BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
merupakan proses perubahan secara progress baik secara fisik maupun non fisik
menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik merupakan perkembangan yang
terjadi pada aspek-aspek biologis seorang individu. Sedangkan perkembangan non
fisik didalamnya terdapat perkembangan emosi, perkembangan kognitif, dan
perkembangan pada aspek sosial peserta didik. Peserta didik sebagai makhluk
sosial membutuhkan peran lingkungannya atau bantuan dari orang lain untuk dapat
tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan
sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling berpengaruh antar
sesama peserta didik maupun dengan
proses sosialisasi dan menambah pengetahuan pada bayi dan balita.
Dalam psikologi
perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana tahap perkembangan sosial anak,
diantara tokoh yang memberi kontribusi dalam hal ini adalah teori perkembangan
psikososial Erik H. Erikson. Erikson mengatakan bahwa istilah “psikososial” dalam
kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan
seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan
psikologis. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat makalah
dengan memilih judul Perkembangan Tingkah Laku Sosial.
Perkembangan kognitif
(intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan pikiran. Pikiran anak Anda
adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab terhadap bahasa, pembentukan
mental, pemahaman, penyelesaian masalah, pandangan, penilaian, pemahaman sebab
akibat, serta ingatan.
Piaget, dalam
Bringuier, (1980:110), mengatakan bahwa Pengetahuan itu bukanlah salinan dari
obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam
diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan
lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran dan obyeknya menurut
tinjauan kognitif.
Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Pengertian
dan Teori tentang perkembangan kognitif anak?
2.
Bagaimana masa
perkembangan kognitif anak?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan teori perkembangan kognitif anak
2.
Untuk
memahami masa perkembangan kognitif anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Teori Perkembangan Kognitif Pada Anak
Karakteristik
perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran
operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi
dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan
keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan
penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak
abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar);
keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam
perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang keterkaitannya.
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah
semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka
tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
Kognitif adalah salah
satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan
teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang
diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada
dirinya.
Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik
misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya
seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi
pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa
dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti
kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu?
Jean Piaget
(1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun
secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat
dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian
dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan
organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system – sistem yang koheren.
Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa
kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru.
1.
Teori
Piaget Tentang Perkembangan Kognitif
Piaget yakin bahwa seorang anak melalui serangkaian tahap pemikiran
dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi dari tahap-tahap tersebut
berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri (adapt) dengan lingkungan
dan adanya pengorganisasian struktur berpikir.
Menurut Piaget, perkembangan pemikiran dibagi ke dalam empat tahap
yang secara kualitatif sangat berbeda: sensoris-motorik, praoperasional dan
operasional konkret, dan operasional formal.[1]
2.
Tahap
Perkembangan Sensoris- Motorik
Tahap sensoris motorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira
usia 2 tahun. Selama masa ini perkembangan mental dipengaruhi oleh kemajuan
yang besar pada kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik – oleh karena itu,
namanya sensorik-motorik. [2]
Tahapan-tahapan Piaget, perkembangan subtahap sensoris motorik
adalah: (1) reflek sederhana, (2) kebiasaan-kebiasaan sederhana dan reaksi
sirkuler primer, (3) reaksi sirkuler sekunder, (4) koordinasi reaksi sirkuler;
(5) reaksi sirkuler tersier, pencarian dan keingin tahuan; (6) internalisasi
skema.Reflek sederhana (simple reflexe) ialah subtahap sensoris motorik pertama
Piaget, yang terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Pada subtahap ini,
alat dasar Reaksi sirkuler sekunder (secondary sircular reaction) ialai
subtahap sensorik-motorik ketiga Piaget, yang berkembang antara usia 4 dan 8
bulan. Pada subtahap ini, bayi semakin berorientasi atau berfokus pada benda di
dunia, yang bergerak dengan keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensoris-motorik.
Koordinasi reaksi sirkuler sekunder (coordination of secondery
sirculer reaction) ialah subtahap sensorik-motorik keempat Piaget, yang
berkembang antara usia 8 dan 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan
yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.
Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas suatu yang baru, dan
keingintahuan (tertiary circular reaction, novelty and curiosity) ialah
subtahap sensoris-motorik kelima Piaget yang berkembang antara usia 12 dan 18
bulan. Pada subtahap ini bayi semakin tergugah minatnya oleh berbagai hal yang
ada pada benda-benda itu dan oleh banyak hal yang dapat mereka lakukan pada
benda-benda itu.
Internalisasi skema yaitu (internalization of sehemes) ialah
subtahap sensoris-motorik keenam dan terakhir Piaget, yang berkembang antara
usia 18 dan 24 bulan. Pada subtahap ini fungsi mental bayi berubah dari suatu
taraf sensoris motorik murni menjadi suatu taraf simbolis, dan bayi mulai
mengembangkan kemampuan untuk mengembangkan kemampuan untuk menggunakan
simbol-simbol primitif.koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku
reflektif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.[3]
Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habit
dan primary circual reaktion) ialah subtahap sensorik-motorik kedua Piaget 1-4
bulan. Pada subtahap ini, pada subtahap ini bayi belajar mengkoordinasikan
sensasi tipe skema atau struktur-yaitu, kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler
primer.
Reaksi sirkuler primer (primary circular reaction) ialah suatu skema
yang didasarkan pada usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik
atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.
Ketetapan Benda
Ketetapan benda (object permanence) ialah istilah Piaget
bagi pencapaian paling penting pada seorang bayi: pemahaman bahwa benda-benda
dan peristiwa-peristiwa masih tetap ada dan berlansung walaupun benda-benda dan
peristiwa-peristiwa itu tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh secara
langsung.
B.
Masa
Perkembangan Kognitif Pada Anak
Bayi dapat belajar
mengenal benda-benda dan tersenyum kepada benda-benda itu, merangkak, dan
memanipulasi benda-benda, tetapi bayi belum memiliki konsep dan gagasan atas
benda-benda itu. Piaget yakin bahwa ketika bayi memasuki masa akhir
perkembangan sensoris-motorik, pada kira-kira usia 1,5 hingga 2 tahun barulah
bayi benar-benar belajar bagaimana mengenali lingkungannya secara simbolis dan
konseptual.[4]
Teori perkembangan
sensoris-motorik Piaget saat ini telah disanggah dari dua sumber. Pertama
bidang perkembangan persepsi bayi menunjukkan bahwa suatu dunia persepsi yang
stabil dan nyata telah dibangun jauh lebih awal pada masa bayi dibandingkan
dengan yang dibayangkan oleh Piaget.
1. Perkembangan Persepsi
Secara singkat,
perkembangan persepsi yang diyakini oleh para peneliti ialah bahwa bayi-bayi
melihat benda berdiri sendiri, satu, kokoh dan terpisah dari lingkungan
sekitarnya, ada kemungkinan hal ini terjadi pada saat lahir atau segera
sesudahnya, tetapi secara pasti hal ini terjadi pada usia 3 hingga 4 bulan.
Bayi-bayi kecil masih harus belajar banyak tetapi dunia sekitarnya tampak
stabil dan teratur bagi mereka dan oleh karena itu, dunia sekitar mereka dapat
mereka “rumuskan“.
2. Perkembangan Konsepsi
Penelitian baru-baru
ini tentang perkembangan persepsi dan konsepsi bayi menunjukkan bahwa bayi
mempunyai kemampuan persepsi yang lebih canggih dan dapat memulai berpikir jauh
lebih awal dibandingkan dengan apa yang dibayangkan oleh Piaget.
Dalam keadaan normal,
pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada
periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris,
maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih
konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga
anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Menurut teori Piaget,
pemikiran anak – anak usia sekolah dasar
disebut pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya
aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Dalam upaya
memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang
bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk
membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam masa
ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi –
operasi, yaitu : [5]
1. Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit
operasional, anak memahami hubungan –
hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan
yang lain.
2. Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak
telah mengetahui hubungan sebab-akibat
dalam suatu keadaan.
3. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu
persatu deretan benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula
untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri
bertindak secara nyata.
a.
Perkembangan
Memori
Selama periode ini,
memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori
jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya
keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak
berusaha menggunakan strategi memori (memory strategy), yaitu merupakan
perilaku disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Matlin (1994)
menyebutkan 4 macam strategi memori yang penting, yaitu :
Rehearsal (Pengulangan)
: Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara mengulang berkali-kali
informasi yang telah disampaikan. Organization (Organisasi) : Pengelompokan dan
pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti, anak
SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana mereka
duduk dalam satu kelas.
Imagery
(Perbandingan) : Membandingkan sesuatu dengan tipe dari karakteristik
pembayangan dari seseorang.
Retrieval (Pemunculan
Kembali) : Proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat
penyimpanan. Ketika suatu isyarat yang mungkin dapat membantu memunculkan
kembali sebuah memori, mereka akan menggunakannya secara spontan.[6]
Selain
strategi-strategi memori diatas, terdapat hal lain yang mempengaruhi memori anak,
seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk sikap, kesehatan dan motivasi),
serta pengetahuan yang diperoleh anak sebelumnya.
b.
Perkembangan
Pemikiran Kritis
Perkembangan
Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara
mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu
saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir
secara reflektif dan evaluatif.
c.
Perkembangan
Kreativitas
Dalam tahap ini,
anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan
ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
d.
Perkembangan
Bahasa
Selama masa anak-anak
awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara
menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara
berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak akan
mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan
berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
Ada beberapa
tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:
1.
Stadium
sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Piaget
berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik
ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi
simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan
bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini
sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan
sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal
object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh,
atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut
muncul secara bertahap dan sistematis.[7]
2.
Stadium
pra-operasional (18 bulan—7 tahun)
Stadium
pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan
simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses
ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis.
Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya,
anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang
harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau
sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap
eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor,
yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai
oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk
mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa,
dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Berpikir
pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual,
emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
Cara berpikir pra-operasional sangat memusat
(centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional,
maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan
mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya
antara dimensi-dimensi ini.[8]
1.
Berpikir
pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu
untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah
yang sebaliknya.
2.
Berpikir
pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B,
maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan
transformasi perpindahannya A ke B.
3.
Berpikir
pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak
dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/
beberapa yang dapat dilakukan.
4.
Berpikir
pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak
berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3.
Stadium
operasional konkrit (7—11 tahun)
Cara
berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh
desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan
dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek
dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti
operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak
ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang
dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan
pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai
benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada
juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit.
Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah
klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia
belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
4.
Stadium
operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada
periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas
menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal
pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.[9]
Kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi
pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam
menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian
berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu
membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional
formal juga disebut berpikir proporsional.
Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir
operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem
solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian
hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
Dengan
menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information
and Verbal Analogies, Jones dan Conrad
menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat
sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak
perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir.
Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi
plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Tahap
|
Usia/Tahun
|
Gambaran
|
Sensorimotor
|
0 – 2
|
Bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
|
Preoperational
|
2 – 7
|
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
|
Concrete operational
|
7 – 11
|
Pada saat ini anak dapat berfikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan
benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
|
Formal operational
|
11 – 15
|
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
|
1.
ALAT PERMAINAN EDUKATIF YANG DAPAT
MENSTIMULASI PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI
A.

NAMA KEGIATAN/PERMAINAN


![]() |
|||
![]() |
|||
Kegiatan/permainan
menyusun persegi warna merupakan sebuah permainan yang mampu menstimulasi
berbagai kecerdasan maupun aspek perkembangan untuk anak usia dini , diantaranya
yaitu perkembangan kognitif. Dalam permainan ini kita ( guru ) bisa memberikan
dua kegiatan kepada anak usia dini, yaitu :
1.
Menyusun bentuk persegi
2.
Menyusun bentuk persegi
berdasarkan warna
Pembelajaran anak
usia dini menganut pendekatan bermain sambil belajar atau belajar sambil
bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain, dengan bermain anak-anak
menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indera-indera tubuhnya, mengeksplorasi
dunia sekitarnya, menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain
anak-anak menemukan dan mempelajari
hal-hal atau keahlian baru dan belajar kapan harus menggunakan keahlian
tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhanya.
B.
BAHAN
DAN ALAT
1.
Bahan
·
triplek
·
Cat Kayu
·
Sumpit/Bambu
·
Paku
2.
Alat
·
Gergaji
·
Amplas
·
Kuas
·
Bor
·
Palu
·
Mistar
·
Pena
·
Karter
C.
LANGKAH
PEMBUATAN
a.
Bentuk
persegi
1.
Buat pola pada papan/triplek
seperti Persegi Empat, segi tiga dan lain-lain.
2.
Potong pola dengan menggunakan
gergaji

3.
Bersihkan bagian pinggir
masing-masing bentuk dengan menggunakan karter
4.
Haluskan bagian pinggir
masing-masing bentuk dengan menggunakan amplas halus
5.
Lubangi bagian tengah
bentuk-bentuk persegi dengan menggunakan bor

6.
Haluskan kembali dengan
menggunakan amplas agar lebih aman untuk anak usia dini
7.
Warnai bentuk-bentuk persegi
dengan warna yang bisa menarik minat anak, misalnya merah, kuning dan hijau.
8.
Jemur bentuk-bentuk persegi
hingga kering

b.
Pembuatan
tiang bentuk persegi
1.
Potong triplek untuk alas
pertama dan kedua
2.
Rekatkan triplek alas pertama
dengan yang kedua dengan menggunakan paku kecil
3.
Lubangi triplek dengan
menggunakan bor
4.
Masukkan 4 sumpit di
masing-masing lubang triplek

D.
SASARAN
USIA
Permainan menyusun
persegi warna ini bertujuan mengenalkan bentuk, dan juga warna kepada anak usia
dini , khususnya untuk anak usia 4-5 tahun, karena pada usia inianak baru
dikenalkan dengan kegiatan keaksaraan.
E.
LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN
1.
Jelaskan kepada anak tentang bentuk-bentuk
persegi kepada anak usia dini
2.
Kenalkan dengan berbagai
warna
3.
Jelaskan aturan main kepada
anak, seperti
a.
Minta anak mengelompokkan bentuk
berdasarkan warna
b.
Minta anak menyusun sesuai
kesamaan bentuk
F.
ASPEK
YANG DIKEMBANGKAN
1.
Kognitif
Anak
mampu berfikir dan berhitung tentang berapa bentuk persegi , banyak atau
sedikit, dan juga mengenalkan warna.
2.
Sosial emosional
Anak
mampu atau bisa bersabar ketika memilih warna atau bentuk persegi.
3.
Bahasa
Anak
mampu mengucapkan kata-kata dan berani mengungkapkan apa yang ia ketahui ketika
sedang bermain.
4.
Fisik Motorik
Anak
mampu menggerakkan fisik/ badanya saat melakukan kegiatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan merupakan proses perubahan secara progress
baik secara fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara
fisik merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang
individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan
emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan pada aspek sosial peserta didik.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi
pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri
dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).
Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau
upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang
lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih
menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan
merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
B.
Saran
Demikianlah
pembahasan makalah kami ini, semoga dapat bermanfaat, kritik dan saran sangat
pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Thomas Amstrong. Kecerdasan Multiple di
dalam Kelas. (Jakarta: ASCD Indkes, 2009)
John W. Santrock. Masa Perkembangan
Anak. Jakarta: Salmbea Humanika, 2011)
Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua
PAUD. (Ciputat, Gaung Persada Press, 2013)
Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta,
Erlangga, 2012)
Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep
Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. (Jakarfta, Universitas Terbuka)
[2] Sugiyanto, dkk. Perkembangan dan Belajar Motorik. (Departemen
pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah) h.
44
[3] Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua PAUD. (Ciputat,
Gaung Persada Press, 2013) h. 114
[5] Penney Upton. Psikologi Perkembangan. … h. 151
[6] Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
(Jakarfta, Universitas Terbuka) h. 5. 30
[7] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.
(Jakarta: Gunung Mulia, 2008) h. 55
[8] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.
…. h. 56
[9] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.
…. h. 57
No comments:
Post a Comment