan permintaan yang direpresentasikan oleh harga,
tetapi kebebasan ini haruslah ada aturan mainnya sehingga kebebasan tersebut
tidak cacat, pasar tidak terdistorsi oleh tangan-tangan yang sengaja mempermainkannya;
larangan adanya bentuk monopoli, kecurangan, dan praktek riba adalah jaminan
terhadap terciptanya suatu mekanisme pasar yang sehat dan persamaan peluang
untuk berusaha tanpa adanya keistimewaan-keistimewaan pada pihak-pihak tertentu.[10]
Equilibrium
(keseimbangan) adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh setiap sistem ekonomi,
karena ia merupakan cermin dari keadilan ekonomi itu sendiri. Dalam hal ini,
Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan
mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Landasan
utama menyeimbangkan perekonomian tercermin dari mekanisme yang ditetapkan oleh
Islam, sehingga tidak terjadi penyimpangan pada sektor-sektor perekonomian
tertentu dengan tidak adanya optimalisasi untuk menggerakan seluruh potensi dan
elemen yang ada dalam skala makro. Secara sistematis perangkat penyeimbang
perekonomian dalam Islam berupa:
Pertama,
diwajibkannya zakat terhadap harta yang tidak diinvestasikan. Hal ini mendorong
pemilik harta untuk menginves hartanya dan pada saat yang sama zakat tidak
diwajibkan kecuali terhadap laba dari harta yang diinvestasikan. Islam tidak
mengenal batasan minimal untuk laba, dan hal ini menyebabkan para pemlik harta
berusaha menginvestasikan hartanya walaupun ada kemungkinan adanya kerugian
hingga batasan wajib zakat yang akan dikeluarkan, sehingga kemungkinan kondisi
resesi dalam Islam dapat dihindari.
Kedua,
sistem bagi hasil dalam berusaha (profit and loss sharing) yang mengggantikan
pranata bunga, membuka peluang yang sama antara pemodal dan pengusaha,
keberpihakan sistem bunga kepada pemodal dapat dihilangkan dalam sistem bagi
hasil. Sistem inipun dapat menyeimbangkan antara sektor moneter dan sektor
riil.
Ketiga,
adanya keterkaitan yang erat antara otoritas moneter dengan sektor belanja
negara, sehingga pencetakan uang tidak mungkin dilakukan kecuali ada
sebab-sebab ekonomi riil, hal ini dapat menekan timbulnya inflasi.
Keempat,
keadilan dalam disribusi pendapatan dan harta. Fakir miskin dan pihak yang tidak
mampu ditingkatkan pola konsumsinya dengan mekanisme zakat, daya beli kaum
dhu’afa meningkat sehingga berdampak pada meningkatnya permintaan riil di
tengah masyarakat dan tersedianya lapangan kerja.[11]
Kelima,
intervensi negara dalam roda perekonomian. Negara memiliki wewenang untuk
intervensi dalam roda perekonomian pada hal-hal tertentu yang tidak dapat
diserahkan kepada sektor privat untuk menjalankannya seperti membangun
fasilitas umum dan memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Ada dua fungsi
negara dalam roda perekonomian, yaitu: (1) melakukan pengawasan terhadap
jalannya roda perekonomian dari adanya penyelewengan atau distorsi seperti;
monopoli, upah minimum, harga pasar, dan lain-lain. (2) peran negara dalam
distribusi kekayaan dan pendapatan serta kebijakan fiskal yang seimbang.
Inilah
model atau sistem ekonomi Islam yang menunjang terbentuknya masyarakat adil dan
makmur. Pendekatan Islam terhadap sistem ekonomi merupakan sebuah pendekatan
terhadap peradaban manusia sebagai satu kesatuan, pendekatan ini sangat relevan
dan amat mendesak untuk dialamatkan kepada perekonomian yang konfleks dewasa
ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
pembangunan ekonomi dalam Islam, berdasarkan pemahaman terhadap syari‟ah,
bersumber dari al-qur’ân dan al-hadîs, dengan penekanan bahwa keberhasilan
pembangunan harus disertai pengetahuan tentang konsep-konsep pembangunan klasik
dan modern, serta pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam melakukan
usaha pembangunan. Konsepsi ekonomi Islam mengacu pada syariah yang menjadi
aturan agama kita. Sebab setiap perbuatan manusia termasuk kebijakan ekonomi
dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat harus terikat hukum syara. Perkembangan
perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan
dari perkembangan ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk
diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang
terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangbiakkan Perbankan Syariah
yang beroperasional secara syariah Islam secara lebih luas.
Tentunya
pengembangan Perbankan Syariah ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila
tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan,
pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan
pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga dalam
perjalanan/operasional Bank Syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat
yang kontroversial. Karena kontroversi yang merebak hanya akan membingungkan
umat, yang berakibat kepada keraguan mereka untuk menyambut kehadiran
“bayi ekonomi Islam” yang untuk masa sekarang ini muncul sebagai pionir dalam
bentuk/matra Perbankan Syariah. Kekurang berhasilan Perbankan Syariah di
Indonesia dikhawatirkan akan semakin menjauhkan umat dari kepercayaan atas
kemungkinan diterapkannya konsep ekonomi Islam didalam kehidupan nyata.
B.
Saran
Demikianlah
pembahasan makalah mengenai sistem ekonomi Islam, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian. Kritik
dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami
selanjuutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafri Gunawan, Sistem Ekonomi Islam Di
Tengah Pertarungan Sistem Ekonomi Konvensional, (jurnal pdf: Forum
Paedagogik Vol. VI, No.01 Jan 2014)
Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi
Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta), (Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03,
NOVEMBER 2016)
Mohamad Anton Athoillah, Ekonomi Islam:
Transaksi Dan Problematikanya, Ijtihad, (Jurnal Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 26-289)
Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi
Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi,
Volume 4, Nomor 1, Juni 2013)
Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi
Islam Menuju Kemandirian Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi,
Volume 4, Nomor 1, Juni 2013)
[1] Syafri Gunawan, Sistem Ekonomi Islam Di
Tengah Pertarungan Sistem Ekonomi Konvensional, (jurnal pdf: Forum
Paedagogik Vol. VI, No.01 Jan 2014), h. 167
[2] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta),
(Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03, NOVEMBER 2016), h. 29
[3] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, (STIE – AAS Surakarta),
(Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 02, NO. 03, NOVEMBER 2016), h. 30
[4] Mohamad Anton Athoillah, Ekonomi Islam: Transaksi Dan
Problematikanya, Ijtihad, (Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan,
Volume 13, No. 2, Desember 2013: 26-289), h. 269
[5] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november
2016), h. 32
[6] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, … h. 34
[7] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november
2016), h. 30
[8] Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional, (jurnal ilmiah ekonomi islam vol. 02, no. 03, november
2016), h. 32
[9] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian
Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1,
Juni 2013), h. 5
[10] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian
Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Watampone Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1,
Juni 2013), h. 6
[11] Syaparuddin, Vitalisasi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kemandirian
Perekonomian Umat, (Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone
Bone Sul-Sel, At-Taradhi, Jurnal Studi Ekonomi, Volume 4, Nomor 1, Juni 2013),
h. 6
No comments:
Post a Comment