Sunday, May 27, 2018

Makalah Histografi Islam Modern


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di penghujung abad ke-18, Mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Mesir memang merupakan negeri muslim yang pertama mengalami kebangkitan kembali, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis Mesir dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah, ‘Abd al-Rahman al-Jabarti dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir pada abad ke-19.
Penulisan sejarah atau historiografi khususnya dalam dunia Islam telah melewati berbagai masa. Mulai masa historiografi Islam klasik (650-1250), historigrafi Islam masa pertengahan (1250-1800), sampai pada historigrafi Islam di masa modern (1800 sampai sekarang). Masa historiografi Islam tersebut masing-masing memiliki ciri dan karakter tersendiri. Khusus masa historiografi Islam modern mengambil patokan di penghujung abad ke-18, di mana mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya Abd. al-Rahma>n al-Jabarti< sebagai penulis sejarah. Penulisn sejarah Islam di masa modern ini merupakan salah satu masa yang sangat urgen untuk kita telusuri lebih jauh. A.Historiografi Islam di Masa Al-Jabarti Di penghujung abad ke-18, mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Mesir memang merupakan negeri muslim yang pertama mengalami kebangkitan kembali, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis mesir dari berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah Abd. Rahma>n al-jabarti> dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali arab Islam di Mesir pada abad ke-19.
Al-Jabarti yang bernama lengkap ‘Abd. Al-Rahma>n ibn Hasan al-Jabarti dilahirkan dikairo mesir (1167 H./1754 M.-1240 H./1285 M.) adalah sejarawan mesir terkenal yang hidup di tiga periode politik Mesir yaitu zaman pemerintahan Turki Usmani, zaman pendudukan perancis dan zaman pemerintahan Muh`ammad ‘Ali> Pasya.
Oleh karenanya di dalam makalah ini akan kita bahas bersama mengenai histografi Islam Modern.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan histografi?
2.      Bagaimana latar belakang histografi islam modern?
3.      Bagaimana Biografi al-Jabarti?
4.      Apa saja Karya-karya al-Jabarti?
5.      Bagaimana Penulisan sejarah masa al-Jabarti?
6.      Bagaimana Penulisan sejarah di Mesir abad ke-19 pasca al-Jabarti?
7.      Bagaimana Historiografi Arab Islam pada abad ke-20?

C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk :
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan histografi
2.      Untuk mengetahui latar belakang histografi islam modern
3.      Untuk mengetahui Biografi al-Jabarti
4.      Untuk mengetahui Karya-karya al-Jabarti
5.      Untuk mengetahui Penulisan sejarah masa al-Jabarti
6.      Untuk mengetahui Penulisan sejarah di Mesir abad ke-19 pasca al-Jabarti
7.      Untuk mengetahui Historiografi Arab Islam pada abad ke-20



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Histografi
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi.  Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Problem oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah (problem solving), yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis sejarah yang ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan metode penelitian.
Historiografi merupakan tahap terakhir dalam penyusunan sejarah. Disini diperlukan kemahiran mengarang oleh seorang sejarawan. Ada cara-cara tertentu yang perlu sekali diperhatikan oleh sejarawan dalam menyusun ceritera. Dengan kata lain, penulisan atau penyusunan ceritera sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standart mutu dari ceritera tersebut. [1]
Seperti misalnya prinsip serialisasi(cara-cara membuat urutan-urutan peristiwa), yang mana memerlukan prinsip-prinsip seperti kronologi (urutan-urutan wakutnya), prinsip kausasi (hubungan dengan sebab akibat) dan bahkan juga kemampuan imajinasi: kemampuan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang masuk akal dengan bantuan pemgalaman, jadi membuat semacam analogi antara peristiwa diwaktu yang lampau dengan yang telah kita saksikan dengan mata kepala sendiri diwaktu sekarang, terutama bagi peristiwa-peristiwa yang sulit dicarikan dasar kronologi dan kausasih dalam perhubungannya

B.     Latar Belakang Histografi Islam Modern
Pada akhir abad ke-18, Mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis Mesir dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah, Abd al-Rahman al-Jabarti dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir pada abad ke-19.[2]
Gerakan kebangkitan yang dipelopori oleh al-Jabarti terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon dari Prancis atas Mesir (1798 M-1802 M). Setelah Prancis meninggalkan Mesir, penguasa baru Mesir, Muhammad Ali Pasha bertekad memulai pembangunan Mesir dengan meniru Barat. Muhammad Ali Pasha pada waktu itu menggalakkan gerakan penterjemahan. Di awal paruh kedua abad ke-19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah.Yang pertama adalah Rifa’ah al-Thathawi yang memiliki latar belakang Islam di al-Azhar, kemudian menambah pengetahuan di lembaga pendidikan di Prancis dan sebagai penuntut ilmu di lembaga-lembaga bahasa yang didirikan Prancis. Kelompok kedua yaitu kelompok Ali Mubarak yang mempunyai latar belakang pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan tekhnik, astronomi dan arkeologi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan penulisan sejarah di Mesir pada abad ke-19 menurut Muhin Umar, adalah:[3]
1.      Pengaruh utama dalam hal ini adalah gerakan pembaharuan menjelang akhir kekuasaan Isma’il Pasha pada pertengahan abad ke-19.
2.      Sejak awal abad ke-19, ahli-ahli Eropa melakukan penelitian arkeologi di Mesir.
3.      Keberhasilan Rafa’ah al-Thathawi menempatkan sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang mengakibatkan diajarkannya ilmu sejarah di sekolah-sekolah sampai tingkat menengah.
4.      Adanya percetakan yang ikut membantu perkembangan ilmu sejarah di Mesir pada abad ke-19.
5.      Munculnya penerbitan harian dan berkala.
6.      Rifa’ah dan Ali Mubarak melakukan editing naskah-naskah kuno untuk kemudian diterbitkan.
7.      Berdirinya himpunan-himpunan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi perkembangan penulisan sejarah.[4]
Sejarawan Muslim di dunia Arab, sejak awal abad ke-20 itu, banyak mengambil tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah dari Barat. Penulisan sejarah dengan cara Barat itu disebut dengan penulisan sejarah modern. Perubahan-perubahan materi, tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah dari Barat sejak itu ikut mewarnai perubahan historiografi Islam.
Sejarah historiografi Islam secara umum ditulis oleh Franz Rosenthal dalam satu karyanya A History of Moslem Historiography yang terbit tahun 1952, kemudian dicetak kembali tahun 1968. Karyanya ini telah memberikan suatu pengaruh yang besar dalam menelusuri pengaruh sejarah Islam.
Nizar Ahmed Faruqi yang lahir pada tanggal 29 Juni 1934 adalah seorang intelektual muda India yang menulis tentang historiografi Islam. Karyanya yang diterbitkan di New Delhi oleh Idarah_i Adabiyat_i Delhi pada tahun 1979 berupa disertasi yang berjudul Early Moslem Historiography, untuk memperoleh gelar doktornya di Delhi University tahun 1977. Disertasi ini menyajikan bahan-bahan penulisan sejarah pada permulaan Islam yang sekaligus menghilangkan keraguan tentang cara yang dilakukan oleh penulis-penulis permulaan yang telah membukukan cerita-cerita sejarah secara mendetail yang berasal dari mulut ke mulut. Disertasi ini dapat dikatakan sebagai dokumentasi yang menyajikan perspektif penulisan sejarah pada permulaan Islam (612-750).
Beberapa karya lain yang dapat dijadikan bahan studi historiografi Islam adalah tulisan J.H. Kramers, Historiography Among The Osmani Turks, yang dimuat dalam kumpulan karyanya Analecta Orientalia, terbit di Leiden tahun 1954. H.A.R. Gibb menulis dengan judul Tarikh dimuat dalam suplemen Encyclopedia of Islam (Leiden, 1938), selanjutnya dimuat juga dalam kumpulan karangannya yang dilakukan oleh Stanford J. Shaw dan William R.Polk, Studies on The Civilization of Islam, terbit di London tahun 1962.

C.    Perkembangan Historiografi Islam Modern
1.      Biografi al-jabarti
Nama lengkap al-Jabarti adalah Abd al-Rahman Ibn Hasan al-Jabarti, lahir di Kairo tahun 1163 H/ 1753 M. (Abdullah, 2004: 56). Al-Jabarti dinisbatkan pada Jabart yaitu sebuah karang kecil di negeri Habasyah (Ethiopia), negeri asal nenek moyang.[5]
Al-Jabarti berasal dari keluarga yang taat beragama dan aktif berkecimpung di dunia ilmiyah. Beberapa orang diantaranya dikenal sebagai ilmuwan di al-Azhar, Mesir. Ayahnya sendiri, Hasan al-Jabarti (w. 1179 H), adalah seorang ahli ilmu keagamaan islam dan ilmu pasti, terutama Astronomi dan Geografi dan mengajar di al-Azhar. (yatim, 1997: 218) Al-Jabarti adalah sejarawan Mesir terkenal yang hidup di tiga periode politik Mesir; 1). Zaman pemerintahan Turki Ustmani di Mesir yang berakhir tahun 1798; 2). Zaman pendudukan Perancis (1798-1801) dan 3). Zaman pemerintahan Muhammad Ali Pasya yang dimulai tahun 1805 M.
Pendidikan formal pertamanya yang dilalui al-Jabarti adalah di Madrasah as-Samaniyah, Kairo. Disamping menuntut ilmu di madrasah ini, pada waktu yang sama, sepulang dari madrasah, ia juga belajar berbagai ilmu keagamaan dari ayahnya dan dari ulama-ulama yang datang ke rumahnya. Setelah itu, al-Jabarti melanjutkan pendidikannya di al-Azhar sambil terus belajar ilmu astronomi, matematika dan hikmah dari ayahnya.
Demikianlah pendidikan yang dilalui sampai ayahnya meninggal dunia pada 1179 H, ketika ia masih berusia 21 tahun. Dalam lapangan ilmu, al-Jabarti sebenarnya melanjutkan tradisi ilmiyah yang sudah dikembangkan oleh anggota keluarga al-Jabarti lebih dahulu. Sebagaimana ayahnya, dia juga menjadi salah seorang ulama besar al-Azhar, Kairo, Mesir. Disamping itu, al-Jabarti juga memberi pengajaran di masjid-masjid dan rumahnya.
2.      Penulisan sejarah Al-jabarti
Dalam penulisan sejarah Mesir pada masa Turki Usmani, al-Jabarti mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sejarawan lainnya karena,
a)      Ia menggambarkan masyarakat Mesir pada masa itu dengan sempurna serta berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap peristiwa yang dialaminya.
b)      Ia menyatakan dalam bukunya ia menulis sejarah bukan karena perintah penguasa karena ia adalah seorang ilmuan independen. [6]
Pada masa pemerintahan kerajaan Ottoman atau Usmani di dunia Arab (1517-1922) yang berpusat di Istanbul, Turki, buku-buku sejarah yang bermutu tidak banyak lagi muncul dalam bahasa Arab, tetapi dalam bahasa Turki. Ketika Abdurrahman al-Jabarti muncul dengan karya besar sejarahnya, dia kemudian dinilai dengan sebagai seorang pahlawan sejarah Arab-Islam.
3.      Karya-karya al-jabarti
Dalam bidang sejarah, al-Jabarti menulis dua buah karya buku penting, yang pertama buku yang berjudul “Aja’ib al-Atsar fi al-Tarajim wa al-Akhbar” (Keanehan-keanehan Peninggalan tentang Biografi dan Kabar Berita). Terdiri dari empat jilid yang lebih dikenal dengan nama “Tarikh al-Jabarti” dan buku yang berjudul “Mazhab at-Taqdis”. Buku Aja’ib memotret peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mesir, terutama di Kairo mulai dari tahun 1688 M/ 1000 H sampai dengan 1821 M/ 1236 H.
Karya al-Jabarti berisi catatan berbagai peristiwa dan data-data kematian. Penulis memulai keryanya dengan pengantar singkat dan uraian peristiwa hingga era Utsmani. Jilid I buku Aja’ib ditutup dengan catatan kematian Muhammad Bek Abi Dzahab. Jilid III, membahas sejarah Mesir semenjak kedatangan misi Perancis di bawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte.[7]
Dalam perkembangan selanjutnya, Aja’ib al-Atsar dilarang beredar di Mesir pada tahun 1878 M karena menyebutkan kejelekan yang terjadi pada zaman pemerintahan Muhammad Ali Pasha. Pada tahun itu, sebagian dari buku itu saja yang diterbitkan dan baru pada tahun 1880 M buku tersebut data diterbitkan secara lengkap yaitu pada zaman Khudaywi Tawfiq. Bangsa Perancis sejak dini telah berusaha menerjemahkan buku itu dan menerbitkannya karena di dalamnya terdapat ulasan tentang penjajahan Perancis terhadap Mesir, keberadaan penduduk aslinya, serta para panglima dan kekuasaannya. (Amin, 1995: 276)
Secara garis besar, sesuai dengan judulnya, karya ini dibagi atas dua bagian; bagian pertama tentang peristiwa-peristiwa sejarah dan bagian kedua tentang biografi para tokoh. Yang terakhir ini mempunyai nilai sosial yang sangat besar karena ia menggambarkan secara terinci kehidupan penduduk dunia islam bagian Timur.
Adapun karya yang lain, yaitu berjudul “Mazhab at-Taqdis” merupakan sebuah catatan terinci tentang proses pendudukan Perancis atas Mesir. Buku ini diterbitkan kembali  bahasa Arab dalam bentuk ringkasan pada tahun 1960-an, tanpa suntingan dan dibagikan di sekolah-sekolah yang berada di bawah kordinasi Departemen Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Bentuk utuh buku ini dalam bahasa Arab tidak pernah terbit lagi, tetapi terjemahannya oleh Cardin, terbit di Paris pada 1838 M dalam bahasa Turki dan Bahasa Perancis.
4.      Penulisan sejarah di Mesir abad ke-19 pasca al-Jabarti
Gerakan kebangkitan yang dipelopori oleh al-Jabarti terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon dari Perancis atas Mesir (1798-1802 M). Namun pendudukan itu memberikan konstribusi bagi kebangkitan Mesir pada masa selanjutnya, termasuk dalam bidang sejarah.
Setelah Perancis meninggalkan Mesir, penguasa baru Mesir Muhammad Ali Pasya bertekad untuk memulai pembangunan Mesir dengan meniru Barat. Sekolah-sekolah baru dibuka dan para mahasiswa dikirim ke Eropa. Muhammad Ali Pasya pada waktu itu menggalakkan gerakan penterjemahan. Di awal abad ke 19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah. Yang pertama adalah kelompok Rifaah al-Thahthawi yang memiliki latar belakang pendidikan islam di al-Azhar, kemudian menambah pengetahuan dilembaga pendidikan di Perancis dan sebagai penuntut ilmu di lembaga-lembaga bahasa yang didirikan Perancis. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok ‘Ali Mubarak yang mempunyai latar belakang pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan  teknik, astronomi dan arkeologi. Kedua kelompok ini didalam penulisan sejarah dipengaruhi oleh literatur dan pengetahuan kebudayaan Perancis. Mereka juga menggunakan referensi buku-buku sejarah yang ditulis masa Klasik dan Pertengahan Islam, serta referensi Barat modern.[8]
Menurut Mu’in Umar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan penulisan sejarah di Mesir pada abad ke-19, yaitu:
a)      Adanya gerakan pembaharuan menjelang akhir kekuasaan Ismail Pasya pada pertengahan abad ke-19.
b)      Semenjak awal abad ke-19, ahli-ahli Eropa melakukan penelitian Arkeologi di Mesir. Hal itu memberi pengaruh yang besar bagi ahli-ahli Mesir untuk mempergunakan bahan-bahan hasil penelitian Arkeologi itu dalam penulisan sejarah pada abad ke-19.
c)      Keberhasilan Rifaah al-Thahthawi menempatkan sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri, sehingga di ajarkan ilmu sejarah di sekolah sampai pada tingkat menengah. Lulusannya kemudian dikirim ke Eropa untuk melanjutkan studinya dalam ilmu sejarah.
d)     Adanya percetakan. Pada masa Muhammad Ali Pasya, tepatnya pada tahun 1822 M didirikan satu unit percetakan Bulaq.
e)      Munculnya penerbitan harian dan berkala, artikel-artikel sejarah banyak ditulis dalam penerbitan media massa itu.
f)       Rifa’ah dan Ali Mubarak melakukan editing naskah-naskah kuno untuk kemudian diterbitkan. Usaha ini sangat membantu rakyat Mesir untuk memperoleh pengetahuan warisan sejarah mereka dimasa silam.
g)      Berdirinya himpunan-himpunan ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah. Himpunan yang pertama adalah Institut Egyptian pada tahun 1798 M yang didirikan oleh Napoleon.[9]
Berbeda dengan penulisan sejarah pada masa Islam Klasik dan Pertengahan yang sedikit sekali melakukan kritik, analisis, dan perbandingan, penulisan sejarah Mesir pada abad ke-19 dipengaruhi oleh penulisan metode ilmu pengetahuan baru dengan mengikuti buku-buku sejarah Eropa. Mereka mencoba mengkritik, menganalisis, membandingkan dan memberikan pandangan mereka tentang apa yang mereka tulis.
Dalam hal ini, mereka juga sudah menggunakan ilmu-ilmu bantu sejarah seperti dokumen, numismatik, arkeologi, inskripsi, ekspolari, geografi dan lain-lain.Menurut Umar (1987: 169) Ahli-ahli sejarah tidak hanya tertumpu kepada sejarah mesir dan islam tetapi juga menyajikan masalah-masalah lain yang tidak begitu dikenal di dalam periode islam. ahli sejarah menyajikan berbagai ragam sejarah seperti:
a)      Sejarah dunia
b)      Sejarah negara-negara tetangga
c)      Memoar pribadi
d)     Sejarah umum mengenai mesir
e)      Sejarah topografi dan sejarah kota
f)       Sejarah mesir abad ke-19 M di bawah kekuasaan dinasti muhammad ali
g)      Biografi-biografi
h)      Novel sejarah
i)        Penulisan sejarah dalam bahasa asing
Adapun pengaruh penulisan sejarah bagi rakyat mesir adalah sebagai berikut:
a)      Membangkitkan kesadaran sejarah yang mendorong orang-orang mesir berminat kepada sejarah pada umumnya dan sejarah mesir pada khususnya dalam aneka ragam masanya.
b)      Membangkitkan rasa patriotisme dan mengokohkan semangat nasionalisme.

D.    Historiografi Arab Islam pada abad ke-20
Sejak awal abad ke-20, barat menjadi kiblat dalam historiografi islam. di barat kemajuan-kemajuan ilmiah, termasuk dalam bidang sejarah, dengan cepat terjadi. Volteire memulai perubahan dalam penulisan sejarah, dalam karyanya the age of louis XIV (1751) ia menguraikan masyarakat perancis sebagai satu kesatuan. Ia berusaha menyajikan suatu pandangan yang komprehensif dengan meneliti banyak segi kehidupan dan kebudayaannya, seperti peperangan, ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian dan agama.
Perkembangan penulisan sejarah islam tidak begitu cepat mengikuti perubahan yang terjadi di barat.  Para sejarawan arab banyak mengajukan kritik terhadap corak penulisan sejarah islam tradisional.[10]
Menurut Dr. Sayyidah ismail kasyif, guru besar sejarah islam pada universitas syams. Para sejarawan hingga awal abad ke-20, dalam pembahasan sejarah hanya berorientasi kepada pembahasan peristiwa-peristiwa politik negara, dan mereka memperhatikan pengkajian terhadap para pemimpin, tokoh-tokoh menonjol, perbuatan dan kontroversi mereka. Akan tetapi, orientasi modern dalam studi sejarah mengarahkan kepada studi tentang strata sosial bangsa yang beragam, cara hidupnya, pranata sosialnya, keadaan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam artian sejarawan harus mengkaji seluruh aspek kehidupan masyarakat.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Al-Jabarti lahir di Kairo 1753 M dan meninggal tahun 1805 M merupakan salah satu beberapa tokoh besar di Mesir yang hidup di tiga periode penguasa Mesir yaitu zaman Turki Usmani, masa pendudukan Perancis dan era pemerintahan Muhammad Ali Pasha.
Perintis penulisan sejarah Islam awal di mesir adalah al-jabarti, dalam penulisannya Ia menggambarkan masyarakat Mesir pada masa itu dengan sempurna serta berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap peristiwa yang dialaminya. Dalm penulisan sejarah Islam Ia juga menyatakan dalam bukunya ia menulis sejarah bukan karena perintah penguasa tetapi karena ia adalah seorang ilmuan independen.
Al-Jabarti merupakan tokoh sejarawan besar yang menghidupi historiografi Arab-Islam untuk pertama kalinya setelah sekian lama menghilang di Mesir. Dua buah karyanya; Ajaib al-Atsar fi al-Tarajim wa al-Akhbar dan Mazhar at-Taqdis. Buku Ajaib terdiri dari empat jilid. Buku ini pernah dilarang beredar pada zaman pemerintahan Muhammad Ali Pasha tahun 1878 M. buku ini kembali beredar di Mesir tahun 1880 M.
Metode penulisan sejarah al-Jabarti dalam bentuk kombinasi antara biografi dan kronikel. Karyanya banyak terinspirasi dari gurunya, al-Muradi dan al-Murtadha. Al-Jabarti menggunakan sumber-sumber primer dalam karyanya serta menggunakan hawliyat. Al-Jabarti sudah menggunakan pendekatan tematik meskipun antara tema satu dengan tema lainnya tidak ada hubungannya.
B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa pemakalah harapkan, yang nantinya dapat dijadikan sebagai titian usaha perbaikan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

Muhin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1988)

Danar Widiyanta, Perkembangan Historiografi Tinjauan di Berbagai Wilayah Dunia, (Yogyakarta: UNY, 2002)

Abdullah,Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004)

Umar, Muin. Historiografi Islam.  (Jakarta: Rajawali Press. 1987)


[1] Anggar Kaswati. Metodelogi Sejarah dan Historiografi. (Yogyakarta: Beta Offset. 1998) h. 64
[2] Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.217
[3] Muhin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), h. 164
[4] Muhin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), h. 165
[5] Danar Widiyanta, Perkembangan Historiografi Tinjauan di Berbagai Wilayah Dunia, (Yogyakarta: UNY, 2002), h.38
[6] Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.219
[7] Abdullah,Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004) H. 58
[8] Abdullah,Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern.  ... H. 60
[9] Umar, Muin. Historiografi Islam.  (Jakarta: Rajawali Press. 1987) h. 164
[10] Umar, Muin. Historiografi Islam.  (Jakarta: Rajawali Press. 1987) h. 165

No comments:

Post a Comment