Sunday, April 22, 2018

Makalah Pendekatan Saintifik dalam Studi Islam


B A B   I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Islam dan sains (ilmu pengetahuan) adalah dua hal yang sangat kita perlukan dalam menjalani kehidupan di dunia dan persiapan hidup di akhirat. Islam diperlukan kita sebagai jalan mencapai kebahagian hidup di akhirat, sedangkan sains diperlukan kita sebagai pegangan kita menghadapi tantangan dan memecahkan masalah (duniawi) yang terjadi didalam kehidupan manusia .
Islam menekankan eksplorasi keilmuan kepada pemeluknya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “carilah/tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.  Sains dan teknologi yang ada sekarang itu sebenarnya sudah tercantum dalam al-qur’an. Contohnya proses terjadinya manusia, proses terjadinya siang dan malam, proses terjadinya hujan dan sains lainnya banyak yang sudah tercantum dalam al-qur’an.
Selain mempermudah kegiatan manusia, sains dan teknologi punya peran penting dalam peribadatan orang islam. Contonya dalam masalah penentuan waktu sholat, penentuan arah kiblat, hingga penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal tidak luput dari peran sains dan teknologi. Maka dari itu antara islam dan sains mempunyai keterkaitan yang harus berjalan secara seimbang. Sehingga keduanya dapat membawa kita mencapai kebahagian di dunia maupun di akhirat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pengertian islam dan sains?
2.      Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an dan sains?
3.      Bagaimana peran islam dalam perkembangan sains?
4.      Bagaimana Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah?


C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian islam dan sains
2.      Untuk memahami Al-Qur’an dan sains
3.      Memahami peran islam dalam perkembangan sains
4.      Memahami Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah







B A B  II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Islam Dan Sains
Islam, kata ini adalah suatu suku kata yang dipergunakan oleh nabi Muhammad SAW, untuk nama ajaran yang dibawanya yaitu islam. Secara harfiah (etimologi), islam berasal dari bahasa arab yang mempunyai banyak arti antara lain tunduk, patuh, berserah diri dan selamat. Menurut istilah Harun Nasution memberikan definisi tentang islam, bahwa Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
Sedangkan kata sains berasal dari kata science, scienta, scine yang artinya mengetahui. Dalam kata lain, sains adalah logos, sendi, atau ilmu. Sains dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebanaran berdasarkan fakta atau fenomena alam. Sains yang dipahami dalam arti sebagai pengetahuan obyektif, tersusun, dan teratur tentang tatanan alam semesta. Sains pada wilayah yang sempit atau spesifik dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan alam dan pada tataran yang luas dipahami sebagai sagala macam disiplin ilmu pengetahuan.[1]

B.     Al – Qur’an dengan Sains
Mu’jizat islam (al-qur’an) yang paling utama ialah hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Surah pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah nilai tauhid, keutamaan pendidikan dan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Islam juga memerintahkan umatnya mencari ilmu untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW  “Menutut ilmu itu wajib bagi setiap orang islam”.
Al – qur’an (kitab suci umat islam) mengandung ilmu pengetahuan yang pasti dan tidak ada pertentangan di dalamnya.  Di dalam Al-qur’an terdapat kurang lebih 750 rujukan yang berkaitan dengan ilmu, sementara tidak ada agama atau kebudayaan yang lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia untuk menjamin kebahagiaannya di muka bumi ini dan di akhirat.[2]
Ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an antara lain ialah ilmu yang berhubungan dengan kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk dan juga terdapat maklumat atau isyarat tentang perkara – perkara yang telah menjadi tumpuan kajian sains, misalnya :
1.      Penciptaan planet bumi dan langit  (Q.S al- Anbiya’ : 30)
2.      Bahwa planet bumi beredar menurut orbitnya mengelilingi matahari (QS. Al- Anbiya’ : 33)
3.      Penciptaan makhluk semuanya berpasangan (QS. Yasin : 36)
Allah SWT telah membuat peraturan sebab-akibat bagi makhluk –Nya supaya umat manusia merasa tentram dan stabil di muka bumi ini, serta berusaha untuk mendapatkan keridloan-Nya. Allah telah memberitahukan umat manusia perkara-perkara yang tidak dapat dipikirkan oleh manusia melalui wahyu. Hal itu untuk menunjukkan kepada manusia bahwa Allah SWT Maha Esa dan semua yang ada di alam semesta dibawah kekuasanNya.

C.     Peran Islam dalam Sains
Kekuatan akal atau rasio manusia dalam realitas faktualnya tidaklah cukup untuk menyingkap tabir rahasia kejadian dan kehidupan di alam semesta. Alasan logisnya, manusia adalah makhluk  yang  merupakan sesuatu yang diciptakan dan berada dalam keterbatasan, yang tak terbatas adalah Sang Kholik. Dengan demikian manusia adalah noktah penciptaan dari totalitas ciptaan yang ada, yang mana kemampuan pengetahuannya sangatlah bergantung pada kemurahan Sang Kholik.
Dalam hal ini islam sebagai ajaran yang datang dari Al-Kholiq sudah tentu lebih tinggi kedudukannya dibandingkan sains. Artinya, realitas kebenaran yang ada dalam islam yang mana bersumber dari wahyu lebih terjamin, sifatnya absolut dan bisa dipercaya karena ia tidak datang dari kemampuan manusia yang terbatas.[3]
Islam mengajarkan manusia untuk melakukan nazhar (mengadakan observasi dan penilitian ilmiah) terhadap segala macam peristiwa alam diseluruh jagad ini dan juga terhadap lingkungan masyarakat serta historisitas bangsa-bangsa terdahulu. Seperti dalam firmanNya dalam surat Yunus ayat 101 “Lihatlah apa-apa yang dilangit dan dibumi...”  dan surat Ali Imron ayat 137 “Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan agama”.
Dari penjelasan di atas dapat kita kritisi tentang perbedaan nazhar yang diperintahkan Allah dan nazhar yang biasa dilakukan dalam sains. Berbeda dengan nazhar pada sains, yang hanya menitik beratkan pada observasi dan eksplorisasi ilmiah untuk meneliti substansi material alam semesta, nazhar yang diperintahkan agama tidak hanya sekedar kerja rasio dan rasa, tetapi juga didorong aktif oleh manifestasi iman kepada Allah.[4] Dengan demikian islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita selidiki dan teliti secara mendalam itu adalah terbatas pada ciptaan Allah dan semata-mata dalam rangka menigkatkan iman manusia kepada Allah.
Di era modern ini sains sangatlah di unggulkan, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan ringan karena kemajuan dari sains dan teknologi. Selain memudahkan manusia dalam menjalani aktifitas sehari-hari, sains juga mempunyai peran penting dalam peribadatan umat islam.
Adapun peran sains dalam peribadatan muslim antara lain dalam penentuan waktu sholat, penentuan arah qiblat, penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal. Dalam penentuan waktu sholat, al-qur’an dan hadits sebenarnya sudah menjelaskan hal tersebut namun masih bersifat kualitatif sebab belum disebutkan pukul berapa awal setiap waktu sholat. Akan tetapi dari hadits dan sumber-sumber lainnya, akhrinya para ulama dan ahli hisab atau ahli astronomi dapat menyebutkan waktu sholat secara kuantitatif. Selain itu sains juga memiliki andil dalam penentuan arah qiblat. Dalam penentuan arah qiblat biasanya menggunakan rumus-rumus segitiga bola dan rumus-rumus sinar matahari.
Itulah beberapa peran dari sains terhadap islam dalam hal penerapan sains untuk kesempurnaan peribadatan seorang muslim.

D.    Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah suatu disiplin keilmuan dapat dibedakan antara pikiran dasar yang melandasi suatu pemikiran dan tubuh pengetahuan teoritis yang dibangun di atas pikiran dasar tersebut. Pikiran dasar itu pada pokoknya terdiri dari postulat, asumsi,dan prinsip.
Postulat merupakan anggapan tentang suatu obyek yang merefleksikan sudut pandang tertentu. Anggapan ini tidak terkait dengan kriteria benar atau salah melainkan dengan setuju atau tidak setuju denga postulat yang diajukan. Wawasan nusantara, umpamanya, adalah postulat bangsa Indonesia dalam memandang keberadaanya dalam bertanah-air berbangsa, dan bernegara.[5]
Disebabkan oleh hakikatnya maka posulat merupakan anggapan yang tidak perlu diveripikasi secara enperis untuk menentukan benar atau salah. Ponstulat merupakan sudut pandang yang spesifik dari seorang ilmuwan dalam membangun tubuh pengetahuan teoretisnya. Setiap disiplin keilmuan mempunyai kemampuan ponstulat yang khas yang berbeda dengan disiplin keilmuan yang lain disebabkan cara pandang yang berbeda pula. meskipun obyek yang menjadi telaahanya adalah sama.
Sering terdapat pendapat dikalangan ilmuan bahwa asumsi sudah tidak usah lagi diuji melainkan diterima begitu saja (taken for graned). Hal ini adalah sangat tidak menguntungkan sebab sebuah asumsi belum tentu benar atau cocok dengan suatu kondisi tertentu. Asumsi yang berbeda akan menghasilkan tubuh pengetahuan yang berbeda pula yang pada giliranya akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Ilmu- ilmu social yang ada di Indonesia mengalami kemandekan dan impoten dalam menyelesaikan berbagi permasalahan disebkan ketidak mampuan ilmuan kita untuk menghasilkan posulat dan asumsi yang mencerminkan keadan di Indonesia.[6]
Di atas postulat dan asumsi maka di bangun prinsip. Prinsip merupakan pernyatan dasar mengenai ‘tindakan’ atau ‘pilihan’. Prinsip ekonomi, umpanya, yang menyatakan tindakan manusia untuk ‘memperoleh kepuasan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ merupakan dasar atau landasan bagi kegiatan manusia selaku mahkluk ekonomi. Sebagai contoh lain, ‘pemberian obat secara rasional’ mungkin dapat di kategorikan sebagai prinsip dalam ilmu kedokteran.
Postulat, asumsi, dan prinsip ini digolongkan sebagai pikiran dasar dari sebuah pengetahuan ilmiah. Diatas pikiran dasar ini di bangun tubuh pengetahuan teoretis yang secara ekstensif mencoba mendeskripsikan, menjelaskan, memperediksikan, dan mengontrol berbagai gejala dari obyek telaahan sebuah disiplin keilmuan. Untuk mengembangkan tubuh pengetahuan teoritis ini sebuah disiplin keilmuan ‘meminjam atau menerapkan’ unsur pengetahuan dari berbagai disiplin ke ilmuan yang lain. Ini adalah hal yang wajar yang biasa di lakukan. Masalahnya bahwa sebuah di siplin ke ilmuan yang mandiri harus bisa menentukan pengetahuan mana yang bersifat ‘khas milik disiplinya’ dan mana yang di pinjam atau di terapkan’ dari disiplin keilmuan yang lain.
Sebuah disiplin keilmuan yang mandiri harus mempunyai perangat pikiran dasar utama yang bersifat khas yang memberikan ‘payung’ atau ‘kerangka konsetual yang bersifat makro’. Kerangka konseptual yang bersifat makro ini di kembangkan pada tingkat tubuh pengetahuan teoritis yang bersifat khas pula.[7]
Baru dalam mengisi kerangka konseptual yang bersifat makro ini kita dapat meminjam atau menerapkan unsur pengetahua dari disiplin lain sesuai dengan kebutuhan. Ilmu ‘manajemen, umpanya, meminjam teori motivasi dari psikologi untuk mengkaji hubungan antara kebutuhan dan tindakan manusia dalam konteks manajemen. Demikian pula ilmu keperawatan meminjam unsur pengetahuan dari mikrobiologi sebagai dasar bagi tindakan keperawatan yang bersifat higienis. Dipihak lain ilmu ke dokteran meminjam pengetahuan dari mikrobiologi untuk tujuan yang lain umpanya untuk diagnosis dan terapi. Hal ini dapat memberi gambaran bahwa pinjam-meminjam antara pengetahuan adalah biasa dan tidak menimbulkan anarki serta kebingungan selam kita bisa mengidentipikasikan kerangka konseptual makro yang merupakan payung bagi penyusunan tubuh pengetahuan teoritis masing-masing.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut. Sehingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki.
Struktur Pengetahuan Ilmiah :
1.      Hipotesa : Hipotesa merupakan suatu perkiraan awal yang belum diuji. Biasanya hipotesa diambil berdasarkan teori-teori umum yang mendukung.
2.      Teori : Suatu penjelasan yang menjelaskan tentang sesuatu, akan tetapi teori masih dapat disanggah atau disangkal.
3.      Hukum : Teori yang sudah tidak dapat disanggah atau disangkal lagi. Akan tetapi, apabila terdapat suatu teori yang lebih umum daripada hukum tersebut, maka hukum tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori yang baru tersebut.
4.      Aksioma/postulat : Suatu pernyataan yang sudah tidak perlu dibuktikan lagi. (dianggap sudah benar)
5.      Prinsip : Sesuatu yang mendasari sesuatu yang lain.
6.      Asumsi : Sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu didampingi dengan fakta empiris.[8]
Sains adalah suatu sistem institusi dengan keunggulan dan kelemahan dari semua organisasi manusia.  Agar hasil baru diterima dalam kumpulan pengetahuan manusia, maka tidaklah cukup hanya menjadi dalil logika yang memenuhi tabel kebenaran yang tepat, atau model terapan yang memenuhi kriteria uji biasa, namun harus juga menjangkau status yang dibuat.  Seperti beberapa sistem sosial lainnya, sistem ini telah menetapkan norma dan sangsi.  Bagi Kuhn diterimanya teori-teori ilmiah yang secara radikal baru mengharuskan revolusi ilmiah, yang berhubungan dengan revolusi politik, dimana gagasan-gagasan baru menggantikan yang lama, bukan dengan kekuatan alasan, tetapi dengan kapasitas gagasan-gagasan baru untuk menarik para pengikut baru, dan ketidakmampuan gagasan-gagasan lama untuk melakukan hal yang sama.
Pendeknya, disiplin-disiplin melibatkan kelompok-kelompok orang kreatif yang saling berinteraksi.  Produksi pengetahuan memiliki aspek-aspek psikologi dan sosiologi, dan juga logika.  Disiplin-disiplin sederhananya bukan produk dari mesin-mesin rasional.
Setiap disiplin, dan setiap teori dalam suatu disiplin, memiliki domain, objek-objek dimana operasi-operasi intelektual dari peneliti dilakukan.   Domain biologi, sebagai contoh, adalah kumpulan makhluk-makhluk hidup dan lingkungannya.  Domain fisika energi tinggi melibatkan prilaku partikel-partikel inti.  Domain teori pembelajaran mencakup prilaku orang-orang yang berkonfrontasi dengan stimuli, masalah-masalah verbal, dll.
Perbedaan antara domain dan pengetahuan mengenai domain itu penting, tetapi seringkali diabaikan, yang menuntun pada kebingungan semantik.  Para ahli teori kurikulum terkadang menggunakan istilah ‘materi' untuk mengartikan ‘domain'. Oleh karena itu, mereka membuat pernyataan-pernyataan seperti: ‘Materi biologi adalah makhluk-makhluk hidup'.  Tidak ada yang salah dengan pernyataan istilah ‘materi', tetapi ini tidak konsisten dengan penggunaan umum istilah yang berarti ‘yang akan dipelajari oleh siswa'.  Refleksi momen akan memperlihatkan bahwa seorang siswa biologi tidak dapat mempelajari makhluk-makhluk hidup; apa yang dapat dipelajarinya adalah pernyataan-pernyataan pengetahuan mengenai makhluk-makhluk hidup.     

  
                                                                           




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Antara islam dan sains harus berjalan dengan selaras atau seimbang. Sains memerlukan islam sebagai rujukan dalam melakukan observasi dan mengingatkan manusia akan fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan sehingga tidak mendewakan akal serta tidak  sombong dengan apa yang dihasilkannya. Karena semua itu semata-mata atas kemurahan Allah yang maha Kuasa. Islam juga mengajarkan kepada umatnya agar apa yang telah diperoleh dari perkembangan sains dapat menambah keimanan terhadap Allah SWT.           
Di samping itu sains juga memiliki andil dalam islam. Dengan adanya sains, umat islam dapat mengetahui arah qiblat, penentuan waktu sholat dan konversinya serta penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal lewat Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang mana Badan Hisab dan Rukyat menggunakan sains dalam menentukan hal-hal tersebut.













DAFTAR PUSTAKA

Hadi, H. Sains untuk Kesempurnaan Ibadah Penerapan sains dalam peribadatan. (Yogyakarta: Prima Pustaka. 2009)

A.Sahirul Alim, M. Menguak Keterpaduan Sains,Teknologi dan Islam. (Yogyakarta: Dinamika. 1996)

Noordin, S. Sains menurut perspektif Islam. (Dewan bahasa dan Pustaka, 2000)

Klaeny HD,  Islam,ilmu pengetahuan dan teknologi, (PT.Bumi Alsaras,Jakarta,2000.Cet III)

A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, (Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999)




[1] Hadi, H. Sains untuk Kesempurnaan Ibadah Penerapan sains dalam peribadatan. (Yogyakarta: Prima Pustaka. 2009) h. 31
[2] A.Sahirul Alim, M. Menguak Keterpaduan Sains,Teknologi dan Islam. (Yogyakarta: Dinamika. 1996) h. 56
[3] A.Sahirul Alim, M. Menguak Keterpaduan Sains,Teknologi dan Islam. … h. 62
[4] Noordin, S. Sains menurut perspektif Islam. (Dewan bahasa dan Pustaka, 2000) h. 77
[5] Klaeny HD,  Islam,ilmu pengetahuan dan teknologi, (PT.Bumi Alsaras,Jakarta,2000.Cet III) h. 133
[6] Amin suyitno,  Ilimu Alamiah Dasar, (Semarang,2002) h. 83
[7] A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, (Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999) h. 25
[8] A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam,  … h. 29

No comments:

Post a Comment