Sunday, April 22, 2018

Makalah Peran Agama dalam Bimbingan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini, seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
Sebagai mana kita ketahui bahwa bimbingan konseling memiliki landasan religius, psikologi, budaya, filosofis, pedagogis, historis dan landasan legalistik. Setiap landasan memiliki peran yang sama pentingnya dalam proses bimbingan dan konseling. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa klien atau siswa melakukan tindakan kenakalan karena kurangnya keilmuan agama yang mana didalamnya ada landasan moral, sehingga petugas bimbingan konseling haruslah mengerti dan faham bagaimana penyampaian norma-norma agama kepada klien dan bagaimana membimbing klien kepada penyelesaian berdasarkan agama atau landasan religius.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud landasan religius/agama?
2.      Apa peranan landasan religius dalam pelaksanaan bimbingan konseling?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud landasan religius/agama
2.      Untuk mengetahui peranan religius dalam pelaksanaan bimbingan konseling.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Agama sebagai Pegangan Kehidupan
Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut.
Seorang konselor sangatlah penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan aganmanya.[1]
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu :
1.      Manusia sebagai makhluk Tuhan;
2.      Sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan
3.      Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.[2]
Agama (Religion) berasal dari kata Latin “religio”, berarti “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.
Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
Dalam agama terutama agama Islam menempatkan kedudukan manusia pada kedudukan yang mulia. Manusia di beri jabatan oleh Allah sebagai khalifah di bumi, tentu saja ia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lain. Ketika manusia diciptakan, dia beri keanugerahan dan dibekali kemampuan. Peristiwa pemberian kemampuan bawaan ini disebutkan dalam al-Qur’an surat Asy Syams ayat 8 yaitu yang Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu(jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
Ayat tersebut selanjutnya sering dikaitkan tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم :كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه
Dari Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda : Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).
Jadi kemampuan bawaan itu merupakan modal dasar yang akan tetap kerdil bila tidak ada usaha untuk mengembangkannya. Apabila terjadi pengalaman yang terus menerus maka kemampuan itu akan berkembang dan meluas, sehingga ketika menghadapi masalah, seseorang tidak akan terlalu sulit untuk mengatasinya.
Melalui pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya. Karena agama mengatur segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di dunia dan akherat.
Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut: [3]
1.      Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani)
2.      Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3.      Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin.
Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Pemahaman agama di sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek penting.
Aspek pertama dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Siswa diberi kesadaran akan adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam hal ini siswa dibimbing agar terbiasa kepada peraturan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama, seperti yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.
Aspek kedua dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada pikiran atau pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul. Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan jiwa.

B.     Peran Agama dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.[4]
Pendidikan agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan tidak hanya  berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.[5]
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan pembinaan (pembimbingan) kesehatan mental.
Ada beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain: [6]
1.      Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup.
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2.      Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, pesimis dan merasakan kegelisahan. Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.

3.      Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati.
4.      Ajaran agama sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6.      Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat.[7]
  
C.     Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ  
Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
ãAqà)tƒur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøn=tã ×ptƒ#uä `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 3 ö@è% žcÎ) ©!$# @ÅÒム`tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) ô`tB z>$tRr& ÇËÐÈ  
 “Berkata orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari Tuhannya?”  Jawablah :”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang  menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukkan agar manusia  selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.[8]
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ   ¢OèO çm»tR÷ŠyŠu Ÿ@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ  
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
Ada beberapa ayat yang lebih khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi keluarganya.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ  
 “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada beberapa Hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak di antaranya :
“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)

“Seseorang supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah satu sha” (HR At Turmudzi)

“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa  pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :[9]
1.      Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2.      Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan  dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3.      Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi  dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.      Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT yang artinya “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pemberian pengalaman-pengalaman yang baik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian. Kemudian dalam membina kepribadian tersebut, hendaknya konselor landasan psikologis. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai peran agama dalam bimbingan dan konseling, semoga dapat bermanaat bagi rekan sekalian dalam menambah literatur lain yang berkenaan dengan bimbingan dan konseling.  






DAFTAR PUSTAKA

Linda L. Davidoff, Introducction To Psychology, Psikologi Suatu Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996),

Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 2003)

Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 1998),

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1999),

Salahudin, Anas. Bimbingan dan konseling. (Bandung: Pustaka Setia. 2010)




[1] linda L. Davidoff, Introducction To Psychology, Psikologi Suatu Pengantar, (terj.) Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 67
[2] Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 2003) h. 33
[3] Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam.  … h. 37
[4] Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam.  … h. 41
[5] Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 1998), hlm. 31
[6] Harun Nasution, Teologi Islam,  hlm. 34
[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1999), hlm. 98
[8] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,  hlm. 102
[9] Salahudin, Anas. Bimbingan dan konseling. (Bandung: Pustaka Setia. 2010) h. 113

No comments:

Post a Comment