Sunday, May 13, 2018

Makalah Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan dan Hubungannya ANtara Guru Serta Murid


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekolah sebagai institusi (lembaga) pendidikan merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang komplek dan dinamis. Dalam kaitannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada pada suatu tatanan yang rumitdan saling berkaitan. Oleh karena itu sekolah di pandang suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan lebih dari itu.Kegiatan lain organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.
Penempatan kualitas sumber daya manusia sebagai penentu baik dalam konteks pembangunan nasional maupun dalam tatanan peradaban global merupakan dua sisi dari suatu perubahan, perlumenempatkan pendidikan sebagai sentral yang harus dipertahankan oleh semua pihak yang terlibat.
Pendidikan berkembang dan membetuk masyarakat yang berkualitas. Akan tetapi masyrakat pun berkemampuan membentuk pendidikan yang berkualitas. Berdasarkan pada Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, masalah kualitas pendidikan menjadi perhatian. Undang-undang dan berbagai peraturan dalam sistem nasional merupakan alat negara untuk mencapai tujuan negara dan bangsa dalam menyiapkan manusia Indonesia bagi peranannya dimasa yang akan datang.

B.     Latar belakang masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan?
2.      Apa pengertian sekolah sebagai lembaga pendidikan
3.      Bagaimana fungsi dan tujuan sekolah sebgai lembaga pendidikan?
4.      Bagaimana hubungan antara guru dan peserta didik?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian lembaga sekolah
2.      Untuk mengetahui pengertian sekolah sebagai lembaga pendidikan
3.      Untuk mengetahui fungsi dan tujuan sekolah sebgai lembaga pendidikan
4.      Untuk memahami hubungan guru dengan peserta didik


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Lembaga Pendidikan
Secara bahasa lembaga adalah suatu organisasi. Sedangkan Pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola kehidupan insani tertentu. Sedangkan menurut John De.wey, mengartikan pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental baik secara intelektual maupun emosional ke arah alam dan sesama manusia.[1]
Jadi, lembaga pendidikan/lingkungan pendidikan diartikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi proses berlangsungnya pendidikan. Lingkungan pendidikan bisa berupa lingkungan fisik, sosial, budaya, keamanan dan kenyamanan.
Untuk mencapai sasaran dan fungsi di maksud maka lembaga pendidikan menjadi salah satu wahana strategis dalam membina sumber daya manusia yang berkualitas.[2]
Berkaitan dengan semakin meningkatnya tuntutan kualitas pendidikan, maka pemaknaan pendidikan tidak cukup hanya meletakkannya dalam pengertian schooling, tetapi lebih daripada itu lagi, tuntutan kualitas tidak memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan pendidikan formal saja, tetapi mesti serentak dan bersamaan dengan perlunya kebersamaan antara pendidikan formal, nonformal, dan informal. Karenanya memberdayakan semua lembaga pendidikan ini serta mengaturnya menjadi satu kesatuan adalah merupakan suatu upaya untuk lebih memberdayakan pendidikan di era globalisasi.
Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga pendidikan  diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga pendidikan.[3]
Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
1.      Informal (keluarga)
Menurut  Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh.
2.      Formal (sekolah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat. Sekolah menjalankan tugas mendidik anak yang sudah tidak mampu lagi dilakukan oleh keluarga, mengingat semakin kompleksnya praktek mendidik anak.[4]
Pendidikan formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat.
3.      Nonformal (masyarakat)
Pendidikan nonformal adalah salah  satu bentuk pendidikan di samping pendidikan formal dan informal. Kedudukan pendidikan nonformal ini tidak kalah perananya dari penddikan formal. Banyak hal yang tidak terjangkau oleh pendidikan formal dapat dilaksanakan lewat pendidikan nonformal. Oleh karena itu pendidikan nonformal memegang peranan yang sangat strategis dalam ikut serta memberdayakan pendidikan di Indonesia.
Satuan pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.[5]
Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau ingin melengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

B.     Pengertian Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar. lembaga pendidikan adalah suatu tempat atau wadah dimana proses pendidikan berlangsung yang dilaksanakan  dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku seseorang ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar serta wawasan dan pengetahuan yang diperoleh. Lingkungan pendidikan antara lain pendidikan formal (sekolah), informal (keluarga) dan non formal (masyarakat). Lingkungan pendidikan itu sangat urgen dalam sebuah proses pendidikan karena fungsinya sangat menunjang PBM yang tertib dan nyaman.[6]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan ialah adalah organisasi kerja sebagai wadah kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah suatu bentuk ikatan kerja sama sekelompok orang yang bermaksud mencapai suatu tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Sekolah merupakan perwujudan dari relasi antar personal yang didasari dengan berbagai motif, yang menjadi intensif kearah lain. Kesamaan motif dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing, mendorong terbentuknya kelompok yang disebut sekolah. Di dalam pengelompokan itu dapat dibedakan antara lain :
1.      Variable-variabel atau dimensi-dimensi individual.
2.      Struktur yang mengatur mekanisme kegiatan
3.      Dinamika yang mewujudkan hubungan fungsional dan hubungan internasional Tujuan yang mengendalikan kegiatan.
Variable-variabel individu muncul karena didalam organisasi setiap orang mendapat posisi yang menjuruskan dan membatasi kegiatan yang dapat dilakukannya. Posisi itu memberikan status kepada seseorang didalam kelompoknya, yang dapat diartikan sebagai kedudukan dan peranan seseorang menurut pandangan orang lain dan menurut dirinya sendiri sebagai anggota kelompok dan anggota masyarakat.
Selanjutnya posisi dan status itu diatur jenjangnya dengan diiringi penetapan hubungan kerja antara yang satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Sehingga terbentuklah suatu struktur dengan mekanisme kegiatan didalamnya. Akan tetapi karena manusia adalah makhluk social maka didalam organisasi hubungan tidak terbatas secara formal seperti ditetapkan menurut struktur. Antar personal yang bekerja sama itu dapat berlangsung juga hubungan informal yang memunkinkan terjadinya pertukaran informasi secara luas, sehingga organisasi menjadi dinamis. Sifat dinamis itu tidak berarti setiap orang boleh berbuat sekehendak atau semaunya sendiri. Setiap kegiatan untuk memajukan dan mengembangkan organisasi secara dinamis, tidak boleh terlepas dari tujuan yang hendak dicapai.
Pendidikan di luar lingkungan keluarga sebagai suatu contoh kebutuhan bersama harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan sistematik. Sekolah sebagai salah satu bentuk pada dasarnya bertugas membantu keluarga dalam membimbing dan mengarahkan perkembangan dan pendayagunaan potensi tertentu yang dimiliki anak-anak. Kegiatan itu akan berpengaruh langsung langsung terhadap kedewasaan anak-anak yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari keluarga atau orang tua. Dengan kata lain bantuan sekolah dalam mendidik tidak mungkin mengurangi arti dan peranan krluarga dalam mendewasakan anak.

C.    Fungsi Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan
Fungsi Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan Masyarakat sebagai lembaga ketiga memberikan anak kemampuan penalaran, keterampilan dan sikap. Juga menjadi ajang pengoptimalan perekembangan diri setiap individu. Sebuah lembaga pendidikan seperti sekolah tidak boleh diartikan sebagai sekedar sebuah sebuah gedung saja, tempat anak-anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan. Sekolah sebagi institusi peranannya jauh lebih luas dari pada sekedar tempat belajar. Berdiri dan diselenggarakanya sebuah sekolah, pada dasarnya didukung dan dijiwai oleh suatu kebudayaan yang mnedukungnya.
Norma-norma atau nilai kebersamaan yang menjiwai kebudayaan yang mendukungnya itu, harus dijadikan landasan bagi sekolah dalam mewujudkan peranannya, yang sekaligus akan memberikan ciri-ciri khusus yang membedakan dari lembaga-lembaga lain yang terdapat dimasyarakat sekitarnya. Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang memiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Tujuan itu harus mengandung nilai - nilai yang serasi dengan kebudayaan dilingkungan masyarakat yang menyelenggarakan sekolah sebagai lembaga pendidikan. Oleh karena itulah maka dapat dikatakan bahwa fungsi sekolah adalah meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan suatu masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri didalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya.
Dengan kata lain sekolah berfungsi mempersiapkan pengganti generasi yang kelak mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat/bangsanya yang memiliki kebudayaan tertentu berbeda dari kelompok atau masyarakat / bangsa yang lain. Berdasarkan uraian diatas berarti sekolah sebagai lembaga pendidikan memikul tanggung jawab mempersiapkan anak-anak agar mampu meneruskan sejarah dan tata cara kehidupan manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Kebudayaan itu sendiri bukanlah sesuatu yang statis, akan tetapi terus menerus berkembang secara dinamis. Oleh karena itu sekolah tidak sekedar berfungsi untuk mempertahankan kebudayaan yang ada, tetapi juga mengembangkan sesuai dengan martabat manusia yang kehidupannya selalu dipenuhi dengan kebutuhan yang semakin meningkat. Melalui sekolah anak-anak dipersiapkan menjadi manusia yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan keahlian mengelola lingkungan fisik atau material, kemungkinan manusia menciptakan berbagai kelengkapan untuk mempermudah dan menyenangkan kehidupannya. Sedang dibidang sosial dan spiritual, sekolah berfungsi membina dan mengembangkan sikap mental yang erat hubungannya dengan norma-norma kehidupan yang bersifat manusiawi dan keagamaan.Bilamana fungsi tersebut diatas dihubungkan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sekolah berkewajiban pula mempersiapkan anak-anak menjadi warga negara yang mengetahui dan mampu menjalankan hak dan kewajibannya. Khusus bagi bangsa dan negara Indonesia fungsi tersebut diwujudkan dalam bentuk meneruskan nilai-nilai luhur pandangan hidup bangsa berdasarkan pancasila dalam pembentukan sikap mental anak-anak.
Fungsi dan tujuan sekolah tidak hanya mengisi otak siswa-siswanya dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mengajarkan aplikasi dari ilmu pengetahuan tersebut ke dalam dunia pekerjaan yang diminati siswa-siswanya dan membantu siswa melihat kesempatan kesempatan yang ada. Agar setiap siswa mendapatkan gambaran bagaimana lapangan pekerjaannya nantinya dan meraih sukses dimasa yang akan datang. Dan setiap sekolah juga harus membentuk karakter yang baik dari dalam diri setiap siswanya, karena tanpa karakter yang baik mereka tidak akan bisa menjadi pemimpin yang baik pula.

D.    Konsep Hubungan Guru dan Murid
Secara umum orang menganggap hubungan guru dan murid adalah hubungan antara “yang mengajar dengan yang belajar”, yaitu guru dianggap sebagai orang yang lebih tahu, yang memberi pengetahuan kepada siswa yang belum tahu. Sebenarnya hubungan keduanya lebih luas daripada sekadar dalam konteks pengajaran. Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan antara “yang mendidik dengan yang dididik”, yaitu guru dianggap sebagai orang yang lebih dewasa, yang menolong, menghantar siswa menuju kedewasaan (kata “mendidik” berasal dari to educate = ex ducare = menghantar ke luar). Hubungan keduanya tidak hanya menyinggung aspek pengetahuan (otak), tetapi juga aspek rohani, perasaan, tingkah laku, kepribadian, atau  the whole being guru dan murid itu sendiri.
Pengertian hubungan guru dan murid yang kedua di atas sebenarnya mempunyai arti yang luas. Hubungan ini juga berarti hubungan antara “ yang membelajarkan dengan yang dibelajarkan”. Di sini terjadi proses pembelajaran, bukan pengajaran, atau transfer pengetahuan. Proses pembelajaran adalah proses membuat murid menjadi pelajar yang  melakukan bagaimana seharusnya belajar. Guru berperan sebagai motivator, yang mendorong murid belajar. Guru berfungsi sebagai fasilitator; menciptakan suasana , memberi kesempatan dan pengarah di dalam murid belajar.  Ia memberikan “kail” kepada murid, agar murid mencari “ikan” sendiri. Jadi guru tidak langsung memberikan “ikan”, atau mencekoki murid dengan pengetahuan. Guru harus menjadi teladan, contoh atau model di dalam belajar. Murid berperan aktif di dalam mengembangkan diri.
Pengertian hubungan guru dan murid ke dua di atas dapat juga berarti hubungan antara “yang memberikan teladan hidup dengan yang menerima teladan hidup”. Di sini terjadi sharing life. Jadi sebenarnya begitu dalam pengaruh guru terhadap muridnya. Apa yang dipikirkan, dikatakan, atau diperbuat oleh guru di depan murid-muridnya akan dapat mempengaruhi hidup murid. Seluruh kepribadian, kerohanian, dan kehidupan guru dapat menjadi contoh bagi murid.
Kita dapat melihat model hubungan antara guru dan murid yang seperti dijelaskan di atas, pada pribadi Yesus Kristus dengan murid-muridNya. Tuhan Yesus tidak hanya memberikan pengetahuan-pengetahuan, atau pengajaran tentang Kerajaan Allah saja kepada para muridNya, tetapi Ia juga memberikan kesempatan kepada para muridNya untuk mengalami apa yang mereka telah terima. Tuhan Yesus mengutus mereka untuk juga memberitakan Injil Kerajaan Allah; mendoakan, dan menyembuhkan orang sakit dan kerasukan di dalam namaNya, dsb. Murid-murid diberikan kesempatan dan kuasa untuk belajar melakukan apa yang Ia telah lakukan. Tuhan Yesus bukan hanya memberikan seluruh hidupnya kepada para muridNya, tetapi juga nyawaNya. Ia menganggap murid-muridNya sebagai sahabat-sahabatNya. Ia berkata: “Tidak ada kasih  yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabatKu jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan yang unik dan saling tergantung. Coba bayangkan jika ada murid tetapi tidak ada guru. Mungkin kita berkata “bisa saja, murid bisa belajar sendiri”. “ Oh, ya?” Sebenarnya berapa prosen murid yang mampu seperti itu?  Pasti sedikit. Murid tetap memerlukan guru. Demikian juga sebaliknya, coba bayangkan, ada guru tetapi tidak ada murid. Wah…guru menjadi individu yang egois, yang menyimpan “ilmu”-nya sendiri, tidak dibagikan kepada orang lain.
Thomas Gordon di dalam bukunya Teacher Effectiveness Training, menjelaskan bahwa keharmonisan dapat tercipta jika aspek-aspek berikut terpenuhi, yaitu:
1.      Adanya keterbukaan.Saling terbuka dan jujur; bertukar pikiran dalam setiap masalah yang berkaitan dengan pembelajaran, maupun di luar pembelajaran.
2.      Adanya perhatian
3.      Saling ketergantunganKemandirian. Artinya antara guru dan murid harus secara mandiri mengembangkan diri dalam berbagai hal seperti misalnya kreativitas, mengembangkan pengetahuan.
4.      Kecocokan dalam kebutuhan masing-masing. Artinya kebutuhan murid dapat dipenuhi oleh guru secara cocok, demikian pula sebaliknya.
Sebenarnya yang terpenting adalah saling memahami akan peran diri masing-masing, dan peran orang lain. Guru harus memahami fungsi dan keterbatasannya. Ia adalah orang yang bukan serba tahu atau tahu semuanya. Guru tentu harus memahami keberadaan dan keterbatasan murid-muridnya. Demikian pula murid-murid, harus mengenal peran mereka. Murid harus menyadari bahwa ia adalah orang yang belajar, yang harus aktif, bukan pasif; harus giat, bukan malas; yang harus berdisiplin, bukan semau-maunya. Murid juga harus memahami gurunya. Ia harus memahami keterbatasnnya; akan beratnya tanggung jawab yang diemban guru; akan jerih lelah, kesabaran gurunya dalam mendidik; dsb. Beratnya tugas guru, dapat dilihat dari apa yang tertulis dalam Yakobus 3 : 1, yang berbunyi : “ … sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.”
Murid harus menghormati guru. Rasul Paulus pernah menasihati Timotius untuk menghormati dua kali lipat para penatua yang berjerih payah berkotbah dan mengajar ( I Timotius 4 : 17 ). Menghormati dalam bahasa Ibrani adalah “kabad” , yang berarti  “mengakui kewibawaan” atau “menghargai tinggi-tinggi”. Menghormati di sini dapat dilakukan dengan cara memahami segala aspirasi guru; motivasi di balik nasihat-nasihat guru; memahami kelemahan dan keunggulan guru; dsb.
Selain itu secara rohani Tuhan Yesus hendaknya menjadi dasar hubungan antara guru dan murid. Kalau hubungan ini digambarkan dalam bentuk segitiga, maka Kristus menjadi puncak atau sudut tertinggi, sedangkan kedua sudut segitiga di bawahnya adalah guru dan murid. Kasih Kristus melingkupi hubungan antara guru dan murid ini, sehingga dapat tercipta keharmonisan sempurna. Firman Tuhan, dalam I Yohanes 1 : 7, menyatakan bahwa: “ Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain,…”
Akhirnya, semoga keharmonisan hubungan guru dan murid yang selama ini tercipta di sekolah Methodist yang kita cintai ini, boleh makin baik dan indah di dalam Tuhan. Kita semuanya, baik guru dan murid boleh saling berelasi dan mempengaruhi agar menjadi pribadi-pribadi bermutu di dalam Tuhan, seperti apa yang menjadi motto sekolah.
Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan banyak gagasan yaitu :
Diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk.
Regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerahyang penuh konflik
Komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan.
Meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.
Menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurang mampuan,orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adatistiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya komunitas.
Hubungan guru dengan siswa di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Guru dapat dikatakan orang tua siswa di sekolah dan merupakan orang tua kedua setelah orang tua siswa di dalam keluarga.  sehingga seorang guru harus memiliki kedekatan dengan peserta didik. Hubungan baik guru dengan siswa atau peserta didik ini dapat mendorong siswa untuk rajin belajar.
Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun baiknya  metode yang digunakan, namun jika hubungan guru dengan siswa tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran.  Banyak siswa yang apabila tidak suka dengan gurunya , maka dia tidak suka dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh gurunya itu. Sehingga pembelajaran terhambat.
Salah satu cara unrtuk mengatasi supaya tetap terciptanya hubungan baik antara guru dengan siswa  adalah melalui Contact hours . contact hours disini jam-jam bertemu antara guru dengan siswa. Tapi  bertemu antara guru dengan siswa diluar kegiatan jam-jam mengajar.

D.    Gaya Berhubungan Guru dengan Peserta Didik yang Menyenangkan
1.      Guru yang tidak pernah yang membedakan siswa yang mana lebih unggul dan tidak akan memberikan kesan kepada siswa bahwa guru tersebut berlaku tidak adil. Ini salah satu gaya berhubungan guru dengan peserta diketika belajar tidak merasakan dikotak-kotakan. Dengan begitu guru dengan peserta didik akan menjadikan belajar yang efektif dan stabil.
2.      Guru yang suka memberikan penghargaan setiap kali siswanya melakukan hal yang baik dan menghasilakn predikat memuaskan. Misalnya guru yang memberikan permen atau minimuan secara, cuma-cuma kepada siswanya ketika semua siswa nya tida ada yang remidi. Guru menghragai  jerih payah sisiwanya dengan memberikan hadiah karena hasil belajarnya memuaskan .
3.      Guru yang  selalu menemani siswanya ketika ada pertandinagn. Biasanya hal semacam ini dilakukan oleh wali kelasnya masing-masing. Karena siswa yang berkompenteasi merasa mendapatkan dukungan lebih baik. Sekalipun siswanya kalah dalam kompetisinya tersebut, rasa kecewwa yang dibawa tidak begitu membebani.
4.      Guru yang selalu memadukan permainan disela-sela mengajar. Ini akan belajarnya tidak jenuh dalam pembelajaran. Dengan begitu guru akan lebih kontrol siswa, begitu pula dengan siswanya, ketika mengetahui gur yang berada dihadapanya mereka asiik dan menyenangakan mereka tidak akan sungkan untuk mengutarakan keinginan  mereka ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung
Etika Peserta Didik dalam hubungan atara Peserta Didik dengan guru yaitu :
1.      Menghormati semua guru tanpa membedakan suku, agama, ras, dan tidak didasari atas perasaan suka atau tidak suka.
2.      Bersikap sopan santun terhadap semua guru dalam interaksi baik di dalam lingkungan maupun di luar lingkungan
3.      Menjaga nama baik guru dan keluarganya
4.      Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak baik dan belum tentu benar mengenai seorang guru kepada guru atau pihak lainnya, kecuali terhadap pelanggaran hukum dan etik yang diwajibkan berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan di lingkungan
5.      Santun dalam mengemukakan pendapat atau mengungkapkan ketidak sepahaman pendapat tentang keilmuan yang disertai dengan argumentasi yang rasional
6.      Jujur terhadap guru dalam segala aspek
7.      Tidak menjanjikan atau memberikan sejumlah uang atau fasilitas lainnya kepada guru atau pihak lainnya dengan tujuan untuk mempengaruhi penilaian guru.
8.      Percaya pada kemampuan sendiri, dalam arti tidak menggunakan pengaruh orang lain untuk tujuan mempengaruhi penilaian guru
9.      Tidak mengeluarkan ancaman baik secara langsung maupun dengan menggunakan orang lain terhadap guru.
10.  Bekerjasama dengan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, termasuk menyiapkan diri sebelum berinteraksi dengan guru di ruang perbelajaran.
11.  Memelihara sopan santun pada saat mengajukan keberatan atas sikap guru terhadap pimpinannya disertai dengan bukti yang cukup.
12.  Menghindari sikap membenci guru atau sikap tidak terpuji lainnya disebabkan nilai yang diberikan oleh guru.
13.  Mematuhi perintah dan petunjuk guru sepanjang perintah dan petunjuk tersebut tidak bertentangan dengan norma hukum dan norma lainnya yang hidup di tengah masyarakat.
14.  Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya terkait interaksi dengan guru.
Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesiasebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,anggota masyarakat, dan warga negara.Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guruyang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru.
Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baikdan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta menjalani kehidupan di masyarakat.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah suatu bentuk ikatan kerja sama sekelompok orang yang bermaksud mencapai suatu tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Pendidikan diluar lingkungan keluarga sebagai suatu contoh kebutuhan bersama harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan sistematik. 
Sekolah sebagai salah satu bentuk pada dasarnya bertugas membantu keluarga dalam membimbing dan mengarahkan perkembangan dan pendayagunaan potensi tertentu yang dimiliki anak-anak. fungsi dan tujuan sekolah tidak hanya mengisi otak siswa-siswanya dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mengajarkan aplikasi dari ilmu pengetahuan tersebut ke dalam dunia pekerjaan yang diminati siswa-siswanya dan membantu siswa melihat kesempatan kesempatan yang ada.
Proses pembelajaran adalah proses membuat murid menjadi pelajar yang  melakukan bagaimana seharusnya belajar. Guru berperan sebagai motivator, yang mendorong murid belajar. Guru berfungsi sebagai fasilitator; menciptakan suasana , memberi kesempatan dan pengarah di dalam murid belajar.  Ia memberikan “kail” kepada murid, agar murid mencari “ikan” sendiri. Jadi guru tidak langsung memberikan “ikan”, atau mencekoki murid dengan pengetahuan. Guru harus menjadi teladan, contoh atau model di dalam belajar. Murid berperan aktif di dalam mengembangkan diri.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai sekolah sebagai lembaga pendidikan, dan hubungannya dengan guru serta murid, semoga dapat bermanfaat bagi kita pembaca sekalian. Adapun saran penulis adalah lembaga sekolah sudah seharusnya lebih difungsikan sebagai tempat untuk menimba ilmu dan harus dimanfaatkan dengan baik.   


[1] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 1
[2] Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan.(Yogyakarta: LaksBang Mediatama Yogyakarta, 2011), hlm. 6
[3] Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan.(Yogyakarta: LaksBang Mediatama Yogyakarta, 2011), hlm195
[4] Umar Tirtarahardja, Pengantar  Pendidikan. (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), hlm. 169
[5] Umar Tirtarahardja, Pengantar  Pendidikan. (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), hlm. 170
[6] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),    h. 157

No comments:

Post a Comment