Monday, April 16, 2018

Makalah Anak Cerdas


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Anak Sangat Cerdas
Anak cerdas istimewa adalah anak yang memiliki tiga komponen diatas rata-rata teman sebaya, yaitu Intellegence Quotient lebih dan sama dengan 130,Task Comitment dan Creativity Quotient diatas rata - rata. Dengan alat ukur ini maka siswa berhak mendapatkan pelayanan pendidikan khusus yang bersifat individual untuk lebih memaksimalkan kemampuan mereka. Masalahnya muncul karena masih banyak guru yang belum mengenal karakteristik anak cerdas istimewa dan bentuk pelayanan yang tepat untuk memaksimalkan potensi terpendam mereka. [1]
Dalam bidang ilmu anak cerdas istimewa juga diketahui bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan istimewa seorang anak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini diketahui dari berbagai penelitian pada anak kembar identik yang menunjukkan bahwa kans cerdas istimewa secara bermakna akan jauh lebih besar pada anak-anak yang kembar identik daripada yang non-identik.
Berkecerdasan istimewa murni dipengaruhi oleh nature biologisnya. Walau begitu, gen pembawa sifat yang mana yang merupakan penentu bahwa seorang anak adalah pembawa sifat cerdas istimewa, hingga saat ini masih belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan karena kecerdasan istimewa tidak ditentukan oleh satu faktor tetapi oleh banyak faktor. Karena itu, bentuk berkecerdasan istimewa juga mempunyai keragaman yang cukup banyak.[2]
Adapun dalam mengidentifikasi peserta didik cerdas istimewa menggunakan pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelligensi).[3]
Murid cerdas berbakat ialah anak-anak yang menampilkan kapabilitas unjuk kerja yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kepemimpinan, kemampuan, atau lapangan-lapangan akademik tertentu, dan memerlukan layanan-layanan atau kegiatan yang tidak biasa di sediakan oleh sekolah dalam rangka untuk mengembangkan kemampuannya secara penuh.[4]
Menurut skala yang dibuat oleh Wechsler, murid cerdas berbakat adalah murid yang memiliki taraf intelegensi 130 atau lebih, yang dibedakan atas luar biasa cerdas atau gifted (IQ 145 ke atas) dan sangat cerdas atau superior (IQ 130-144) yang banyaknya 2,5 % dari banyaknya murid.[5]
Berdasarkan uraian di atas jelaslah yang dimaksud anak cerdas berbakat adalah anak yang memiliki taraf intelegensi sangat tinggi, serta memiliki tingkat kreativitas yang tinggi pula, dan dengan adegan kemampuannya memungkinkan bagi dirinya berhasil dengan baik dalam pekerjaan atau karirnya. Murid seperti ini umumnya memerlukan program khusus yang terencana selain dari program umumnya, biasanya di laksanakan di sekolah untuk pengembangan kemampuannya.

B.     Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :[6]
1.      Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2.      Faktor Minat dan Bawaan yang Kha
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.[7]
3.      Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.[8]
4.      Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umu.[9]
5.      Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya. Kelima faktor tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.[10]

C.     Jenis-jenis Kecerdasan
1.      Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.[11]
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.[12]
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
2.      Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
3.      Kecerdasan Spiritual (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).

D.    Ciri-ciri Anak Cerdas
Perbedaan program pendidikan Anak Cerdas Berbakat dengan anak biasa bukan sekedar berbeda tetapi secara kualitatif memang harus berbeda.  Perbadaan kualitatif ini mutlak perlu karena anak Anak Cerdas Berbakat memiliki karakteristik dan kebutuhan serta permasalahan yang berbeda dari peserta didik biasanya. Sekalipun pengembangan program pendidikan untuk peserta didik Anak Cerdas Berbakat akan menyangkut berbagai pertimbangan aspek filosofis, tujuan pendidikan peserta didik Anak Cerdas Berbakat.
Anak cerdas berbakat pada umumnya umumnya memiliki karakteristik seperti berikut:
1.      Membaca pada usia lebih mudah
2.      Membaca lebih cepat dan lebih banyak
3.      Memiliki perbendaharaan yang lua
4.      Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5.      Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa
6.      Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendir
7.      Menunjukan keaslian dalam ungkapan variabl
8.      Memberi jawaban – jawaban yang baik
9.      Dapat memberikan banyak gagasan
10.  Luwes dalam berfikir

A.     Perkembangan Anak Cerdas
Identifikasi anak cerdas dan berbakat pada dasarnya dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu :
1.      Pada usia 1-2 tahun
Pada masa ini keunggulan dan kelemahan intelektual anak akan tampak dengan mudah bila anak diberi rangsangan dengan tepat. Fungsinya ganda, yaitu untuk mengetahui kemungkinan adanya perkembangan intelektual yang cepat dan tidak terbatas pada bidang-
bidang bakat yang khas, serta untuk mengetahui kemungkinan adanya kecacatan pada anak.
2.      Pada usia 2-6 tahun
Identifikasi anak usia ini dapat dilakukan dengan mengajak anak bermain pada bidang yang disenanginya. Keberbakatan anak akan tampak dalam kemampuan menyelesaikan tugas-tugas dan berbagai persoalan tanpa mengalami kesulitan yang berarti, serta tidak banyak memerlukan bimbingan. Karena itu dalam usia dini, orang tua, guru, kelompok bermain, dan TK tempat menjadi pelaksanaan atau sumber informasi utama.
3.      Pada usia 6 tahun – seterusnya
Pada masa sekolah informasi keberbakatan bisa diperoleh dari orang tua terutama berkenaan dengan bidang-bidang yang disenangi, dari guru terutama bidang prestasi, dan dari teman sebaya terutama bidang kepemimpinan, kreatifitas, dan sosialisasinya.
Dalam identifikasi ini, penggunaan tes kecerdasan dan tes lain seperti minat, kreativitas, motivasi juga penting dilakukan. Dengan demikian pada dasarnya ada dua pendekatan untuk mengidentifikasi murid cerdas dan berbakat, yaitu dengan cara studi kasus, dan melalui tes, atau penggabungan keduanya.

B.     Pendidikan Anak Cerdas
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak cerdas berbakat secara konvensional dapat dikelompokan ke dalam beberapa model, antara lain :
1.      Akselerasi (acceleration)
Model akselerasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari memasuki SD pada usia dini, loncat kelas atau mengikuti bidang studi tertentu di kelas tinggi.
2.      Pengayaan (enrichment)
Model pengayaan yaitu dengan memberikan tugas-tugas tambahan bagi siswa yang memiliki kemampuan unggul. Model ini dapat memenuhi harapan ana cerdas berbakat dengan tidak memisahkan mereka dari teman-teman yang biasa.
3.      Kelas Unggul (ability grouping)
Model ketiga adalah pengelompokan berdasarkan kemampuan. Model ini dapat berupa kelas khusus didalam sekolah. Model pengelompokan berdasarkan kemampuan di khawatiran akan menumbuhkan sikap ekslusif, elitisme, dan memiliki peranan yang berbeda dari yang lain.
4.      Bimbingan Konseling
Bagi anak-anak cerdas dan berbakat, bimbingan konseling merupakan sebuah kebutuhan. Memahami kekhasan siswa cerdas dan berbakat serta peranan konseling dalam menangani permasalahan yang timbul akibat kekhasannya adalah sangat penting. Dimana guru sebagai konselor bagi siswa berkemampuan unggul sangat penting peranannya.

C.     Permainan Anak Cerdas
Otak manusia seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan. Itu sebabnya, bayi atau balita secara global dapat menagkap dunia orang dewasa dan menciptakannya menjadi dunia baru lagi. Pelajaran lebih mudah diterima bila mengaktifkan sejumlah panca indra dari pada hanya diberikan secara abstrak saja. Untuk meningkatkan kecerdasan otak anak dapat dilakukan dengan permainan brain gym. Brain gym didasarkan pada tiga pokok yang sederhana :
1.      Belajar adalah kegiatan yang alami dan menyenangkan yang terus terjadi sepanjang hidup.
2.      Kesulitan belajar adalah ketikmampuan mengatasi sters dan keraguan dalam menghadapi suatu tugas yang baru.
3.      semua mengalami “kesulitan belajar” selama kita telah belajar untuk tidak bergerak.
Umunya kita menerima saja keterbatasan dalam kita sebagai sesuatu yang tak dapat dielakkan dan mungkin juga gagal menemukan manfaat dari stres yang positif. Gerakan brain Gym adalah suatu usaha alternatif alami yang sehat untuk menghadapi ketegangan dan tantangan pada diri sendiri dan orang lain.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Murid cerdas berbakat adalah murid yang memiliki taraf intelegensi yang sangat tinggi, serta memiliki tingkat kreativitas yang tinggi pula, dan dengan kemampuannya memungkinkan bagi dirinya berhasil dengan baik dalam pekerjaan atau karirnya. Murid seperti ini umumnya memerlukan program khusus yang terencana selain dari program umumnya biasanya di laksanakan di sekolah untuk pengembangan kemampuan
Perbedaan program pendidikan anak cerdas berbakat dengan anak biasa bukan sekedar berbeda tetapi secara kualitatif memang harus berbeda. Perbedaan kualitatif ini mutlak perlu karena anak cerdas berbakat memiliki karakteristik dan kebutuhan serta permasalahn yang berbeda dari anak biasanya. Sekalipun pengembangan program pendidikan untuk peserta didik anak cerdas berbakat akan menyangkut pertimbangan aspek filosofis, tujuan pendidikan peserta didik anak cerdas berbakat
Penyelenggaran pendidikan bagi anak cerdas berbakat secara konvensional dapat dikelompokan ke dalam beberapa model, antara lain :
a.       Akselerasi (acceleration)
b.      Pengayaan (enrichment)
c.       Kelas Khusus (ability grouping)
d.      Bimbingan Konseling
B.     Saran
Demikianlah poembahasna makalah mengenai anak sangat cerdas / genius, semoga dapat bemrnafaat bagi rekan sekalin. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


[1] John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta : Kencana, 2011, cet-4), hal. 134
[2] John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan,  hal. 135
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,  (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hal. 135
[4] H. Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,, 1999), hal.116
[5] H. Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, hal.117
[6] John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta : Kencana, 2011, cet-4), hal. 139
[7] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 32
[8] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 33
[9] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Fakultas Tarbiyah : IAIN SU, 2011
[10] Mar'at, Samsunuwiyati, Psikologi Perkembangan. (PT. Remaja Rosdakarya; Bandung, 2006), h. 35
[11] Mar'at, Samsunuwiyati, Psikologi Perkembangan.  .. h. 36

No comments:

Post a Comment