Thursday, April 19, 2018

MAKALAH KOGNITIF ANAK USIA DINI


BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Perkembangan merupakan proses perubahan secara progress baik secara fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan pada aspek sosial peserta didik. Peserta didik sebagai makhluk sosial membutuhkan peran lingkungannya atau bantuan dari orang lain untuk dapat tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling berpengaruh antar sesama peserta didik maupun dengan  proses sosialisasi dan menambah pengetahuan pada bayi dan balita.
Dalam psikologi perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana tahap perkembangan sosial anak, diantara tokoh yang memberi kontribusi dalam hal ini adalah teori perkembangan psikososial Erik H. Erikson. Erikson mengatakan bahwa istilah “psikososial” dalam kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan memilih judul Perkembangan Tingkah Laku Sosial.
Perkembangan kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan pikiran. Pikiran anak Anda adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah, pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan.
Piaget, dalam Bringuier, (1980:110), mengatakan bahwa Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian dan Teori tentang perkembangan kognitif anak?
2.      Bagaimana masa perkembangan kognitif anak?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan teori perkembangan kognitif anak
2.      Untuk memahami masa perkembangan kognitif anak
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Teori Perkembangan Kognitif Pada Anak
Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu?
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system – sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
1.      Teori Piaget Tentang Perkembangan Kognitif
Piaget yakin bahwa seorang anak melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi dari tahap-tahap tersebut berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri (adapt) dengan lingkungan dan adanya pengorganisasian struktur berpikir.
Menurut Piaget, perkembangan pemikiran dibagi ke dalam empat tahap yang secara kualitatif sangat berbeda: sensoris-motorik, praoperasional dan operasional konkret, dan operasional formal.[1]

2.      Tahap Perkembangan Sensoris- Motorik
Tahap sensoris motorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun. Selama masa ini perkembangan mental dipengaruhi oleh kemajuan yang besar pada kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik – oleh karena itu, namanya sensorik-motorik. [2]
Tahapan-tahapan Piaget, perkembangan subtahap sensoris motorik adalah: (1) reflek sederhana, (2) kebiasaan-kebiasaan sederhana dan reaksi sirkuler primer, (3) reaksi sirkuler sekunder, (4) koordinasi reaksi sirkuler; (5) reaksi sirkuler tersier, pencarian dan keingin tahuan; (6) internalisasi skema.Reflek sederhana (simple reflexe) ialah subtahap sensoris motorik pertama Piaget, yang terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Pada subtahap ini, alat dasar Reaksi sirkuler sekunder (secondary sircular reaction) ialai subtahap sensorik-motorik ketiga Piaget, yang berkembang antara usia 4 dan 8 bulan. Pada subtahap ini, bayi semakin berorientasi atau berfokus pada benda di dunia, yang bergerak dengan keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensoris-motorik.
Koordinasi reaksi sirkuler sekunder (coordination of secondery sirculer reaction) ialah subtahap sensorik-motorik keempat Piaget, yang berkembang antara usia 8 dan 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.
Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas suatu yang baru, dan keingintahuan (tertiary circular reaction, novelty and curiosity) ialah subtahap sensoris-motorik kelima Piaget yang berkembang antara usia 12 dan 18 bulan. Pada subtahap ini bayi semakin tergugah minatnya oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda itu dan oleh banyak hal yang dapat mereka lakukan pada benda-benda itu.
Internalisasi skema yaitu (internalization of sehemes) ialah subtahap sensoris-motorik keenam dan terakhir Piaget, yang berkembang antara usia 18 dan 24 bulan. Pada subtahap ini fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensoris motorik murni menjadi suatu taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif.koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku reflektif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.[3]
Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habit dan primary circual reaktion) ialah subtahap sensorik-motorik kedua Piaget 1-4 bulan. Pada subtahap ini, pada subtahap ini bayi belajar mengkoordinasikan sensasi tipe skema atau struktur-yaitu, kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler primer.
Reaksi sirkuler primer (primary circular reaction) ialah suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.
Ketetapan Benda
Ketetapan benda (object permanence) ialah istilah Piaget bagi pencapaian paling penting pada seorang bayi: pemahaman bahwa benda-benda dan peristiwa-peristiwa masih tetap ada dan berlansung walaupun benda-benda dan peristiwa-peristiwa itu tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh secara langsung.

B.     Masa Perkembangan Kognitif Pada Anak
Bayi dapat belajar mengenal benda-benda dan tersenyum kepada benda-benda itu, merangkak, dan memanipulasi benda-benda, tetapi bayi belum memiliki konsep dan gagasan atas benda-benda itu. Piaget yakin bahwa ketika bayi memasuki masa akhir perkembangan sensoris-motorik, pada kira-kira usia 1,5 hingga 2 tahun barulah bayi benar-benar belajar bagaimana mengenali lingkungannya secara simbolis dan konseptual.[4]
Teori perkembangan sensoris-motorik Piaget saat ini telah disanggah dari dua sumber. Pertama bidang perkembangan persepsi bayi menunjukkan bahwa suatu dunia persepsi yang stabil dan nyata telah dibangun jauh lebih awal pada masa bayi dibandingkan dengan yang dibayangkan oleh Piaget.
1.      Perkembangan Persepsi
Secara singkat, perkembangan persepsi yang diyakini oleh para peneliti ialah bahwa bayi-bayi melihat benda berdiri sendiri, satu, kokoh dan terpisah dari lingkungan sekitarnya, ada kemungkinan hal ini terjadi pada saat lahir atau segera sesudahnya, tetapi secara pasti hal ini terjadi pada usia 3 hingga 4 bulan. Bayi-bayi kecil masih harus belajar banyak tetapi dunia sekitarnya tampak stabil dan teratur bagi mereka dan oleh karena itu, dunia sekitar mereka dapat mereka “rumuskan“.
2.      Perkembangan Konsepsi
Penelitian baru-baru ini tentang perkembangan persepsi dan konsepsi bayi menunjukkan bahwa bayi mempunyai kemampuan persepsi yang lebih canggih dan dapat memulai berpikir jauh lebih awal dibandingkan dengan apa yang dibayangkan oleh Piaget.
Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak  usia sekolah dasar disebut pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek  peristiwa nyata atau konkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi – operasi, yaitu : [5]
1.      Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan –          hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
2.      Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat       dalam suatu keadaan.
3.      Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
a.       Perkembangan Memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori (memory strategy), yaitu merupakan perilaku disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Matlin (1994) menyebutkan 4 macam strategi memori yang penting, yaitu :
Rehearsal (Pengulangan) : Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan. Organization (Organisasi) : Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti, anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana mereka duduk dalam satu kelas.
Imagery (Perbandingan) : Membandingkan sesuatu dengan tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang.
Retrieval (Pemunculan Kembali) : Proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan. Ketika suatu isyarat yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali sebuah memori, mereka akan menggunakannya secara spontan.[6]
Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk sikap, kesehatan dan motivasi), serta pengetahuan yang diperoleh anak sebelumnya.
b.      Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.
c.       Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
d.      Perkembangan Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
Ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:
1.      Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.[7]
2.      Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.[8]
1.      Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
2.      Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
3.      Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
4.      Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3.      Stadium operasional konkrit (7—11 tahun)
Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
4.      Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.[9]
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.
Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad  menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Tahap
Usia/Tahun
Gambaran
Sensorimotor
0 – 2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
Preoperational
2 – 7
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
Concrete operational
7 – 11
Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal operational
11 – 15
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.


1.    ALAT PERMAINAN EDUKATIF YANG DAPAT MENSTIMULASI PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI

A.      NAMA KEGIATAN/PERMAINAN







 





Kegiatan/permainan menyusun persegi warna merupakan sebuah permainan yang mampu menstimulasi berbagai kecerdasan maupun aspek perkembangan untuk anak usia dini , diantaranya yaitu perkembangan kognitif. Dalam permainan ini kita ( guru ) bisa memberikan dua kegiatan kepada anak usia dini, yaitu :
1.      Menyusun bentuk persegi
2.      Menyusun bentuk persegi berdasarkan warna

Pembelajaran anak usia dini menganut pendekatan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain, dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indera-indera tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain anak-anak  menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhanya.





B.     BAHAN DAN ALAT
1.      Bahan
·        triplek
·        Cat Kayu
·        Sumpit/Bambu
·        Paku

2.      Alat
·        Gergaji
·        Amplas
·        Kuas
·        Bor
·        Palu
·        Mistar
·        Pena
·        Karter

C.     LANGKAH PEMBUATAN
a.      Bentuk persegi
1.      Buat pola pada papan/triplek seperti Persegi Empat, segi tiga dan lain-lain.
2.      Potong pola dengan menggunakan gergaji
3.      Bersihkan bagian pinggir masing-masing bentuk dengan menggunakan karter
4.      Haluskan bagian pinggir masing-masing bentuk dengan menggunakan amplas halus
5.      Lubangi bagian tengah bentuk-bentuk persegi dengan menggunakan bor
6.      Haluskan kembali dengan menggunakan amplas agar lebih aman untuk anak usia dini
7.      Warnai bentuk-bentuk persegi dengan warna yang bisa menarik minat anak, misalnya merah, kuning dan hijau.
8.      Jemur bentuk-bentuk persegi hingga kering

b.      Pembuatan tiang bentuk persegi
1.      Potong triplek untuk alas pertama dan kedua
2.      Rekatkan triplek alas pertama dengan yang kedua dengan menggunakan paku kecil
3.      Lubangi triplek dengan menggunakan bor
4.      Masukkan 4 sumpit di masing-masing lubang triplek

D.    SASARAN USIA
Permainan menyusun persegi warna ini bertujuan mengenalkan bentuk, dan juga warna kepada anak usia dini , khususnya untuk anak usia 4-5 tahun, karena pada usia inianak baru dikenalkan dengan kegiatan keaksaraan.

E.     LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1.      Jelaskan kepada anak tentang bentuk-bentuk persegi kepada anak usia dini
2.      Kenalkan dengan berbagai warna 
3.      Jelaskan aturan main kepada anak, seperti
a.       Minta anak mengelompokkan bentuk berdasarkan warna
b.      Minta anak menyusun sesuai kesamaan bentuk
F.      ASPEK YANG DIKEMBANGKAN
1.      Kognitif
Anak mampu berfikir dan berhitung tentang berapa bentuk persegi , banyak atau sedikit, dan juga mengenalkan warna.
2.      Sosial emosional
Anak mampu atau bisa bersabar ketika memilih warna atau bentuk persegi.
3.      Bahasa
Anak mampu mengucapkan kata-kata dan berani mengungkapkan apa yang ia ketahui ketika sedang bermain.
4.      Fisik Motorik
Anak mampu menggerakkan fisik/ badanya saat melakukan kegiatan.






BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Perkembangan merupakan proses perubahan secara progress baik secara fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan pada aspek sosial peserta didik.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah kami ini, semoga dapat bermanfaat, kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Thomas Amstrong. Kecerdasan Multiple di dalam Kelas. (Jakarta: ASCD Indkes, 2009)

John W. Santrock. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salmbea Humanika, 2011)

Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua PAUD. (Ciputat, Gaung Persada Press, 2013)

Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta, Erlangga, 2012)

Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. (Jakarfta, Universitas Terbuka)


[1] John W. Santrock. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salmbea Humanika, 2011)  h. 43
[2] Sugiyanto, dkk. Perkembangan dan Belajar Motorik. (Departemen pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah) h. 44
[3] Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua PAUD. (Ciputat, Gaung Persada Press, 2013) h. 114
[4] Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta, Erlangga, 2012) h. 150
[5] Penney Upton. Psikologi Perkembangan.  … h. 151
[6] Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. (Jakarfta, Universitas Terbuka) h. 5. 30
[7] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja. (Jakarta: Gunung Mulia, 2008) h. 55
[8] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.  …. h. 56
[9] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.  …. h. 57

No comments:

Post a Comment