BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien).
Agar
aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai
bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para
penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan
bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai
kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan
konseling selama ini, seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai
“polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan
bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan
tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan
konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan
secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh
karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan
konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan
tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah
bimbingan dan konseling.
Sebagai
mana kita ketahui bahwa bimbingan konseling memiliki landasan religius,
psikologi, budaya, filosofis, pedagogis, historis dan landasan legalistik.
Setiap landasan memiliki peran yang sama pentingnya dalam proses bimbingan dan
konseling. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa klien atau siswa
melakukan tindakan kenakalan karena kurangnya keilmuan agama yang mana
didalamnya ada landasan moral, sehingga petugas bimbingan konseling haruslah
mengerti dan faham bagaimana penyampaian norma-norma agama kepada klien dan
bagaimana membimbing klien kepada penyelesaian berdasarkan agama atau landasan
religius.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud landasan religius/agama?
2. Apa peranan
landasan religius dalam pelaksanaan bimbingan konseling?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud landasan religius/agama
2. Untuk
mengetahui peranan religius dalam pelaksanaan bimbingan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agama
sebagai Pegangan Kehidupan
Agama
merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang
dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor
harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai
dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama
yang mereka anut.
Seorang
konselor sangatlah penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor
tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan
kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah
laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga
kepribadian serta sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya
dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan aganmanya.[1]
Landasan
religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok,
yaitu :
1. Manusia sebagai
makhluk Tuhan;
2. Sikap yang
mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai
dengan kaidah-kaidah agama; dan
3. Upaya yang
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah.
Salah satu tren bimbingan dan
konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari
kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan
ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan
berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan
berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk
menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah
mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan
spiritual atau religi.[2]
Agama (Religion) berasal dari kata
Latin “religio”, berarti “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat
diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.
Secara umum di Indonesia, Agama
dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan yang
terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang
disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam
tradisi.
Dalam agama terutama agama Islam
menempatkan kedudukan manusia pada kedudukan yang mulia. Manusia di beri
jabatan oleh Allah sebagai khalifah di bumi, tentu saja ia memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lain. Ketika manusia diciptakan, dia
beri keanugerahan dan dibekali kemampuan. Peristiwa pemberian kemampuan bawaan
ini disebutkan dalam al-Qur’an surat Asy Syams ayat 8 yaitu yang Artinya:
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu(jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
Ayat tersebut selanjutnya sering dikaitkan
tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul saw.
bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم :كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه
Dari Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda :
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang menjadikan
dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).
Jadi kemampuan bawaan itu merupakan
modal dasar yang akan tetap kerdil bila tidak ada usaha untuk mengembangkannya.
Apabila terjadi pengalaman yang terus menerus maka kemampuan itu akan
berkembang dan meluas, sehingga ketika menghadapi masalah, seseorang tidak akan
terlalu sulit untuk mengatasinya.
Melalui pendekatan agama seorang
konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya.
Karena agama mengatur segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana
supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di
dunia dan akherat.
Pandangan Islam terhadap kesehatan
mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia,
yaitu sebagai berikut: [3]
1. Ajaran Islam
beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan obat (Syifa’) bagi
jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani)
2. Ajaran Islam
memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan
mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3. Ajaran Islam
memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam
jiwa seorang mukmin.
Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa,
rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah
yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Pemahaman agama di sekolah sangat
penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik,
karena pendidikan agama mempunyai dua aspek penting.
Aspek pertama dari pendidikan agama,
adalah ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Siswa diberi
kesadaran akan adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan
dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam hal ini siswa dibimbing agar
terbiasa kepada peraturan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama, seperti
yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.
Aspek kedua dari pendidikan agama,
adalah ditujukan kepada pikiran atau pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan
kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak
diketahui betul-betul. Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan
memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi
tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan jiwa.
B. Peran Agama
dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut
pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan
seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari
pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam
kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap
kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang
baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai
dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan
dalam pembinaan kepribadian.[4]
Pendidikan
agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan
tidak hanya berarti memberi pelajaran
agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap
pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman
jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.[5]
Dengan
demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang
percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya
dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan pembinaan
(pembimbingan) kesehatan mental.
Ada
beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program
penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain: [6]
1.
Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam
hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup
dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan
kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan
dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan
menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai
dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama
dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2.
Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan
hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan,
sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah
diri, pesimis dan merasakan kegelisahan. Bagi orang yang berpegang teguh pada
ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya
dengan tabah dan tawakal.
3. Aturan agama
dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi
jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan
perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah
menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati.
4. Ajaran agama
sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan
nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa
ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena
kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Agama dapat
menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan
gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan
kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali
perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan
sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan
kesehatan jiwa.
6. Agama sebagai
pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan
corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial
(lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman
mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur
yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai
sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan
perkembangan masyarakat.[7]
C. Ajaran Islam
Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling
Bebicara
tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama
Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan
mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai
figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem
solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya
syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz
ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/
ÇÌÈ
Demi masa. Sungguh
manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal
kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati
supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan
kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan
dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar
dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
ãAqà)tur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøn=tã ×pt#uä `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 3 ö@è% cÎ) ©!$# @ÅÒã
`tB
âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î)
ô`tB z>$tRr& ÇËÐÈ
“Berkata orang-orang tiada
beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari
Tuhannya?” Jawablah :”Allah membiarkan
sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.”
(Ar-Ra’d :27)
Dari
ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi
takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukkan agar
manusia selalu mendidik diri sendiri
maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan
menjadi baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat
dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW,
menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam
yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam
pandangan psikologi.[8]
Dalam
hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukan adanya
bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan
perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr&
5OÈqø)s?
ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷yu @xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan
sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka
pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/
tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß
öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur
#n?tã
öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s%
4n?t/
¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt
ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ)
$¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan
anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab :
Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu
agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
Ada beberapa ayat yang lebih khusus
menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi keluarganya.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr&
ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
$ydßqè%ur â¨$¨Z9$#
äou$yfÏtø:$#ur
$pkön=tæ
îps3Í´¯»n=tB
ÔâxÏî
×#yÏ© w
tbqÝÁ÷èt
©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB
tbrâsD÷sã ÇÏÈ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)
öÉRr&ur
y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
“Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada beberapa Hadits yang
berkaitan dengan arah perkembangan anak di antaranya :
“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan
suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau
Majusi” (HR Baihaqi)
“Seseorang supaya mendidik budi pekerti yang
baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah satu sha” (HR At
Turmudzi)
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi
pekertinya” (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan dengan
perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata
dan kebutuhan potensial para siswa pada
beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini
:[9]
1. Konseling
krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat
kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat
adiktif.
2. Konseling
fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan
dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri
dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3. Konseling
preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir,
dan sebagainya.
4. Konseling
developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti
pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan
perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan
bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari
diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah
yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan
diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu
mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu
pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT yang artinya “…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian
pengalaman-pengalaman yang baik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan ajaran
agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan
kepribadian. Kemudian dalam membina kepribadian tersebut, hendaknya konselor
landasan psikologis. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan
konseling adalah tingkah laku klien.
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien).
B. Saran
Demikianlah
pembahasan makalah mengenai peran agama dalam bimbingan dan konseling, semoga
dapat bermanaat bagi rekan sekalian dalam menambah literatur lain yang
berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Linda L. Davidoff, Introducction To
Psychology, Psikologi Suatu Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta:
Erlangga, 1996),
Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam.
(Surabaya: Al-Ikhlas, 2003)
Harun Nasution, Teologi Islam,
(Jakarta: UI-Press, 1998),
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Bina Aksara, 1999),
Salahudin, Anas. Bimbingan dan konseling.
(Bandung: Pustaka Setia. 2010)
[1] linda
L. Davidoff, Introducction To Psychology, Psikologi Suatu Pengantar,
(terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 67
No comments:
Post a Comment