B A
B I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam dan sains (ilmu pengetahuan) adalah dua hal yang sangat kita
perlukan dalam menjalani kehidupan di dunia dan persiapan hidup di akhirat.
Islam diperlukan kita sebagai jalan mencapai kebahagian hidup di akhirat,
sedangkan sains diperlukan kita sebagai pegangan kita menghadapi tantangan dan
memecahkan masalah (duniawi) yang terjadi didalam kehidupan manusia .
Islam menekankan eksplorasi keilmuan kepada pemeluknya, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW “carilah/tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang
lahat”. Sains dan teknologi yang ada
sekarang itu sebenarnya sudah tercantum dalam al-qur’an. Contohnya proses
terjadinya manusia, proses terjadinya siang dan malam, proses terjadinya hujan
dan sains lainnya banyak yang sudah tercantum dalam al-qur’an.
Selain mempermudah kegiatan manusia, sains dan teknologi punya peran
penting dalam peribadatan orang islam. Contonya dalam masalah penentuan waktu
sholat, penentuan arah kiblat, hingga penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal tidak
luput dari peran sains dan teknologi. Maka dari itu antara islam dan sains
mempunyai keterkaitan yang harus berjalan secara seimbang. Sehingga keduanya
dapat membawa kita mencapai kebahagian di dunia maupun di akhirat.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan pengertian islam dan sains?
2. Apa yang
dimaksud dengan Al-Qur’an dan sains?
3. Bagaimana peran
islam dalam perkembangan sains?
4. Bagaimana Metode
Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian islam dan sains
2. Untuk memahami
Al-Qur’an dan sains
3. Memahami peran
islam dalam perkembangan sains
4. Memahami Metode
Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
B A
B II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Islam Dan Sains
Islam, kata ini adalah suatu suku kata yang dipergunakan oleh nabi
Muhammad SAW, untuk nama ajaran yang dibawanya yaitu islam. Secara harfiah
(etimologi), islam berasal dari bahasa arab yang mempunyai banyak arti antara
lain tunduk, patuh, berserah diri dan selamat. Menurut istilah Harun Nasution
memberikan definisi tentang islam, bahwa Islam adalah agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi
Muhammad sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan
hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
Sedangkan kata sains berasal dari kata science, scienta, scine yang
artinya mengetahui. Dalam kata lain, sains adalah logos, sendi, atau ilmu.
Sains dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari
kebanaran berdasarkan fakta atau fenomena alam. Sains yang dipahami dalam arti
sebagai pengetahuan obyektif, tersusun, dan teratur tentang tatanan alam
semesta. Sains pada wilayah yang sempit atau spesifik dapat dipahami sebagai
ilmu pengetahuan alam dan pada tataran yang luas dipahami sebagai sagala macam
disiplin ilmu pengetahuan.[1]
B. Al – Qur’an
dengan Sains
Mu’jizat islam (al-qur’an) yang paling utama ialah hubungannya dengan
ilmu pengetahuan. Surah pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah
nilai tauhid, keutamaan pendidikan dan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Islam juga memerintahkan umatnya mencari ilmu untuk mendapatkan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Menutut ilmu itu wajib bagi setiap orang
islam”.
Al – qur’an (kitab suci umat islam) mengandung ilmu pengetahuan yang
pasti dan tidak ada pertentangan di dalamnya.
Di dalam Al-qur’an terdapat kurang lebih 750 rujukan yang berkaitan
dengan ilmu, sementara tidak ada agama atau kebudayaan yang lain yang
menegaskan dengan begitu tegas akan pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia
untuk menjamin kebahagiaannya di muka bumi ini dan di akhirat.[2]
Ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an antara lain ialah ilmu yang
berhubungan dengan kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk dan juga
terdapat maklumat atau isyarat tentang perkara – perkara yang telah menjadi
tumpuan kajian sains, misalnya :
1. Penciptaan
planet bumi dan langit (Q.S al- Anbiya’
: 30)
2. Bahwa planet
bumi beredar menurut orbitnya mengelilingi matahari (QS. Al- Anbiya’ : 33)
3. Penciptaan
makhluk semuanya berpasangan (QS. Yasin : 36)
Allah SWT telah membuat peraturan
sebab-akibat bagi makhluk –Nya supaya umat manusia merasa tentram dan stabil di
muka bumi ini, serta berusaha untuk mendapatkan keridloan-Nya. Allah telah
memberitahukan umat manusia perkara-perkara yang tidak dapat dipikirkan oleh
manusia melalui wahyu. Hal itu untuk menunjukkan kepada manusia bahwa Allah SWT
Maha Esa dan semua yang ada di alam semesta dibawah kekuasanNya.
C. Peran Islam
dalam Sains
Kekuatan akal atau rasio manusia dalam realitas faktualnya tidaklah
cukup untuk menyingkap tabir rahasia kejadian dan kehidupan di alam semesta.
Alasan logisnya, manusia adalah makhluk
yang merupakan sesuatu yang
diciptakan dan berada dalam keterbatasan, yang tak terbatas adalah Sang Kholik.
Dengan demikian manusia adalah noktah penciptaan dari totalitas ciptaan yang
ada, yang mana kemampuan pengetahuannya sangatlah bergantung pada kemurahan
Sang Kholik.
Dalam hal ini islam sebagai ajaran yang datang dari Al-Kholiq sudah
tentu lebih tinggi kedudukannya dibandingkan sains. Artinya, realitas kebenaran
yang ada dalam islam yang mana bersumber dari wahyu lebih terjamin, sifatnya
absolut dan bisa dipercaya karena ia tidak datang dari kemampuan manusia yang
terbatas.[3]
Islam mengajarkan manusia untuk melakukan nazhar (mengadakan observasi
dan penilitian ilmiah) terhadap segala macam peristiwa alam diseluruh jagad ini
dan juga terhadap lingkungan masyarakat serta historisitas bangsa-bangsa
terdahulu. Seperti dalam firmanNya dalam surat Yunus ayat 101 “Lihatlah apa-apa
yang dilangit dan dibumi...” dan surat
Ali Imron ayat 137 “Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah
Allah. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan agama”.
Dari penjelasan di atas dapat kita kritisi tentang perbedaan nazhar yang
diperintahkan Allah dan nazhar yang biasa dilakukan dalam sains. Berbeda dengan
nazhar pada sains, yang hanya menitik beratkan pada observasi dan eksplorisasi
ilmiah untuk meneliti substansi material alam semesta, nazhar yang
diperintahkan agama tidak hanya sekedar kerja rasio dan rasa, tetapi juga
didorong aktif oleh manifestasi iman kepada Allah.[4] Dengan demikian islam
mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita selidiki dan teliti secara mendalam
itu adalah terbatas pada ciptaan Allah dan semata-mata dalam rangka menigkatkan
iman manusia kepada Allah.
Di era modern ini sains sangatlah di unggulkan, pekerjaan manusia
menjadi lebih mudah dan ringan karena kemajuan dari sains dan teknologi. Selain
memudahkan manusia dalam menjalani aktifitas sehari-hari, sains juga mempunyai
peran penting dalam peribadatan umat islam.
Adapun peran sains dalam peribadatan muslim antara lain dalam penentuan
waktu sholat, penentuan arah qiblat, penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal. Dalam
penentuan waktu sholat, al-qur’an dan hadits sebenarnya sudah menjelaskan hal
tersebut namun masih bersifat kualitatif sebab belum disebutkan pukul berapa
awal setiap waktu sholat. Akan tetapi dari hadits dan sumber-sumber lainnya,
akhrinya para ulama dan ahli hisab atau ahli astronomi dapat menyebutkan waktu
sholat secara kuantitatif. Selain itu sains juga memiliki andil dalam penentuan
arah qiblat. Dalam penentuan arah qiblat biasanya menggunakan rumus-rumus
segitiga bola dan rumus-rumus sinar matahari.
Itulah beberapa peran dari sains terhadap islam dalam hal penerapan
sains untuk kesempurnaan peribadatan seorang muslim.
D. Metode
Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah suatu disiplin keilmuan dapat
dibedakan antara pikiran dasar yang melandasi suatu pemikiran dan tubuh
pengetahuan teoritis yang dibangun di atas pikiran dasar tersebut. Pikiran
dasar itu pada pokoknya terdiri dari postulat, asumsi,dan prinsip.
Postulat merupakan anggapan tentang suatu obyek yang merefleksikan sudut
pandang tertentu. Anggapan ini tidak terkait dengan kriteria benar atau salah
melainkan dengan setuju atau tidak setuju denga postulat yang diajukan. Wawasan
nusantara, umpamanya, adalah postulat bangsa Indonesia dalam memandang
keberadaanya dalam bertanah-air berbangsa, dan bernegara.[5]
Disebabkan oleh hakikatnya maka posulat merupakan anggapan yang tidak
perlu diveripikasi secara enperis untuk menentukan benar atau salah. Ponstulat
merupakan sudut pandang yang spesifik dari seorang ilmuwan dalam membangun
tubuh pengetahuan teoretisnya. Setiap disiplin keilmuan mempunyai kemampuan
ponstulat yang khas yang berbeda dengan disiplin keilmuan yang lain disebabkan
cara pandang yang berbeda pula. meskipun obyek yang menjadi telaahanya adalah
sama.
Sering terdapat pendapat dikalangan ilmuan bahwa asumsi sudah tidak usah
lagi diuji melainkan diterima begitu saja (taken for graned). Hal ini adalah
sangat tidak menguntungkan sebab sebuah asumsi belum tentu benar atau cocok
dengan suatu kondisi tertentu. Asumsi yang berbeda akan menghasilkan tubuh
pengetahuan yang berbeda pula yang pada giliranya akan menghasilkan kesimpulan
yang berbeda. Ilmu- ilmu social yang ada di Indonesia mengalami kemandekan dan
impoten dalam menyelesaikan berbagi permasalahan disebkan ketidak mampuan
ilmuan kita untuk menghasilkan posulat dan asumsi yang mencerminkan keadan di
Indonesia.[6]
Di atas postulat dan asumsi maka di bangun prinsip. Prinsip merupakan
pernyatan dasar mengenai ‘tindakan’ atau ‘pilihan’. Prinsip ekonomi, umpanya,
yang menyatakan tindakan manusia untuk ‘memperoleh kepuasan sebesar-besarnya
dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ merupakan dasar atau landasan bagi
kegiatan manusia selaku mahkluk ekonomi. Sebagai contoh lain, ‘pemberian obat
secara rasional’ mungkin dapat di kategorikan sebagai prinsip dalam ilmu
kedokteran.
Postulat, asumsi, dan prinsip ini digolongkan sebagai pikiran dasar dari
sebuah pengetahuan ilmiah. Diatas pikiran dasar ini di bangun tubuh pengetahuan
teoretis yang secara ekstensif mencoba mendeskripsikan, menjelaskan,
memperediksikan, dan mengontrol berbagai gejala dari obyek telaahan sebuah
disiplin keilmuan. Untuk mengembangkan tubuh pengetahuan teoritis ini sebuah
disiplin keilmuan ‘meminjam atau menerapkan’ unsur pengetahuan dari berbagai
disiplin ke ilmuan yang lain. Ini adalah hal yang wajar yang biasa di lakukan.
Masalahnya bahwa sebuah di siplin ke ilmuan yang mandiri harus bisa menentukan
pengetahuan mana yang bersifat ‘khas milik disiplinya’ dan mana yang di pinjam
atau di terapkan’ dari disiplin keilmuan yang lain.
Sebuah disiplin keilmuan yang mandiri harus mempunyai perangat pikiran
dasar utama yang bersifat khas yang memberikan ‘payung’ atau ‘kerangka
konsetual yang bersifat makro’. Kerangka konseptual yang bersifat makro ini di
kembangkan pada tingkat tubuh pengetahuan teoritis yang bersifat khas pula.[7]
Baru dalam mengisi kerangka konseptual yang bersifat makro ini kita
dapat meminjam atau menerapkan unsur pengetahua dari disiplin lain sesuai
dengan kebutuhan. Ilmu ‘manajemen, umpanya, meminjam teori motivasi dari
psikologi untuk mengkaji hubungan antara kebutuhan dan tindakan manusia dalam
konteks manajemen. Demikian pula ilmu keperawatan meminjam unsur pengetahuan
dari mikrobiologi sebagai dasar bagi tindakan keperawatan yang bersifat
higienis. Dipihak lain ilmu ke dokteran meminjam pengetahuan dari mikrobiologi
untuk tujuan yang lain umpanya untuk diagnosis dan terapi. Hal ini dapat
memberi gambaran bahwa pinjam-meminjam antara pengetahuan adalah biasa dan
tidak menimbulkan anarki serta kebingungan selam kita bisa mengidentipikasikan
kerangka konseptual makro yang merupakan payung bagi penyusunan tubuh pengetahuan
teoritis masing-masing.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai
sifat tidak absolut. Sehingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau
disanggah dan diperbaiki.
Struktur Pengetahuan Ilmiah :
1. Hipotesa :
Hipotesa merupakan suatu perkiraan awal yang belum diuji. Biasanya hipotesa
diambil berdasarkan teori-teori umum yang mendukung.
2. Teori : Suatu
penjelasan yang menjelaskan tentang sesuatu, akan tetapi teori masih dapat
disanggah atau disangkal.
3. Hukum : Teori
yang sudah tidak dapat disanggah atau disangkal lagi. Akan tetapi, apabila
terdapat suatu teori yang lebih umum daripada hukum tersebut, maka hukum
tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori yang baru tersebut.
4. Aksioma/postulat
: Suatu pernyataan yang sudah tidak perlu dibuktikan lagi. (dianggap sudah
benar)
5. Prinsip :
Sesuatu yang mendasari sesuatu yang lain.
6. Asumsi :
Sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu didampingi dengan fakta
empiris.[8]
Sains adalah suatu
sistem institusi dengan keunggulan dan kelemahan dari semua organisasi
manusia. Agar hasil baru diterima dalam
kumpulan pengetahuan manusia, maka tidaklah cukup hanya menjadi dalil logika
yang memenuhi tabel kebenaran yang tepat, atau model terapan yang memenuhi kriteria
uji biasa, namun harus juga menjangkau status yang dibuat. Seperti beberapa sistem sosial lainnya,
sistem ini telah menetapkan norma dan sangsi.
Bagi Kuhn diterimanya teori-teori ilmiah yang secara radikal baru
mengharuskan revolusi ilmiah, yang berhubungan dengan revolusi politik, dimana
gagasan-gagasan baru menggantikan yang lama, bukan dengan kekuatan alasan,
tetapi dengan kapasitas gagasan-gagasan baru untuk menarik para pengikut baru,
dan ketidakmampuan gagasan-gagasan lama untuk melakukan hal yang sama.
Pendeknya,
disiplin-disiplin melibatkan kelompok-kelompok orang kreatif yang saling
berinteraksi. Produksi pengetahuan
memiliki aspek-aspek psikologi dan sosiologi, dan juga logika. Disiplin-disiplin sederhananya bukan produk
dari mesin-mesin rasional.
Setiap disiplin, dan
setiap teori dalam suatu disiplin, memiliki domain, objek-objek dimana
operasi-operasi intelektual dari peneliti dilakukan. Domain biologi, sebagai contoh, adalah
kumpulan makhluk-makhluk hidup dan lingkungannya. Domain fisika energi tinggi melibatkan
prilaku partikel-partikel inti. Domain
teori pembelajaran mencakup prilaku orang-orang yang berkonfrontasi dengan
stimuli, masalah-masalah verbal, dll.
Perbedaan antara domain
dan pengetahuan mengenai domain itu penting, tetapi seringkali diabaikan, yang
menuntun pada kebingungan semantik. Para
ahli teori kurikulum terkadang menggunakan istilah ‘materi' untuk mengartikan
‘domain'. Oleh karena itu, mereka membuat pernyataan-pernyataan seperti:
‘Materi biologi adalah makhluk-makhluk hidup'.
Tidak ada yang salah dengan pernyataan istilah ‘materi', tetapi ini
tidak konsisten dengan penggunaan umum istilah yang berarti ‘yang akan
dipelajari oleh siswa'. Refleksi momen
akan memperlihatkan bahwa seorang siswa biologi tidak dapat mempelajari
makhluk-makhluk hidup; apa yang dapat dipelajarinya adalah
pernyataan-pernyataan pengetahuan mengenai makhluk-makhluk hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antara islam dan sains harus berjalan dengan selaras atau seimbang.
Sains memerlukan islam sebagai rujukan dalam melakukan observasi dan
mengingatkan manusia akan fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki
keterbatasan sehingga tidak mendewakan akal serta tidak sombong dengan apa yang dihasilkannya. Karena
semua itu semata-mata atas kemurahan Allah yang maha Kuasa. Islam juga
mengajarkan kepada umatnya agar apa yang telah diperoleh dari perkembangan
sains dapat menambah keimanan terhadap Allah SWT.
Di samping itu sains juga memiliki andil dalam islam. Dengan adanya
sains, umat islam dapat mengetahui arah qiblat, penentuan waktu sholat dan
konversinya serta penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal lewat Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama yang mana Badan Hisab dan Rukyat menggunakan sains
dalam menentukan hal-hal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi, H. Sains untuk Kesempurnaan Ibadah
Penerapan sains dalam peribadatan. (Yogyakarta: Prima Pustaka. 2009)
A.Sahirul Alim, M. Menguak Keterpaduan
Sains,Teknologi dan Islam. (Yogyakarta:
Dinamika. 1996)
Noordin, S. Sains menurut perspektif Islam.
(Dewan bahasa dan Pustaka, 2000)
Klaeny HD, Islam,ilmu pengetahuan dan teknologi, (PT.Bumi
Alsaras,Jakarta,2000.Cet III)
A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains,
Teknologi dan Islam, (Titian
Ilahi Press, Yogyakarta, 1999)
[1] Hadi, H. Sains untuk Kesempurnaan Ibadah Penerapan sains dalam
peribadatan. (Yogyakarta: Prima Pustaka. 2009) h. 31
[2] A.Sahirul Alim, M. Menguak Keterpaduan Sains,Teknologi dan Islam.
(Yogyakarta:
Dinamika. 1996) h. 56
[7] A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam,
(Titian
Ilahi Press, Yogyakarta, 1999) h. 25
No comments:
Post a Comment